Iklan

Siaran Pers IHII: Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang Inklusif, Adaptif dan Berkelanjutan

warta pembaruan
01 Maret 2025 | 7:13 PM WIB Last Updated 2025-03-01T12:13:39Z


Jakarta, Wartapembaruan.co.id
- Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) yang terdiri dari Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) sudah memasuki tahun kesebelas dalam operasionalisasi di bawah BPJS Ketenagakerjaan, sementara Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) memasuki tahun kelima yang dikelola bersama antara BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) menggelar diskusi terbatas pada hari Kamis, 27 Februari 2025 lalu yang membahas tentang upaya memajukan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Tampil sebagai pembicara adalah Direktur Perencanaan Strategis dan TI BPJS Ketenagakerjaan, Zainudin; Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Fasilitasi Kesejahteraan Pekerja, Decky Haedar Ulum, S.E., M.Kes.; dan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar.

Dalam presentasinya para pemateri memaparkan tentang tantangan jaminan sosial ketenagekarjaan saat ini dan masa depan, serta peran jaminan sosial ketenagakerjaan untuk mendukung perekonomian nasional, Perusahaan dan pekerja/buruh.

Tentunya sudah banyak manfaat yang diberikan kelima program ini kepada pekerja Indonesia, baik pekerja formal, informal, Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan pekerja jasa konstruksi (Jakon).

Jumlah kepesertaan meningkat dan ini berkorelasi dengan peningkatan dana kelolaan yang semakin baik, yang berdampak pada pelaksanaan kelima program jaminan sosial ketenagakerjaan karena lebih diperkuat dengan ketahanan dana yang semakin baik.

Namun demikian pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan memiliki berbagai tantangan, seperti di tingkat internasional menghadapi kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang didukung kondisi Geopolitik dan Ekonomi; Teknologi dan Digitalisasi; PerubahanSosial dan Budaya; dan Climate Change.

Terkhusus di Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang diperhadapkan pada Middle Income Trap; Hilirisasi Nikel dan Kawasan Ekonomi Khusus; serta Efisiensi belanja pemerintah.

Kondisi Literasi Digital masih rendah seperti Keamanan data masih rentan, Belum meratanya infrastruktur, serta Etika penggunaan AI dan Big Data yang rentan kebocoran informasi. SDM pun masih terus menjadi tantangan seperti Ancaman PHK karena pergantian ke mesin dan teknologi, Mayoritas informal, dan aging population.

Isu dan Tantangan Ketenagakerjaan Indonesia pada Tahun 2025 yang mayoritas diisi oleh Pekerja Informal (60% dari total orang bekerja), yang mencuat adalah PHK di Sektor Garmen, Tekstil, Alas Kaki; Sistem kerja Outsourcing meningkat dengan upah rata-rata setara dengan UMP/K; Kenaikan Upah dibatasi (PP 51 Tahun 2023 junto Permenaker no. 16 Tahun 2024 tentang Pengupahan dan mengatur kenaikan upah); Pola Kerja Kemitraan tidak hanya transportasi saja; Pekerja Magang seperti Magang Pendidikan, dan Magang Kerja; Upah Pekerja UKM (upah berdasarkan kesepakatan sesuai Pasal 36 ayat 2 PP 36 tahun 2021).

Menyandingkan kondisi jaminan sosial di Indonesia dengan negara-negara maju yang memang sudah lama melaksanakan jaminan sosial, perlu banyak pembenahan dari sisi regulasi dan pelaksanaannya. Namun demikian, pelaksanaan jaminan sosial Indonesia tetap harus mampu mencapai apa yang sudah dilaksanakan di negara-negara tersebut.

Negara Skandinavia dan beberapa di Eropa memiliki cakupan Jaminan Sosial tertinggi di dunia, yaitu Kesehatan dan pendidikan100% gratis, dan Jaminan pensiun 60-80% dari gaji terakhir. Tunjangan kehilangan pekerjaan di Jepang hingga 80% dari gaji terakhir serta Asuransi Kesehatan termasuk free medical check up tahunan. Singapura, Taiwan, dan Tiongkok memiliki subsidi Pendidikan dan perumahan, Taiwan punya bansos bagi lansia dan penyandang disabilitas.

