Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Kasus korupsi minyak mentah Pertamina yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin mencurigakan.
Pasalnya, proses hukum yang berjalan dinilai tidak ada perkembangan yang signifikan. Kejagung hanya berani menindak Direktur anak perusahaan Pertamina, sementara mantan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, serta Menteri BUMN, Erick Thohir, belum dipanggil atau diperiksa.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar mengenai ketidakberanian Kejagung untuk menyentuh pejabat tinggi tersebut.
Tidak hanya itu, terdapat juga dugaan korupsi terkait tata kelola sawit yang melibatkan pejabat eselon I dan II di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama periode 2005 hingga 2024.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan bahwa sejumlah pejabat di KLHK telah menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Namun, yang sangat mengherankan adalah hingga saat ini, Kejagung tidak mengungkapkan nama-nama tersangka tersebut ke publik, sehingga menimbulkan kecurigaan tentang transparansi dan kejelasan kasus ini.
Menurut Direktur Eksekutif Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, Jaksa Agung dalam menangani kasus korupsi tata kelola sawit ini dinilai seakan bermain sulap. Arah penyidikan yang tidak jelas dan gelapnya proses hukum membuat kasus ini terkesan seperti kasus korupsi Pertamina yang sampai saat ini masih jalan di tempat.
Ini mencerminkan kurangnya keberanian Kejagung untuk menindak pejabat-pejabat yang lebih tinggi, seperti mantan Menteri Siti Nurbaya Bakar, yang menurut Uchok Sky harusnya dipanggil untuk diperiksa terkait dugaan peranannya dalam kasus ini.
Berdasarkan hal tersebut, Kejagung diharapkan tidak hanya berfokus pada pejabat eselon I dan II di KLHK, namun juga menindaklanjuti dengan memanggil dan memeriksa mantan Menteri Siti Nurbaya Bakar yang telah menjabat selama beberapa tahun di kementerian tersebut, lanjut Uchok Sky.
Tindakan yang mirip dengan kasus Pertamina ini, yang enggan memanggil atau memeriksa pejabat tinggi seperti Nicke Widyawati dan Erick Thohir, patut dicurigai sebagai bentuk penyembunyian atau perlindungan terhadap elit tertentu.
Kejagung harus membuktikan bahwa ia memiliki integritas dan keberanian untuk menyelidiki dugaan korupsi yang melibatkan semua pihak yang terlibat, tanpa terkecuali, kata Uchok Sky.
Pada 3 Oktober 2024, penyidik Jampidsus Kejagung melakukan penggeledahan di kantor KLHK. Ruangan yang digeledah antara lain adalah Sekretariat Jenderal KLHK, Sekretariat Satuan Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian (Satlakwasdal) KLHK, serta beberapa direktorat yang membidangi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi (DR), Pelepasan Kawasan Hutan, dan Penegakan Hukum.
Untuk itu, Uchok Sky menyarankan kepada Penyidik Kejagung, dimana Kasus KLHK tersebut cenderung akan terjerat dengan menggunakan:
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur tentang tindak pidana korupsi dan upaya pemberantasannya di Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, termasuk sanksi pidana bagi para pelaku korupsi di sektor publik.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengawasan dan Pengendalian Penyalahgunaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, yang mengatur tentang kewajiban pengawasan atas pengelolaan sumber daya alam termasuk di dalamnya hutan dan perkebunan sawit.
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang melibatkan pengawasan yang ketat terhadap alih fungsi lahan dan penggunaan lahan untuk perkebunan sawit.
5. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Penataan Perkebunan Sawit, yang mengatur tata kelola perkebunan sawit di Indonesia agar sesuai dengan standar lingkungan dan ekonomi yang berlaku, pungkasnya. (Azwar)