Oleh: Timboel Siregar (Sekjen OPSI/Pengamat Ketenagakerjaan)
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Dalam Pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XXI/2023 di halaman 676 (akhir) dan 677 (awal) mengamanatkan pembentuk UU untuk membuat UU Ketenagakerjaan yang baru yang substansinya menampung materi UU No. 13 Tahu 2003 dan UU No. 6 Tahun 2023, serta sekaligus menampung substansi dan semangat sejumlah putusan Mahkamah yang berkenaan dengan ketenagakerjaan dengan melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB).
Kalimat di atasnya masih di halaman 676 dan 677 mengamanatkan tentang pembentukan sejumlah materi/substansi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki di bawah undang-undang, termasuk dalam sejumlah peraturan pemerintah, dimasukkan sebagai materi dalam undang-undang ketenagakerjaan. Saya memaknai kalimat ini salah satunya adalah mengatur kembali nilai kompensasi PHK ke dalam UU Ketenagakerjaan yang baru.
Pada UU no. 13 Tahun 2003 mengatur tentang alasan-alasan PHK yang disertai nilai kompensasi PHK (Pesangon, Penghargaan Masa Kerja, dan Penggantian Hak) namun di UU no. 6 Tahun 2023 hanya mengatur alasan PHK sementara nilai kompensasi PHK diatur di PP no. 35 tahun 2021. Pengaturan nilai kompensasi PHK di tingkat Peraturan Pemerintah (PP) membuka ruang bebas bagi Pemerintah untuk mengatur ulang kompensasi PHK, yang kecenderungannya menurunkan nilai kompensasi PHK di kemudian hari tanpa persetujuan DPR.
Dengan adanya amanat Putusan MK no. 168 tersebut maka pembentuk UU yaitu Pemerintah dan DPR harus mengembalikan pengaturan Nilai Kompensasi PHK ke Tingkat UU yaitu diatur kembali dalam UU Ketenagakerjaan yang baru.
Nilai Kompensasi PHK yang ada di PP no. 35 tahun 2021 tidak memberikan keadilan kepada pekerja/buruh karena nilai kompensasi PHK tersebut mendukung ketidakpastian bekerja bagi pekerja/buruh. Dengan kompensasi yang menurun signifikan dibandingkan dengan yang ada di UU 13 Tahun 2003 maka pekerja/buruh mudah di PHK dengan alasan PHK yang ditambah lebih banyak.
Oleh karenanya di UU Ketenagakerjaan yang baru nantinya, nilai kompensasi PHK dikembalikan seperti nilai kompensasi PHK yang ada di UU no. 13 Tahun 2003. Demikian juga alasan PHK yang ada di UU no. 6 Tahun 2023 dikembalikan ke UU No. 13 Tahun 2003.
Pengembalian alasan PHK dan nilai kompensasi PHK ke Tingkat UU ini sebagai implementasi amanat Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 khususnya terkait atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi pekerja/buruh.
Hal penting lainnya dalam pertimbangan hukum Putusan MK tersebut juga mengamanatkan proses pembentukan UU Ketenagakerjaan yang baru harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja/serikat buruh. Dan keterlibatan aktif ini juga selaras dengan Pasal 96 UU No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan kedua atas undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti Naskah Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan dapat diakses dengan mudah oleh Masyarakat khususnya SP/SB.
Saya berharap SP/SB dapat bersatu dan mulai membicarakan substansi UU Ketenagakerjaan yang baru nantinya dengan satu konsep dan satu usulan. Putusan MK no. 168 harus dimanfaatkan secara maksimal sesegera mungkin oleh SP/SB untuk melaksanakan amanat Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yaitu memastikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi pekerja/buruh. (Azwar)
Pinang Ranti, 7 Februari 2025