Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Rantai distribusi mineral tambang kembali menjadi perhatian publik setelah terungkap dugaan potensi penyimpangan dalam aktivitas pengiriman barang galian tambang oleh PT Putraprima Mineral Mandiri (PPMM) yang berlokasi di Bangka, ke PT Irvan Prima Pratama (IPP) yang berbasis di Kumai, Kalimantan Tengah.
Dokumen Syahbandar Pelabuhan Kumai menunjukkan bahwa pada 13 Maret 2025, kapal tongkang yang dinakhodai Fadli mengangkut sekitar 3.000 ton material dari PPMM menuju IPP. Dan Kapal yang sama kembali melakukan pengiriman sebanyak 3.301 ton pada 12 April 2025.
IPP, berdasarkan situs resminya, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan tambang pasir zirkon (Puya), dengan fasilitas pabrik di Sungai Rangit, Kumai Hulu, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, serta kantor pusat di Surabaya.
"Baik IPP maupun PPMM ditengarai dikelola oleh keluarga Santoso, pengusaha asal Surabaya, duga Koordinator Nasional Gerakan Santri Biru Kuning (GSBK), Febri Yohansyah kepada awak media, Kamis (17/4/2025).
Dan Febri menegaskan sangat prihatin terhadap pola alur distribusi bisnis tambang seperti ini. Apalagi Para aparat hukum dan aparat pajak kok pada diam melihat ulah Bisnis IPP maupun PPMM tersebut.
"Seolah olah mengekspor sendiri, PPMM justru menjual material ke perusahaan pengolah yang kemudian menjadi eksportir, juga ke perusahaan yang sama milik keluarga Santoso, sehingga berpotensi terjadi praktik transfer pricing dan menghindari kewajiban pajak dan pelaporan ekspor secara langsung," tegas Febri.
"Kalau benar PPMM hanya menjual barang galian ke IPP, dan IPP yang mengekspor, maka ada potensi besar penerimaan negara dari sektor tambang yang tidak masuk secara optimal ke kas Negara," pungkas Febri.
Sementara Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Ucok Sky Khadafi, menyatakan bahwa pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, harus segera melakukan audit menyeluruh atas dokumen transaksi kedua perusahaan.
"Ini bukan hanya soal pengiriman material, tapi soal bagaimana potensi nilai ekspor bisa dikunci hanya dalam laporan satu perusahaan. Negara bisa kehilangan jutaan dolar dari nilai PPN, PPh Badan, hingga bea keluar jika itu berlaku. Dan Pemerintah harus bertindak cepat agar tidak jadi preseden buruk,” kata Uchok Sky.
Lebih lanjut, Uchok Sky mendesak adanya keterbukaan dalam proses perizinan dan pelaporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) bagi perusahaan tambang. "Jika material dalam jumlah ribuan ton dapat dikirim hanya selang sebulan setelah RKAB disetujui, maka perlu dikaji apakah volume tersebut berasal dari aktivitas legal dan sesuai rencana produksi, ujar Uchok Sky.
Menurut Uchok Sky, seharusnya orang seperti Bambang Patijaya sebagai orang yang mewakili daerah pemilihan Kepulauan Bangka Belitung, apalagi sekarang duduk sebagai ketua komisi di Komisi XII DPR-RI melaporkan perusahaan IPP maupun PPMM ke aparat pajak atau aparat penegak hukum.
"Ini Bambang Patijaya kok tidak berbuat apa apa, seperti jadi anggota dewan di Jakarta hanya makan gaji buta dan menikmati fasilitas negara saja, pungkas Uchok Sky. (Azwar)