Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa aliran dana PT Bara Jaya Utama (BJU) Grup selaku penerima fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Uchok menduga ada aliran dana yang digunakan oleh PT BJU untuk melakukan aktifitas tambang batu bara ilegal yang dilakukan di Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
"PT. BJU tidak melakukan aktifitas penambangan batu bara sesuai IUP yang dimiliki, dan PT BJU juga melakukan kerusakan fasilitas Bumi Perkemahan Pramuka Mayang Mangurai dan Hutan Tangap akibat penambangan koridor yang tidak memiliki legalitas perijinan dan dan dokumen amdal," jelas Uchok kepada media, Kamis (27/5/2025).
CBA juga menduga jika batu bara yang dikumpulkan dan dijual oleh PT BJU adalah batu bara yang di tambang tanpa mengantongi ijin IUP dari Kementerian ESDM dan sebagian yang dibeli dan di tambang dari petani atau koridor tambang batu bara.
"Jadi, uang fasilitas kredit yang diterima PT BJU selama ini digunakan untuk mendukung pemain tambang batu bara ilegal di Berau, yang akhirnya membuat kerusakan lingkungan, ini bisa disebut sebagai penadah," kata Uchok.
Uchok juga menyoroti potensi penyalahgunaan dana tersebut, yang diduga digunakan untuk memperkaya diri atau mendanai aktivitas penambangan ilegal PT BJU di Berau.
Selain itu, Uchok menekankan bahwa aktifitas tambang tanpa izin resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merugikan masyarakat setempat.
"KPK jangan mudah terpengaruh oleh alasan yang diberikan oleh PT BJU atau LPEI. Yang terpenting, dana sebesar Rp474,8 miliar ini harus dikembalikan ke negara. Tahun lalu juga KPMKB mendesak pemerintah untuk mengaudit PT BJU, PT SBB, dan PT SBE yang diduga menjadi penadah hasil praktik pertambangan liar di Berau” tegas Uchok.
Sebagai catatan sebelumnya KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap bos Bara Jaya Utama Grup (BJU Grup) Hendarto pada Senin 20 Januari 2025.
Hendarto diperiksa untuk kedua kalinya sebagai saksi terkait penyidikan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian.
Pemeriksaan ini berkaitan dengan pembiayaan dari LPEI kepada PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan debitur lainnya, di mana Hendarto juga diketahui merupakan mantan Komisaris Utama PT SMJL.
Kelima saksi yang telah diperiksa adalah karyawan Bara Jaya Utama (BJU) Group, yakni Verly, Bambang Irawan, Eko Cahyono yang juga karyawan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) (anak usaha BJU Group), Ari Dwi Atmaja yang juga karyawan PT KPN, dan Roby Wagner.
Dalam kasus ini juga ketujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah, Ngalim Sawego selaku Direktur Eksekutif LPEI, Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI, Basuki Setyadjid selaku Direktur Pelaksana II LPEI.
Selanjutnya, Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI, Omar Baginda Pane selaku Direktur Pelaksana V, Kukuh Wirawan selaku Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI, dan Hendarto selaku Pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit.
Penyidikan ini dilakukan berawal dari laporan masyarakat terkait dugaan korupsi di LPEI pada Mei 2023 lalu.
Selain Hendarto, mantan Kadiv Pembiayaan I LPEI, Kukuh Irawan; dan Mantan Sekretaris Direktur Pelaksana LPEI, Mutiara Permata Hati juga diperiksa KPK untuk perkara yang sama.
"Kasus ini saya lihat juga dari isu beredar ada keterlibatan Kejaksaan Agung di proses lelang barang rampasan benda sita Korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung (PPA Kejagung) pada 8 Juni 2023, dan dimenangkan oleh PT. Indobara Utama Mandiri dengan harga penawaran sebesar Rp 1,945 triliun," pungkas Uchok. (Azwar)