Iklan

Pelaporan Jampidsus Febrie Adriansyah ke KPK untuk Mengganggu Pemberantasan Korupsi Kakap yang Ditangani Kejagung

warta pembaruan
15 Maret 2025 | 3:34 PM WIB Last Updated 2025-03-15T08:34:09Z


JAKARTA, Wartapembaruan.co.id
- Pelaporan terhadap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga untuk mengganggu pemberantasan korupsi kakap yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung. Pasalnya, waktu pelaporan bertepatan dengan gencarnya pemberantasan korupsi Rp1.000 triliun Pertamina. Sedangkan isi laporan terlalu dipaksakan memiliki kaitan dengan Febrie Adriansyah sebagai Jampidsus.

Pelaporan terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah  yang dilakukan pihak yang mengatasnamakan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) kepada KPK pada 10 Maret 2025 tersebut bukan laporan pertama. Sebelumnya KSST juga melakukan hal yang sama pada 2024 lalu. Bila sekarang KSST 'mengganggu' Jampidsus saat Kejaksaan Agung menangani kasus dugaan korupsi PT Patra Niaga Pertamina yang merugikan negara Rp1.000 triliun, maka pada 2024 lalu KSST 'mengganggu' Jampidsus ketika Kejagung mengusut korupsi timah yang merugikan negara Rp300 triliun. 

Selain dua waktu pelaporan yang kebetulan saat Kejagung menangani dua kasus korupsi kakap, isi laporan juga terlalu dipaksakan untuk 'menarget' Febrie Adriansyah. Seperti diketahui saat ini ada empat serangan terhadap Febrie. Pertama, penjualan saham PT Gunung Bara Utama (GBU) milik Heru Hidayat. Kedua, penyelidikan tata kelola tambang di Kalimantan Timur. Ketiga, dakwaan Zarof Ricar. Dan Keempat, soal kedekatan Febrie Adriansyah sebagai Dewan Penasehat Alumni Universitas Jambi dengan pengusaha yang juga alumni Universitas Jambi.

Laporan penjualan saham sitaan PT GBU berdasarkan penelisikan wartawan, sangat aneh jika dikaitkan dengan Febrie Adriansyah sebagai Jampidsus. Setidaknya ada empat fakta dan satu logika umum (common sense) yang secara tegas membantah keterkaitan pelelangan aset PT GBU tersebut dengan Febrie Adriansyah.

Fakta pertama adalah penjualan asset sitaan tersebut dilakukan KPKNL. KPKNL singkatan dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. KPKNL merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). DJKN berada di lingkup Kementerian Keuangan bukan Kejaksaan Agung tempat lingkup Jampidsus. 

Fakta kedua adalah appraisal atau penaksiran nilai asset PT GBU dilakukan Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP). KJPP ini diminta oleh Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung, bukan Jampidsus.  Dalam struktur organisasi Kejaksaan Agung, BPA dan Jampidsus sejajar dan langsung tunduk kepada Jaksa Agung.

Fakta ketiga adalah BPA mendapatkan aset sitaan PT GBU setelah perkara inkrah atau sudah berkekuatan hukum tetap.  Ini artinya Kantor Jampidsus hanya bertanggung jawab membuktikan aset sitaan terkait dengan pidana korupsi dan kemudian diserahkan kepada BPA agar kerugian negara bisa dipulihkan.

Berdasarkan tiga fakta tersebut, menjadi fakta tersendiri pula bahwa keberadaan aset perkara Jiwasraya yang ditangani BPA tidak lagi berkaitan dengan Jampidsus. Pertanyaannya, mengapa KSST selalu ngotot melaporkan Jampidsus ditengah penyidikan korupsi kakap.

Logika umum publik kian sulit mempercayai laporan KSST adalah apakah Jampidsus ‘sebodoh’ itu ‘bermain’ dengan aset sitaan yang sudah dikendalikan lembaga lain. Padahal kalau mau, ia bisa saja ‘menilep’ sebelum aset itu disita dan belum dikendalikan lembaga lain.

Sebagai lembaga penegak hukum, KPK memang wajib menampung semua pengaduan masyarakat. Termasuk pengaduan yang dipelopori KSST.  Namun para pemimpin KPK tentu tidak akan membiarkan lembaga anti rasuah itu 'dimanfaatkan' pihak tertentu sebagai alat pengganggu pemberantasan korupsi yang sedang dilakukan Kejagung. 

