Mohamad Zawawie dan Usman Abunawar, Advokat pihak karyawan yang menggugat perusahaan (Istimewa)
Palembang, Wartapembaruan.co.id - Tidak semua karyawan yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan tindakan kesewenang-wenangan Pengusaha (Perusahaan-read) berani untuk melawan dan mengambil tindakan hukum dalam bentuk perlawanannya terhadap perusahaan.
Alasannya selalu sama dan klise. Pengusaha (Perusahaan-read) selalu menempatkan diri para korban PHK dalam posisi yang lemah dan tak berdaya.
Ketakutan ini menyebabkan korban PHK kalah sebelum berperang, menurut saja atas perlakuan yang diberikan oleh perusahaan yang memperkejakan mereka. Sehingga praktek kesewenang-wenangan ini kerap terjadi dan terlebih lagi dilakukan umumnya oleh perusahaan-perusahaan besar. Penyimpangan hukum ini terjadi dan bukanlah lagi menjadi rahasia.
Lain halnya dengan yang dilakukan oleh ketiga karyawan ini. Mereka yang rata-rata berpendidikan sarjana hukum dengan beraninya menantang kesewenang-wenangan yang terjadi. Dari 14 orang yang telah di PHK oleh PT AAS, mereka adalah 3 orang yang tersisa.
Alih-alih menerima apa yang telah di tekankan oleh perusahaan sebagai kebijakan mereka yang mengikat dan tidak dapat diganggu gugat, ketiganya dengan berani membawa permasalahan ini kedalam perkara Perselisihan Hubungan Industrial dengan menggugat perusahaan yang telah memberhentikan mereka, dengan cara melakukan gugatan perselisihan pemutusan hubungan kerja di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas 1A Khusus.
Latar belakang pendidikan merekalah yang menyebabkan timbulnya keberanian tersebut untuk membawa permasalahan tersebut kedalam permasalahan hukum yang terjadi dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Adalah Firtiani SH, Wisnu Juliansyah SH dan Andy Yoriansyah, karyawan pada PT Angkasa Aviasi Servis yang dipekerjakan pada Lion Group di Sultan Mahmud Badarudin II Palembang yang telah bekerja masing-masing 18 tahun 0 bulan, 8 tahun 3 bulan, dan 11 tahun 4 bulan yang telah bekerja dengan baik dan tidak pernah di berikan sanksi ataupun peringatan dari perusahaan karena melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam posisi pekerjaan-pekerja yang diberikan oleh perusahaan.
Kemudian, perusahaan pada tanggal 27 Mei 2024 mengeluarkan Internal Memo yang isinya adalah pengurangan karyawan karena alasan efesiensi.
Terhitung sejak 1 1 Juni 2024, mereka tidak lagi sebagai karyawan di perusahaan tersebut. Selanjutnya mereka membawa permasalahan pemutusan hubungan kerja tersebut ke Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang untuk di diselesaikan oleh mediator hubungan industrial sehingga keluarnya pertimbangan hukum dan anjuran terhadap permasalahan terkait.
Namun, sampai saat surat anjuran terebut jatuh waktu nya, pihak perusahaan tetap menafikkan anjuran yang ada. Sehingga mereka bertiga melakukan gugatan atas Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang kelas 1A Khusus melalui Advokat/Kuasa Hukumnya yaitu Mohamad Zawawie,SH dan Usman Abunawar,SH, Advokat-advokat senior yang berkantor pada Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Mohamad, Victor and Associates/Legal Services.
Sampai keluarnya putusan Pengadilan Nomor 92/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Plg. tanggal 14 Januari 2025 yang lalu, Yang isinya mengabulkan gugatan mereka selaku karyawan, menolak seluruh Eksepsi dari perusahaan dan menghukum perusahaan untuk membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja kepada para penggugat.
Atas putusan yang telah diputus dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas 1A Khusus, pada hari kamis, tanggal 9 Januari 2025 dan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum, pada hari Selasa tanggal 14 Januari 2025, pihak perusahaan mengajukan Kasasi terhadap isi putusan. Dan para karyawan harus sekali lagi bersabar dalam menuntut untuk dipenuhinya hak-hak mereka dan tetap tegar untuk menegakkan hukum yang ada.
Fitriani saat diwawancarai menyatakan kekecewaannya terhadap perusahaan yang ia anggap tidak berlaku adil. Padahal Dinas tenaga Kerja Kota Palembang telah memberikan anjuran untuk memenuhi hak-hak mereka sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku dan Pengadilan juga telah memberikan keputusan untuk membayar uang sejumlah Rp.160 juta sebagai kompensasi yang harus mereka terima akibat PHK yang dilakukan sepihak oleh perusahaan kepada mereka bertiga.
Hal senada diutarakan oleh Andy Yoriansyah yang telah bekerja selama belasan tahun di perusahaan yang merasa sedih karena perusahaan telah memperlakukan karyawannya dengan seenaknya saja.
"Uang pisah yang mau diberikan tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ketenagakerjaan. Perusahaan tidak menganggap kami secara manusiawi' ungkap Fitriani dan Andy Yoriansyah kepada wartawan, di Palembang, Selasa (11/2/2025).
Menurut mereka, perkara ini seharusnya menjadi perhatian dari Mahkamah Agung Republik Indonesia. Agar dapat memberikan kepastian hukum kepada buruh/tenaga kerja yang tengah memperjuangkan hak hak mereka, pengadilan agar dapat memaksa perusahaan untuk memenuhi hak tersebut sesegera mungkin saat karyawan/buruh tersebut memenangkan gugatan terhadap hak-haknya pada saat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. "Jadi, apabila kasasi pihak perusahaan kembali gagal di Mahkamah Agung, hak-hak para Karyawan/buruh tersebut dapat segera terpenuhi," ujarnya.
"Bahwa seringkali pelaku pencari keadilan (karyawan korban PHK) kecewa atas kenyataan yang harus mereka alami karena walaupun pengadilan telah memutuskan agar perusahaan dapat membayar hak-hak karyawan sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku, perusahaan masih saja menunda-nunda kewajiban mereka tersebut," ungkap Advokat Mohamad Zawawie.
"Apabila perusahaan memang beritikad baik, gugatan tidak perlu dilakukan karena permasalahan dapat diselesaikan dengan musyawarah," pungkas Usman Abunawar.
Terpisah, saat dikonfirmasi melalui sambungan elektronik kepada pihak PT AAS (Lion Gorup) melalui pengacaranya Turiana Tiurma Sitompul mengenai perkara terkait, dia belum memberikan keterangan apapun mengenai hal ini. (Azwar)