JAKARTA, Wartapembaruan.co.id – Praktik pungutan liar (pungli) dalam penerbitan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan nomor cantik di lingkungan Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya kembali menjadi sorotan. Masyarakat mengeluhkan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya transparan justru menjadi celah bagi oknum untuk melakukan pungli, merugikan pemohon dan mencoreng citra pelayanan publik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016, biaya resmi penerbitan BPKB ditetapkan sebagai berikut:
Kendaraan roda dua dan tiga: Rp225.000
Kendaraan roda empat atau lebih: Rp375.000
Namun, di lapangan, sejumlah pemohon mengaku dipaksa membayar lebih dari tarif resmi, bahkan hingga tiga kali lipat.
"Pengumuman resmi PNBP memang terpampang di loket, tapi di lapangan kami ditagih jauh lebih tinggi. Jika dalam setahun ada ratusan ribu kendaraan baru yang didaftarkan di bawah Polda Metro Jaya, bisa dibayangkan berapa triliun rupiah pungli yang terjadi," ujar seorang pemilik biro jasa showroom yang enggan disebutkan namanya.
Tak hanya dalam penerbitan BPKB, pungli juga marak dalam pengajuan nomor cantik. PP Nomor 76 Tahun 2020 menetapkan biaya resmi nomor kendaraan sebagai berikut:
1 Angka: Rp15.000.000 (dengan huruf), Rp20.000.000 (tanpa huruf)
2 Angka: Rp10.000.000 (dengan huruf), Rp15.000.000 (tanpa huruf)
3 Angka: Rp7.500.000 (dengan huruf), Rp10.000.000 (tanpa huruf)
4 Angka: Rp5.000.000 (dengan huruf), Rp7.500.000 (tanpa huruf)
Namun, pemohon mengaku harus membayar jauh lebih mahal. Untuk nomor tiga angka tanpa huruf, misalnya, seharusnya hanya dikenakan Rp10 juta. Tetapi beberapa oknum diduga meminta tambahan hingga ratusan juta rupiah. Jika tidak membayar, pemohon kesulitan mendapatkan nomor yang diinginkan.
Dugaan praktik pungli ini telah menarik perhatian berbagai pihak, termasuk lembaga anti-korupsi. Masyarakat berharap pemerintah dan kepolisian segera mengambil langkah konkret untuk memberantas pungli, terutama dalam layanan kepemilikan kendaraan bermotor yang seharusnya transparan dan sesuai ketentuan hukum.
Tak hanya publik, Komisi III DPR juga pernah menyoroti pungli dalam layanan penerbitan STNK, BPKB, dan SIM. Mereka bahkan mendesak agar kepolisian berada di bawah Kementerian Dalam Negeri demi meningkatkan pengawasan. Kapolri sendiri telah berulang kali menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas segala bentuk pungli di layanan kepolisian.
Kini, masyarakat menantikan aksi nyata dari pihak berwenang. Apakah kepolisian benar-benar akan menindak tegas oknum-oknum nakal ini, atau praktik pungli akan terus mencoreng sistem pelayanan publik?
Redaksi sudah berusaha melakukan konfirmasi ke Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman, melalui WhatsApp, Selasa (4/3), namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan.