Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Ketua Umum Komite Politik Nasional Partai Buruh, Rivaldi Haryo Seno menyatakan, pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden RI, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah mengabaikan kepentingan kelas pekerja.
Untuk itu, Rivaldi menuntut pemerintahan Prabowo-Gibran membuka ruang partisipasi yang demokratis bagi kelas pekerja dengan membangun persatuan rakyat di bawah kelas pekerja.
“100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran telah menunjukkan wajah yang semakin jelas dari sebuah pemerintahan yang bercorak kapitalisme-neoliberal, militeristik, dan semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi,” kata Rivaldi, dikutip melalui pernyataannya, Minggu (2/2/2025).
Menurut Aldi, sapaan akrab Rivaldi, pemerintahan Prabowo-Gibran mengusung narasi persatuan nasional. Namun nyatanya, narasi itu kosong tanpa representasi politik kelas pekerja di dalamnya.
Pasalnya, tidak ada langkah nyata untuk mendorong inklusi kelas pekerja dalam kekuasaan. Sebaliknya, Aldi mengungkapkan, kebijakan-kebijakan yang mengorbankan hak buruh demi menarik investasi asing, justru memperlihatkan keberpihakan pemerintah pada pemilik modal, bukan rakyat pekerja.
“Pemerintah saat ini menampilkan diri sebagai rezim yang bertumpu pada akumulasi modal bagi oligarki dan korporasi besar, sembari mengabaikan kepentingan rakyat pekerja, petani, perempuan, dan kaum muda yang menjadi pondasi utama negara,” ungkap Aldi.
Aldi menuturkan, masih menyaksikan ruang gerak rakyat semakin dibatasi bila dilihat dari berlakunya KUHP baru pada 2026. "Hal itu akan menjadi kemunduran bagi demokrasi," tutur Aldi.
Aldi menambahkan, pemerintahan Prabowo-Gibran tidak hanya mempertahankan, tetapi memperparah represi terhadap hak-hak dasar warga negara. Tentu hal itu tidak mengherankan, mengingat sejarah kelam pelanggaran HAM yang melekat pada pemimpin negara saat ini.
“Momentum putusan MK yang menghapus ambang batas pilkada, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas calon presiden (presidential threshold) pun terasa sumbang,” imbuh Aldi.
“Ketika melihat jajaran kabinet presiden Prabowo yang besar tidak mewakili kepentingan kelas pekerja, begitu dengan parlemen yang mayoritas diduduki oleh KIM (Koalisi Indonesia Maju) Plus yang dibentuk Prabowo,” sambungnya.
Aldi juga menyebut, kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya mengedepankan akomodasi elit semata, tanpa keterlibatan kelas pekerja dan check and balance disetiap kebijakan. “Hal ini, menegaskan absennya demokrasi yang sejati,” sebut Aldi.
Selain itu jika bergeser terkait perekonomian, Aldi mengatakan, pertumbuhan yang dibanggakan hanya sebuah ilusi bagi rakyat banyak. Lantaran banyak praktik PHK dari industri padat karya menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menciptakan ekonomi yang berkeadilan.
“Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang awalnya berangkat dari upaya negara untuk menjamin kebutuhan nutrisi seluruh warga negara justru terjerembab menjadi proyek simbolis pemerintah yang tidak menyentuh akar persoalan, karena tidak melibatkan kelas pekerja dan petani dalam perumusannya,” kata Aldi.
“Sementara itu, perluasan sawit dan ketergantungan pada sumber daya alam ekstraktif hanya mempertegas karakter ekstraktif ekonomi pemerintah ini,” tambah dia.
Aldi juga menyoroti perihal kebijakan perpajakan seperti rencana kenaikan PPN hingga 12 persen untuk barang konsumsi dan pelaksanaan tax amnesty. Menurut dia, hal itu kembali menunjukkan siapa yang sebenarnya diuntungkan dari pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Rasio pajak Indonesia yang rendah tidak diatasi melalui kebijakan progresif seperti pajak kekayaan atau pajak karbon. Sebaliknya, rakyat pekerja kembali menjadi korban dari kebijakan fiskal yang berat sebelah,” tegas Aldi.
Aldi juga menekankan politik luar negeri yang dijalankan pemerintahan Prabowo-Gibran tak terlepas dari tanya besar. Lantaran keikutsertaan Indonesia dalam BRICS yang digembar-gemborkan sebagai pencapaian strategis justru menimbulkan pertanyaan.
“Siapa yang benar-benar diuntungkan? Apakah ini bagian dari strategi untuk melindungi kepentingan rakyat, ataukah hanya alat untuk memperkuat posisi elit penguasa di panggung internasional?,” kata Aldi seraya mempertanyakan.
Kemudian, dalam konteks lingkungan, Aldi kembali menilai, pemerintahan Prabowo-Gibran semakin menjauh dari prinsip keberlanjutan. Rencana pemutihan atau pelegalan 3,3 juta hektar sawit di kawasan hutan merupakan bukti bagi percepatan penghancuran ekosistem. “Tanpa memberikan solusi jangka panjang bagi keberlangsungan hidup generasi mendatang,” ucap Aldi.
Lebih lanjut, Aldi juga menyoroti Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merupakan ambisi pemerintah sebelumnya dan saat ini memberikan karpet merah bagi pemilik modal guna menginvestasikan modal ke Indonesia.
Ia menjelaskan, PSN mulai dintesifkan dengan menggunakan suprastruktur birokrasi berupa Menteri berlatarbelakang militer dengan memobilisasi TNI-Polri, guna melancarkan proses pembebasan lahan. Seperti IKN, Rempang Eco City dan PIK Dalam situasi seperti saat ini. “Komite Politik Nasional Partai Buruh dan masyarakat sipil memiliki tanggung jawab historis untuk hadir sebagai kekuatan politik alternatif,” jelas Aldi.
“Sebuah kekuatan yang bukan hanya merespons situasi, tetapi juga menawarkan perubahan bagi rakyat untuk kesejahteraan bersama,” pungkas Rivaldi Haryo Seno. (Azwar)