Selain akan membuang waktu dan energi, alangkah baiknya sumber daya yang ada di KPK di gunakan untuk penanganan kasus kasus korupsi besar dan menjadi prioritas kepentingan bangsa atau masyarakat banyak.   

Sehingga masyarakat akan menilai bahwa semua aparat penegak hukum kompak memberantas korupsi yang selama ini dikeluhkan Presiden Prabowo Subianto dan menjadi hambatan untuk mencapai target kemakmuran masyarakat sebagaimana ASTA CITA yang harus terwujud.

Sementara soal kasus Zarof Ricard terkait asal usul uang suap Rp920 miliar serta 51 kilogram emas yang ditemukan di rumahnya saat penggeledahan tidak dimasukan dalam surat dakwaan, karena belum ada alat bukti yang kuat dan tersangka Zarof Ricard tidak mau buka suara dan memberikan keterangan kepada penyidik Jampidsus mengenai asal usul uang suap dan gratifikasi hampir Rp1 triliun tersebut. 

Hal tersebut disampaikan Direktur Penuntutan pada Jampidsus, Sutikno dalam menanggapi dakwaan JPU terhadap terdakwa Zarof Ricar. 

Ia mengatakan pada saat penyidikan, Zarof Ricar tidak mengakui bahwa uang hampir Rp1 triliun dan 51 kilogram emas itu berasal dari hasil suap dan gratifikasi penanganan perkara di pengadilan dan Mahkamah Agung (MA).

Bahkan, kata Sutikno, tim penyidik Jampidsus telah berupaya mengejar semua sumber alat bukti untuk mengetahui asal uang suap yang diterima Zarof. Namun hingga batas waktu penahanan Zarof habis, alat bukti tersebut belum diperoleh. Jaksa telah berupaya, tapi  alat bukti yang cukup baru ditemukan dalam kasus suap yang di terima KPN Heru Budi yang kemudian ditetapkan tersangka,” kata Sutikno.

Selain  perkara Zarof Ricar masih dikembangkan penyidik,   Zarof Ricar sebenarnya juga bukan seorang hakim yang memutuskan sebuah perkara. Ia hanya berperan sebagai perantara untuk mengurus perkara. Peranannya lebih tepat sebagai makelar kasus (markus).

Oleh karena itu pengenaan pasal suap kepada Zarof Ricar tidak tepat karena ia tak memiliki kewenangan sebagai objek transaksional. Namun pengenaan pasal gratifikasi akan mudah terbukti karena tak menuntut penerima gratifikasi memiliki kewenangan atau tidak. Selain itu, ancaman hukuman maksimal suap lebih rendah dari gratifikasi. 

Atas dasar itu sangat aneh jika ada pihak yang ingin Kejagung menyelesaikan dulu semua dugaan pengurusan perkara sebelum perkara Zarof Ricar dilimpahkan ke pengadilan.  Ini logikanya sama saja mendorong status Zarof Ricar lepas demi hukum. 

Selanjutnya terkait kasus korupsi yang dituduhkan pelapor mengenai penyalahgunaan wewenang dalam tata kelola tambang batubara di Kalimantan Timur hingga kini masih dilakukan penyidikan. Berdasarkan informasi yang diterima, tim penyidik Jampidsus tengah menghitung kerugian negara yang ditimbulkan, karena kasus ini cukup besar dan rumit, maka membutuhkan waktu yang lama, agar tidak salah mengkonstruksikan modusnya.

"Kasus tata kelola batubara di Kalimantan Timur masih terus berjalan penyidikannya. Pada saatnya akan disampaikan ke publik terkait sejumlah pihak yang akan ditetapkan tersangka," ujar sumber di internal Kejagung, kepada wartawan. 

Selain itu soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dituduhkan kepada Jampidsus dengan melibatkan sejumlah pihak yang disebut sebagai gatekeeper, itu tidak ada kaitan sama sekali dengan Febrie. Karena teman-teman kuliah yang dituduhkan sebagai gatekeeper tentunya sejak tamat kuliah mempunyai kesibukan dan profesi di banyak bidang, sama sekali tidak terkait dengan profesi Febrie sebagai Jaksa. Tidak adil jika semua orang yang dekat secara keluarga atau teman sejak lama dituduh semuanya terlibat korupsi.

