Jakarta, Waryapembaruan.co.id – Indonesia, sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius seperti deforestasi, pembakaran lahan, dan perubahan iklim.
Menyadari pentingnya peran agama dalam menjaga kelestarian lingkungan, Prakarsa Lintas Agama Untuk Hutan Tropis (IRI) Indonesia menggelar webinar bertema “Tanpa Hutan, Tiada Masa Depan: Mengintegrasikan Nilai Islam dalam Pelestarian Hutan”.
Acara yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (17/1/2025) malam ini menghadirkan narasumber utama dalam webinar kali ini yaitu KH. M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, yang memberikan perspektif keislaman terkait kewajiban menjaga lingkungan hidup.
Fasilitator Nasional IRI Indonesia, Dr. Hayu Prabowo, dalam sambutannya menyampaikan pentingnya kolaborasi antara agama, kebijakan, dan masyarakat untuk menjaga hutan tropis.
Dr Hayu Prabowo, yang juga Ketua Lembaga Pemuliaan lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, mengatakan, sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang, menjaga kelestarian hutan adalah tanggung jawab bersama.
"Webinar ini membahas berbagai isu krusial, mulai dari dampak kerusakan hutan terhadap lingkungan global hingga solusi berbasis komunitas yang melibatkan nilai-nilai spiritual," jelasnya.
Dia menegaskan pentingnya sinergi antara kebijakan publik, kesadaran masyarakat, dan pendekatan keagamaan untuk mewujudkan hutan yang lestari.
"Kita perlu memanfaatkan kekuatan spiritual untuk menggerakkan masyarakat dalam menjaga hutan. Dengan melibatkan tokoh agama, kita dapat membangun komitmen kolektif yang lebih kuat," ujar Hayu.
Dalam paparannya, KH. Cholil Nafis menegaskan bahwa menjaga lingkungan, termasuk hutan, merupakan tanggung jawab agama.
“Merawat alam adalah bagian dari sedekah, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi. Tanpa hutan, tidak ada masa depan kita, bahkan tidak ada kehidupan,” tegasnya.
Kyai Cholil juga menyampaikan, MUI telah mengeluarkan berbagai fatwa untuk mendukung pelestarian lingkungan, seperti:
Fatwa Nomor 02 Tahun 2010 yang mengatur penggunaan air daur ulang untuk bersuci, yang menunjukkan pentingnya menjaga sumber air, termasuk dari hutan.
Fatwa Nomor 22 Tahun 2011 yang mengatur pertambangan ramah lingkungan, yang hanya boleh dilakukan jika tidak merusak ekosistem.
Fatwa Nomor 47 Tahun 2014, menekankan pengelolaan sampah untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Fatwa Nomor 30 Tahun 2016, yang mengharamkan pembakaran hutan dan lahan, mengingat dampaknya yang merusak dan membahayakan kehidupan masyarakat.
“Hutan dan lahan adalah anugerah Allah SWT yang harus dijaga. Haram hukumnya melakukan pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan dan bencana,” ujar KH. Cholil.
Lebih lanjut, Kyai Cholil menyoroti pentingnya sinergi lintas sektor. “Dalam konteks khalifah fil ard, manusia adalah pengelola bumi. Tidak mungkin kita diam ketika kerusakan terjadi. Sosialisasi dan penyadaran masyarakat harus diperkuat untuk memuliakan lingkungan,” ungkapnya.
Acara ini juga menjadi momentum untuk mendorong penggunaan dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf dalam pembangunan sarana lingkungan, seperti yang diatur dalam Fatwa MUI Nomor 001/MUNAS-IX/MUI/2015.
Webinar ini mengundang perhatian berbagai kalangan, termasuk tokoh agama, akademisi, dan aktivis lingkungan.
IRI Indonesia berkomitmen untuk terus menyuarakan pentingnya pemuliaan lingkungan melalui pendekatan berbasis nilai keagamaan.[]