Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- PT Hasana Damai Putra (Damai Putra Group) menyatakan kekecewaannya terhadap rencana eksekusi lahan yang akan dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Bekasi. Perusahaan menilai tindakan tersebut melanggar prosedur hukum yang berlaku dan mencerminkan ketidakadilan dalam pelaksanaan hukum.
Kuasa hukum PT Hasana Damai Putra, Fajar S Kusumah, dalam konferensi pers bertajuk “Tolak Eksekusi: Langkah Tegas Damai Putra Group Melawan Ketidakadilan” di Jakarta Selatan, menegaskan bahwa eksekusi tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum. Ia menyoroti fakta bahwa terdapat dua putusan pengadilan yang saling bertentangan terkait objek sengketa, yang saat ini sedang diuji kembali dalam proses Peninjauan Kembali (PK) kedua di Mahkamah Agung (Nomor Perkara 1153 PK/PDT/2024).
Kronologi Sengketa
Hak kepemilikan lahan PT Hasana Damai Putra telah disahkan melalui proses jual beli pada 19 Oktober 2010. Hal ini diperkuat oleh putusan PN Bekasi Nomor 530/Pdt.G/2014/PN.Bks yang kemudian dikuatkan hingga tingkat Peninjauan Kembali. Namun, muncul gugatan baru pada 2019 yang menghasilkan putusan berbeda (Nomor 493/Pdt.G/2019/PN.Bks), memicu konflik hukum yang belum terselesaikan.
"PN Bekasi sedang mengarah pada pelanggaran hukum serius. Memaksakan eksekusi di tengah proses PK kedua adalah tindakan yang tidak dapat diterima. Kami akan melawan melalui jalur hukum," ujar Fajar saat menggelar Konfrensi Pers di Kawasan Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2024).
Langkah Hukum Damai Putra Group
Dalam upaya mempertahankan haknya, PT Hasana Damai Putra telah mengambil langkah-langkah berikut:
1. Mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua ke Mahkamah Agung untuk menyelesaikan konflik putusan.
2. Mengajukan gugatan bantahan eksekusi di PN Bekasi dengan Nomor 595/Pdt.Bth/2024/PN.Bks.
Menanggapi surat peringatan dari PN Bekasi, Damai Putra Group juga telah memberikan respons tertulis yang menegaskan pentingnya menunggu hasil PK kedua sebelum melanjutkan eksekusi.
Peringatan Tegas kepada PN Bekasi
PT Hasana Damai Putra menegaskan bahwa setiap upaya pemaksaan eksekusi sebelum adanya putusan final Mahkamah Agung akan menimbulkan konsekuensi hukum yang serius. Perusahaan juga memperingatkan bahwa langkah PN Bekasi dalam melanjutkan eksekusi dapat dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
"Kami akan terus mendokumentasikan setiap pelanggaran prosedur hukum yang terjadi. Prinsip keadilan dan supremasi hukum harus dijunjung tinggi dalam penyelesaian sengketa ini," pungkas Fajar.
Perusahaan berharap PN Bekasi segera menghentikan rencana eksekusi hingga proses hukum yang berjalan mencapai tahap akhir, demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.