Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Kontroversi terkait pembangunan pagar laut sepanjang 30 km yang mengganggu aktivitas nelayan tradisional terus menjadi perbincangan publik. Ketua Umum DPP LSM Pijar Keadilan Demokrasi (PIKAD), Prof. Hiro Taime, dan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Laksda TNI (Purn) Soleman Ponto, menilai perlu ada ketegasan dari pemerintah dalam menangani kasus ini.
Prof. Hiro Taime menekankan bahwa sistem hukum di Indonesia telah mengatur pembagian kewenangan secara jelas, baik di tingkat pusat maupun daerah. Ia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera menjalankan tugasnya tanpa perlu mencari alasan atau dalih.
“Hukum sudah membagi kewenangan secara jelas. KKP sebagai institusi negara harus segera bertindak dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Hiro, Senin (20/1).
Ia juga menegaskan, dalam situasi di mana kasus ini sudah menjadi perhatian publik dan bahkan sampai ke Presiden, KKP harus mengambil langkah konkret. Jika KKP tidak bertindak, menurutnya, aparat penegak hukum seperti kepolisian dan TNI AL harus turun tangan untuk menegakkan hukum demi keadilan bagi nelayan.
Di sisi lain, mantan Kabais Soleman Ponto menyoroti ketidakjelasan pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ini. Ia menyebut bahwa pada awal kasus ini mencuat, tidak ada satu pun pihak yang mengakui kepemilikan pagar tersebut.
“Saat pertama kali masalah ini terungkap, tidak ada yang mengaku membangun pagar tersebut. Akhirnya, Presiden memerintahkan TNI Angkatan Laut untuk membongkarnya,” kata Soleman.
Namun, upaya pembongkaran yang dilakukan oleh TNI AL sempat dihadang sejumlah pihak. KKP kemudian turun tangan dengan melakukan penyegelan pagar laut, beralasan bahwa barang tersebut harus dijaga sebagai bukti dalam proses hukum.
Soleman menjelaskan, secara hukum, kasus ini bisa dikaitkan dengan Pasal 167 dan 385 KUHP tentang penguasaan lahan secara melawan hukum. Selain itu, ia menilai dampak lingkungan serta aksesibilitas bagi masyarakat pesisir juga harus menjadi perhatian dalam penegakan hukum.
"Pagar ini jelas merugikan ekosistem laut dan hak nelayan untuk mencari nafkah. Ini bisa menjadi pelanggaran serius dalam aspek lingkungan," tambahnya.
Hingga saat ini, kasus ini masih menjadi perhatian publik, sementara proses hukum terus berjalan. Hiro Taime menegaskan, negara tidak boleh tinggal diam dalam menangani permasalahan ini dan harus segera mengambil tindakan tegas untuk melindungi kepentingan masyarakat.
“Kita mendukung penuh langkah TNI AL sebagai garda terakhir dalam menjaga perairan negara. Namun, harus ada sinergi dengan aparat hukum agar kasus ini dapat diselesaikan sesuai hukum yang berlaku,” tutup Hiro.