Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- KOALISI AKTIVIS MERAH PUTIH (KOMTIH) menyoroti protes pengemudi (driver) pengemudi ojek online (ojol) terkait potongan biaya aplikasi yang mencapai 30 persen. Hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Perhubungan (Kemenhub) Nomor KP 1001 Tahun 2022 menetapkan bahwa potongan aplikasi ojek online (ojol) maksimal 20%.
Namun, fakta dilapangan justru terjadi potongan 30 persen oleh aplikator ojek online makin menyengserakan ekonomi rakyat dalam hal ini pengemudi ojek online. Pemerintah dalam hal ini Menkomdigi terkesan membiarkan praktek tersebut. Kita tahu bahwa banyak masyarakat yang bergantung pada ojek online baik itu pengemudi ataupun penumpang. Seharusnya Menkomdigi melakukan langkah tegas dengan memberikan sanksi tegas kepada aplikator yang melanggar regulasi. Kementerian Perhubungan menyatakan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), jika ada aplikator yang melanggar. Tapi Kementerian Perhubungan tidak punya kewenangan, karena perusahaan aplikator itu di bawah Komdigi.
"Pertanyaannya kemudian, beranikah Menkomdigi Meutya Hafid mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi kepada aplikator ojek online yang melanggar aturan potongan 20 persen ojek online? Sekaranglah saatnya Menkomdigi Meutya Hafid menunjukkan keberpihakannya kepada pengemudi ojek online. Ekonomi semakin sulit banyak keluarga yang bergantung penghasilan dari ojek online. Jika Menkomdigi tidak berani menindak tegas aplikator nakal lebih baik Meutya Hafid mundur saja dari Menkomdigi masih banyak anak bangsa di Negeri ini yang siap berbakti dan berpihak kepada rakyat kecil," tegas Joko Priyoski Ketua Umum KAUKUS MUDA ANTI KORUPSI (DPP KAMAKSI) yang juga salah satu Presidium KOMTIH.
R. Agung Gunawan Ketua Umum DPP ALIANSI PERSAUDARAAN MASYARAKAT SUNDA (APERMAS) mengatakan, menjelang 100 hari Pemerintahan Prabowo-Gibran, KOALISI AKTIVIS MERAH PUTIH (KOMTIH) akan menjadi Garda Terdepan dalam mengawal Misi Asta Cita. KOMTIH berharap akselerasi kinerja para Menteri Kabinet Merah Putih harus selaras dengan program dan cita-cita Presiden Prabowo. Menteri-Menteri yang dinilai lamban sudah sepatutnya di reshuffle setelah masa 100 hari kinerja Kabinet Merah Putih. Menteri juga tidak boleh seenaknya mengangkat Staf Khusus tanpa berkoordinasi ke pihak Istana seperti yang dikatakan AM Putranto Kepala Staf Kepresidenan. Beberapa waktu lalu, keputusan Menkomdigi Meutya Hafid melantik Rudi Sutanto dan Raline Shah sebagai Staf Khusus menuai polemik. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Rudi Sutanto tak lain ialah Rudi Valinka merupakan pegiat sosial di platform Twitter, yang kini berganti X, dengan akun @kurawa.
Pelantikan Rudi Sutanto pun ramai dibincangkan warganet mengingat cuitan-cuitan penulis buku “A Man Called #Ahok” itu menuai pro dan kontra jika dilihat dari jejak digitalnya.
Begitu pula dengan pelantikan Raline Shah sebagai Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital. KOMTIH mengkritik penempatan kedua orang tersebut dirasa kurang tepat sebagai Staf Khusus Menkomdigi. Rudi Sutanto diduga sebagai alias Rudi Valinka yang terkenal sebagai Buzzer, dan juga Raline Shah yang terkenal sebagai artis.
"Padahal, masih banyak Sumber Daya Manusia di Negeri ini yang punya potensi tepat untuk menempati posisi Staf Khusus Menteri. Jangan juga ada Menteri yang seenaknya mengangkat Staf Khusus tanpa ada koordinasi dengan Istana, apalagi jika tidak selaras dengan Misi Asta Cita dan Visi Indonesia Emas 2045. Itu namanya Menteri dan Staf Khusus 'keblinger'," ucap Agung Presidium KOMTIH.**