Pengelolaan dana pensiun di berbagai negara sudah sangat membantu perekonomian negaranya, seperti dana kelolaan pensiun di Belanda $ 2.06 Triliun (210% dari PDB), Islandia $ 44.9 Miliar (194% dari PDB), Denmark (175% dari PDB), Australia $ 1.75 Triliun (128.7% dari PDB), Singapura (86.8% dari PDB), Hong Kong $ 189.8 Miliar (54% dari PDB), Tiongkok (Estimasi 45% dari PDB, Malaysia 60% dari PDB, Jepang $ 4.32 Triliun (37%dari PDB), dan Taiwan 39% dari PDB.

Hal ini berbeda dengan Jaminan Pensiun di Indonesia yang masih rendah, dan nilainya jauh di bawah negara-negara yang telah disebut di atas, yaitu masih sekitar 6 persen dari PDB. Tentunya dana kelolaan jaminan pensiun (termasuk JHT dan program Jaminan sosial lainnya) akan sangat mendukung perekonomian Indonesia, namun belum optimal, seperti bila kita bandingkan dengan negara tetangga kita Singapura dan Malaysia.

Jaminan sosial juga menjadi instrument yang membantu eksistensi Perusahaan. Di Tengah maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor padat karya, Pemerintah menerbitkan PP no. 6 tahun 2025 tentang Program JKP dan PP no. 7 Tahun 2025 tentang relaksasi Iuran JKK di sektor padat karya.

Isi PP no. 6 Tahun 2025 adalah kenaikan manfaat uang tunai menjadi 60 persen untuk paling lama 6 bulan di Program JKP; Masa daluarsa klaim JKP menjadi 6 bulan; Perusahaan pailit atau tutup dan menunggak paling lama 6 bulan maka pekerja ter PHK dapat manfaat JKP; Kepesertaan JKN diperluas serta Rekompisisi JKm dihentikan untuk mendukung ketahanan dana JKm.

Sementara PP No. 7 Tahun tahun 2025 memberikan diskon pembayaran iuran JKK sebesar 50 persen di Enam Sektor Padat Karya dengan pekerja minimal 50 pekerja, selama 6 bulan sejak Februari hingga Juli 2025. Tentunya hal ini akan mendukung cash flow Perusahaan padat karya tersebut.

Untuk mendukung kemajuan jaminan sosial ketenagakerjaan ke depan, penting jaminan sosial menjadi inklusif, adaptif dan bekerlanjutan.

Untuk memastikan jaminan sosial ketenagakerjaan inklusif khususnya untuk pekerja informal dan pekerja miskin maka IHII mendorong segera diimplementasikannya JKK dan JKm bagi pekerja informal miskin yang bersumber dari APBN dengan merevisi PP No. 76/2015. Lalu Pekerja sektor mikro dan kecil diwajibkan ikut JHT dan JP dengan merevisi Perpres No. 109/2013. Lalu IHII juga mendukung akses kepesertaan jaminan pensiun bagi Pekerja Informal, PMI dan Jakon, dengan merevisi Pasal 39 – 42 UU SJSN.

Untuk memastikan jaminan sosial ketenagakerjaan lebih adaftif maka penting melakukan perbaikan regulasi Jaminan sosial ketenagakerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pekerja pada saat bekerja dan pasca bekerja seperti merevisi PP 45/2015 dengan memperbaiki manfaat pasti jaminan pensiun.

Tentunya memastikan keberlanjutan program jaminan pensiun maka IHII mendesak Pemerintah untuk menaikan iuran Jaminan Pensiun secara bertahap menuju 8 persen.

Hal ini penting untuk memastikan ketahanan dana jaminan pensiun sehingga manfaat pensiun dapat diberikan kepada seluruh pekerja disepanjang masa.

IHII juga sepakat dengan penghentian rekomposisi iuran JKm  ke Program JKP agar ketahanan dana JKm semakin membaik demi mendukung keberlanjutan program JKm.

IHII mendorong Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan untuk terus melakukan edukasi dan sosialisasi Program Jaminan sosial Ketenagakerjaan kepada pekerja dan pengusaha untuk lebih mendukung jaminan sosial yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan. (Azwar)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Siaran Pers IHII: Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang Inklusif, Adaptif dan Berkelanjutan

Trending Now

Iklan