Tanjung Jabung Barat, wartapembaruan.co.id - Baru-baru ini masyarakat Desa Badang Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang sejatinya menolak perpanjangan HGU PT DAS ( Dasa Anugerah Sejati ) yang berakhir pada tanggal 31 Desember Tahun 2023 yang lalu, berbuntut laporan dugaan pencurian buah sawit yang dilaporkan oleh Joko Rianto selaku Humas di PT DAS.
Humas disuatu perkebunan kelapa sawit yang sejatinya mengemban tugas sebagai badan Komunikasi Korporat, malah seolah berperan menjadi seseorang yang memiliki saham pada perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga melupakan perannya selaku fasilitator komunikasi dan pemecah masalah yang menjadi isu publik yang terjadi dikalangan masyarakat sekitar perkebunan tempatnya bekerja.
Tugas Humas di perkebunan kelapa sawit dalam menanggapi isu-isu yang berkaitan dengan pemerintah, masyarakat, dan investor. Membantu manajemen dalam mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publik, mengkomunikasikan segala bentuk informasi tentang organisasi baik kepada publik, klien ataupun para investor. Memfasilitasi komunikasi, memfasilitasi pemecah masalah, bertindak sebagai komunikator atau mediator, fasilitator kepada masyarakat.
Namun pada tanggal 24 Februari tahun 2025, Joko Rianto selaku Humas PT Dasa Anugerah Sejati ( DAS) malah diduga seolah menjadi eksekutor, yang melaporkan oknum masyarakat dalam dugaan kasus pencurian kelapa sawit milik PT DAS ke Kepolisian Resort Tanjung Jabung Barat di Kuala Tungkal.
" Begitulah jika Humas di suatu perusahaan direkrut bukan dari tokoh masyarakat dan tokoh pemuda wilayah setempat, jadi hilang profesionalismenya selaku Humas. " ungkap Dedi selaku ketua kelompok tani Imam Hasan Desa Badang.
" Sedangkan PT DAS hingga saat ini dinilai belum pernah menerapkan 20 persen kewajiban perusahaan terhadap pola kemitraan. Yang mana jika perusahaan perkebunan melaksanakan keputusan terkait beberapa peraturan menteri pertanian terkait usaha perkebunan kelapa sawit yang digelutinya. Jika penerapan sesuai peraturan dan perundang-undangan, pastinya akan membawa dampak positif terhadap pembangunan perkebunan di daerah ini, terutama dampaknya terhadap masyarakat di sekitar perkebunan " terang Dedi, Minggu ( 2/3/2025).
Di samping itu PT Dasa Anugerah Sejati ( DAS ) seolah tidak mampu dan gagal dalam upaya menerapkan Free, Prior and Informed Consent ( FPIC ) yang seharusnya sudah menjadi persyaratan utama dalam Prinsip dan Kriteria (“P&C”) Roundtable on Sustainable Palm Oil (“RSPO”), yang mana aturan ini sudah diberlakukan sejak tahun 2005 yang bagi pemilik HGU pada setiap perusahaan pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Penghormatan terhadap hak atas FPIC dirancang untuk memastikan agar produksi minyak kelapa sawit lestari bersertifikat RSPO berasal dari daerah-daerah yang tidak memiliki konflik lahan atau ‘perampasan tanah’. Panduan revisi ini memberikan saran mengenai cara pelaksanaan unsur-unsur mengikat yang ada dalam standar RSPO hasil direvisi (Prinsip, Kriteria dan Indikator) terkait dengan FPIC, yang juga disusun berdasarkan saran yang sudah ada pada panduan standar RSPO hasil direvisi.
" Free, Prior and Informed Consent ( FPIC ) sendiri merupakan dokumen panduan Teknis untuk anggota RSPO dalam pengembang areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia " tambahnya.
Apa yang Dimaksud dengan FPIC, FPIC adalah hak yang dimiliki masyarakat adat dan masyarakat setempat lainnya untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan mereka.
Persetujuan ini harus diberikan atau tidak diberikan secara bebas, yang artinya tanpa adanya paksaan, intimidasi atau manipulasi. Dan melalui perwakilan masyarakat yang mereka tunjuk sendiri secara bebas seperti misalnya lembaga adat atau lembaga lainnya.
Proses FPIC seharusnya dilaksanakan sebelum berjalannya proyek, yang artinya dilaksanakan sebelum disahkannya atau dimulainya kegiatan proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit ataupun pabrik produksi pengolahan buah kelapa sawit. Dan proses tersebut harus mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan dalam proses konsultasi atau musyawarah.
Artinya Kunci dari penghormatan terhadap persetujuan ini antara lain adalah proses konsultasi kolektif yang dilakukan secara berulang, ditunjukkannya itikad baik dalam negosiasi, dialog yang terbuka dan saling menghargai, partisipasi yang luas dan berimbang, dan keputusan yang bebas oleh masyarakat untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan yang dicapai melalui cara pengambilan keputusan yang mereka tentukan sendiri.
Sebenarnya FPIC merupakan suatu bentuk ekspresi dari serangkaian perlindungan yang lebih luas atas Hak Azasi Manusia (HAM) yang melindungi hak masyarakat, untuk mengatur kehidupan, mata pencaharian, dan tanahnya, serta hak dan kebebasan lainnya. Oleh karenanya, FPIC harus dihormati bersama dengan hak-hak lainnya terkait tata kelola mandiri, partisipasi, keterwakilan, budaya, identitas, kepemilikan, pembangunan, dan yang paling penting lahan dan kawasan, tutupnya.
(Tim)