Karakter Jampidsus Mau Dihancurkan

Berdasarkan hal itu tidak aneh banyak pihak akhirnya berkesimpulan bahwa Febrie Adriansyah sedang mendapatkan serangan balik dari koruptor. Pendapat itu disampaikan pakar hukum, pengamat intelijen sampai dengan legislator. 

Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Hasibuan menilai bahwa pelaporan yang dilakukan KSST ke KPK sebagai upaya untuk menghancurkan karakter Jampidsus Febrie Adriansyah yang selama ini dikenal berani dan gencar memberantas kasus korupsi kelas kakap. Menurutnya itu serangan balik koruptor dan perlawanan terhadap Jampidsus Febrie yang saat ini tengah membongkar kasus korupsi besar yang merugikan negara triliunan rupiah. 

“Dia getol memberantas korupsi. Sekarang karakternya mau dihancurkan,” kata Umar dalam unggahannya di akun X Twitter, yang dikutip, pada Jumat (14/03/2025).

Meski demikian, Umar Hasibuan memberikan dukungan penuh kepada Febrie Ardiansyah agar tidak gentar menghadapi tekanan yang ada.

“Jangan mundur Pak Febrie, karena banyak rakyat Indonesia mendukungmu," ujar Umar.

Terkait pihak-pihak yang mengomentari dakwaan Zarof Ricar tak mencantumkan semua asal usul uang suap hampir Rp1 triliun, pihak tersebut tidak tahu fakta bahwa proses pemanggilan dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terduga pemberi suap masih berjalan dan ini tidak dikonfirmasi sebelumnya ke pihak Pidsus Kejagung, bahkan perkara TPPU Zarof masih gencar dilakukan penyidik, terkesan pelapor didorong pihak-pihak yang ketakutan menjadi sasaran berikut setelah perkara Zarof dilimpah.

"Kasus korupsi Zarof Ricard dikaitkan jampidsus, ini pembunuhan karakter, publik percaya fakta, bukan opini yang menyesatkan," kata Pemerhati Intelijen, Sri Radjasa MBA dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, yang dikutip pada Senin 17 Februari 2025 lalu.

Secara terpisah, pakar hukum Prof Hibnu Nugroho  menyebutkan bahwa berita soal desakan  KSST kepada KPK diduga merupakan serangan balik koruptor untuk menghambat pemberantasan korupsi besar yang dilakukan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah. 

Selain itu, Hibnu menghimbau KPK sebaiknya bisa berkolaborasi dengan Kejaksaan untuk memberantas mafia-mafia berkedok bisnis yang telah menggarong hak-hak masyarakat. Hibnu juga mengatakan, KPK jangan hanyut terbawa skenario dari aktor intelektual di balik para pelapor yang mengaku sebagai penggiat anti korupsi. Dan sebaiknya pelapor juga harus membantu penyidik memberi informasi tentang mafia minyak di Pertamina yang selama ini kebal hukum.

Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto ini juga mengatakan desakan dari pelapor tersebut sebagai usaha untuk menganggu penyidikan kasus korupsi besar yang merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah, dan kini tengah ditangani Jampidsus Kejagung bersama jajarannya. 

"Ya ini (serangan balik koruptor) sebagai usaha untuk menghambat pemberantasan korupsi oleh Jampidsus Febrie Adriansyah," kata Prof Hibnu dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Senin 27 Januari 2025 lalu. 

Sebab, lanjut dia, dengan adanya serangan dari pihak atau aktor intelektual yang memerintahkan Koordinator KSST melayangkan desakan dan diramaikan pemberitaan di media massa dapat menganggu proses penyidikan kasus korupsi dan mempengaruhi fokus dan strategi yang dilakukan penyidik.

"Sebab dengan serangan yang bertubi- tubi bisa mempengaruhi psikologis Jampidsus," tutur Hibnu yang merupakan Guru Besar Ilmu hukum pidana di bidang tindak pidana korupsi.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pelaporan Jampidsus Febrie Adriansyah ke KPK untuk Mengganggu Pemberantasan Korupsi Kakap yang Ditangani Kejagung

Trending Now

Iklan