Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional, Tani Merdeka Indonesia menyelenggarakan Diskusi Kamisan dengan tema “Menuju Swasembada Pangan, Mungkinkah Tak Lagi Impor?”. Diskusi yang digelar pada [pada setiap Kamisan] ini melibatkan sejumlah tokoh penting, termasuk petani, akademisi, dan pembuat kebijakan, untuk mengeksplorasi solusi praktis dan strategis menuju kemandirian pangan di Indonesia.
Ketua Tani Merdeka Indonesia, Don Muzakir, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kemandirian pangan sebagai pilar ketahanan nasional.
"Ketergantungan kita pada impor pangan harus segera diakhiri. Produksi pangan lokal harus digenjot dengan dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi lintas sektor," ujarnya.
Dalam diskusi ini, Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Agraria dan Sumber Daya Alam ( Muhammad Irvan) menjelaskan bahwa target swasembada beras pada tahun 2025 dirancang dengan proyeksi produksi mencapai 32,3 juta ton, sementara stok awal tahun berada di angka 7,72 juta ton dengan stok rasio aman sebesar 24%. Ia menyoroti pentingnya modernisasi pertanian, optimalisasi penggunaan bantuan alat pengering, serta sinergi antar kementerian, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum, dalam pengelolaan irigasi. Sementara itu, Efriza yang adalah Dosen Ilmu Pemerintahan Universitan Pamulang, Serang mengungkapkan bahwa ketergantungan pada impor tidak hanya melemahkan produksi lokal, tetapi juga menurunkan minat generasi muda untuk menjadi petani. Ia menyarankan langkah ekstensifikasi lahan, intensifikasi teknologi di daerah penghasil pangan, dan literasi keuangan untuk mendukung para petani.
Hal ini selaras dengan apa yang di sampaikan oleh narasumber lainnya Ricky Tamba selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan menyelaraskan target swasembada pangan dengan visi Indonesia 2045, ia menegaskan bahwa kedaulatan pangan merupakan investasi penting untuk generasi masa depan. Hal ini dapat dilihat dengan keberhasilan melalui pengembangan demplot padi gogo di Subang dan sorgum di NTT serta Jawa Barat, sambil menyoroti potensi kacang koro sebagai bahan baku lokal untuk tempe. Ia menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap kebijakan impor yang merugikan petani lokal, kebijakan harga yang lebih adil untuk obat-obatan pertanian, serta dukungan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Terakhir selaku Ketua Umum Tanu Merdeka, Don Muzakir menyoroti pentingnya forum seperti ini sebagai wadah untuk menyampaikan masukan kepada pemerintah. Ia mengusulkan adanya pilot project produksi pupuk organik di Atambua dan pentingnya Brigadir Pangan yang berasal dari masyarakat desa untuk memberikan dukungan langsung kepada petani. Don juga mendorong forum ini untuk menyusun rekomendasi dalam bentuk Policy Brief yang dapat disampaikan kepada pemerintah, sembari melibatkan akademisi dari berbagai universitas seperti UI dan UGM, serta praktisi pertanian lainnya.
Diskusi ini memberikan rekomendasi konkret, diskusi ini diharapkan menjadi katalisator untuk mempercepat tercapainya kemandirian pangan termasuk menginisiasi proyek percontohan produksi pupuk organik di Atambua, memastikan distribusi alat dan mesin pertanian yang merata, dan menyusun kebijakan strategis melalui forum yang melibatkan akademisi dan praktisi. "Langkah menuju swasembada pangan membutuhkan sinergi semua pihak. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, tantangan ini dapat kita atasi bersama," tambah Don Muzakir.