Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menegaskan, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ribuan buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) akibat proses pailit adalah tindakan illegal dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi terbaru No 168/PUU-XXI/2023 dan Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini.
Said Iqbal menyampaikan ada sejumlah alasan mengapa PHK massal yang dilakukan Sritex terhadap buruhnya merupakan tindakan illegal.
Alasan pertama, PHK terhadap ribuan buruh Sritex tidak melalui mekanisme bipartit antara serikat pekerja dan manajemen perusahaan, apalagi dilanjutkan ke tahap tripartit bersama mediator dari Dinas Tenaga Kerja.
"Kalau memang ada hasil perundingan antara serikat pekerja dan manajemen, tunjukkan notulennya," tegas Said Iqbal.
Justru yang terlihat, buruh diminta secara individual untuk mendaftarkan PHK. Kalau benar itu terjadi, patut diduga disertai intimidasi. Buruh dibodoh-bodohi. Sebab belum ada kejelasan apa saja hak-hak yang akan diterima oleh para buruh.
"Siapa yang menjamin pembayaran pesangon? Apakah perusahaan atau kurator? Dan apakah uangnya ada?" ungkap Iqbal mempertanyakan.
Alasan kedua, Said Iqbal menyebut buruh tidak diberi kesempatan menolak PHK melalui proses di hadapan pegawai mediator bila tidak setuju dengan hak-haknya yang akan didapat. Seharusnya buruh mendapat ruang untuk menyampaikan ketidaksetujuan terhadap PHK maupun besaran hak yang diterima. Namun kenyataannya, yang terjadi justru buruh diajak menyanyi-nyanyi sambil menangis.
" Drama apa yang sedang dimainkan? Ini bukan kenangan terindah, ini kenangan terpahit. Dirut Sritex tidak perlu menangis pakai lagu kenangan kalau tidak ada kejelasan hak buruh," kritik Said Iqbal, seraya mengingatkan hak buruh yang dimaksud adalah pesangon, penghargaan masa kerja, THR 2025, dan lain sebagainya.
Alasan ketiga, dimana peran Menteri Ketenagakerjaan, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, dan Dinas Tenaga Kerja?* Negara absen dalam pelindungan terhadap buruh. Menteri Ketenagakerjaan dan Wakil Menteri tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya. Dinas Tenaga Kerja pun tidak menunjukkan keterlibatan dalam proses PHK massal ini.
"Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan hanya lip service, tidak memahami mekanisme perselisihan PHK. Satu kasus Sritex saja tidak bisa diurus, bagaimana akan menyelamatkan industri nasional," kecam Said Iqbal.
*Karena itu, Partai Buruh mendesak agar Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan dicopot dari jabatannya.*
Alasan keempat, jumlah buruh terdampak tidak hanya pekerja Sritex, tetapi juga pekerja di anak perusahaan serta rantai pasoknya yang melibatkan penyedia bahan baku, makanan, angkutan, hingga pemasok lainnya. Jika dihitung, pekerja terdampak bisa mencapai ratusan ribu orang.
Berdasarkan informasi yang kami terima, jumlah pekerja di PT Sritex dan seluruh anak perusahaannya diperkirakan mencapai puluhan ribu orang. Jika dihitung lebih luas, ekosistem yang bergantung pada keberlangsungan Sritex jauh lebih besar, karena mencakup pula pekerja dari perusahaan pemasok bahan baku, jasa penyedia makanan, transportasi, hingga berbagai supplier lainnya. Mereka semua menggantungkan hidup dari aktivitas produksi Sritex.
Maka, jika dihitung secara keseluruhan, ada potensi ratusan ribu orang yang terdampak atas kepailitan Sritex ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Situasi ini semakin memprihatinkan karena hingga saat ini tidak ada kejelasan mengenai hak-hak buruh yang di-PHK. Belum ada transparansi mengenai berapa nilai hak yang akan diterima pekerja, apakah sesuai dengan ketentuan undang-undang, atau justru di bawah standar.
Publik juga belum mendapat informasi apakah sudah ada perjanjian resmi antara kurator dengan pihak buruh atau serikat pekerja untuk menjamin pembayaran hak-hak tersebut. Padahal saat ini, kendali penuh atas keuangan perusahaan ada di tangan kurator. Tanpa adanya kepastian hukum yang jelas, buruh terancam kehilangan hak pesangon, upah, dan hak-hak normatif lainnya. Inilah mengapa kami mendesak transparansi penuh dalam proses ini.
Kelima, lelang yang dilakukan kurator apakah juga akan melibatkan serikat buruh. Karena kurator bisa jual lelang di bawah harga. Dari hasil pelelangan jual asset itulah akan diketahui berapa uang yang terkumpul dari hasil penjualan asset Perusahaan.
"Apakah ada kesepakatan dengan kurator? Berapa nilai hak buruh? Apakah lelang aset melibatkan serikat pekerja? Jangan sampai aset dijual murah dan buruh ditinggalkan tanpa kejelasan," tegas Said Iqbal.
Pertanyaannya, kenapa perusahaan masih berjalan kenapa dipailitkan. Apakah akan masuk investor baru dengan membeli harga di bawah harga asset? Atau jangan-jangan pimpinan Perusahaan membentuk PT baru? Bisa jadi pimpinan Perusahaan membuat Perusahaan baru, negara kehilangan pajak, kehilangan tenaga kerja yang sudah terdidik, buruh rugi pailit dibayar pesangon murah.
Patut diduga ada kelompok yang sedang bermain. Saya tidak tahu siapa yang bermain, tetapi menduga. Apakah oknum pemerintah, oknum menteri, aknum pengusaha yang berkolaborasi dengan Menteri, mereka ingin membeli dengan harga murah.
Harusnya, selama asset pelelangan belum terjual, upah harus tetap dibayar. Itu gunanya kesepakatan, ada kepastian, selama upah dibayar.
Buruh diminta mencairkan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebagai pengganti hak-haknya, padahal banyak buruh yang masih ingin melawan PHK dan belum mendapatkan kepastian hak. Padahal untuk mencairkan hak tersebut, diperlukan surat keterangan masa kerja dan paklaring, yang justru berpotensi memaksa buruh menerima PHK tanpa perlawanan.
Alasan keenam, sangat menyakitkan, PHK massal ini dilakukan menjelang bulan Ramadhan, saat buruh sangat membutuhkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Momen ini justru dimanfaatkan untuk melemahkan posisi buruh yang sedang terdesak secara ekonomi.
Ketujuh, buruh diminta mencairkan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebagai pengganti hak-haknya, padahal banyak buruh yang masih ingin melawan PHK dan belum mendapatkan kepastian hak. Padahal untuk mencairkan hak tersebut, diperlukan surat keterangan masa kerja dan paklaring, yang justru berpotensi memaksa buruh menerima PHK tanpa perlawanan.
Atas berbagai alasan tersebut, Partai Buruh dan KSPI akan mengambil sejumlah langkah strategis.
Pertama, membuka posko advokasi buruh Sritex untuk membantu buruh yang menolak PHK, memperjuangkan hak pesangon, tunjangan hari raya, dan hak-hak lainnya. Kedua, membentuk tim hukum untuk mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini akan diajukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Ketenagakerjaan beserta wakilnya, Menteri Investasi, serta pimpinan PT Sritex.
Partai Buruh dan KSPI juga akan menggelar aksi nasional dengan titik utama di Istana Negara dan Kementerian Ketenagakerjaan, serta aksi serentak di berbagai wilayah termasuk Semarang pada tanggal 5 Maret 2025.
"Aksi ini adalah cara kami mendukung pemerintahan yang bersih, dengan menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap buruh harus dihentikan," tegas Iqbal.
Selain itu, Partai Buruh dan KSPI akan membentuk Satuan Tugas atau Satgas Sritex. Satgas ini bertugas menjaga aset perusahaan agar tidak dijual secara sembarangan, memantau keluar-masuk barang, serta mencegah kerugian buruh akibat PHK yang digantikan oleh tenaga outsourcing murah.
Partai Buruh dan KSPI menegaskan bahwa negara tidak boleh lepas tangan dalam tragedi ini. Buruh Sritex harus mendapatkan hak-haknya secara penuh, dan permainan kotor di balik kepailitan Sritex harus diungkap.
"Selama aset belum terjual, upah buruh harus tetap dibayar. Ini soal kepastian dan keadilan," pungkas Said Iqbal dengan tegas. (Azwar)