Yogyakarta, Wartapembaruan.co.id - Kajian interdisipliner dalam hukum keluarga menjadi kebutuhan yang mendesak, terutama dengan melibatkan perspektif psikologi. Hal ini ditegaskan oleh Prof. Dr. Mufidah Cholil, M.A, Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dalam Workshop Finalisasi dan Pengayaan Laporan Penelitian yang digelar oleh Institute for the Study of Law and Muslim Society (ISLaMS) di Grand Rohan Hotel Yogyakarta pada 23-24 November 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari kolaborasi riset antara ISLaMS dan Norwegian Centre for Human Rights (NCHR), Universitas Oslo, bertema “Improving Legal Awareness on Children Rights among Islamic Courts’ Judges in Indonesia: Reviews on Legal Norms and Practices in the Perspective of Gender Equity”.
Dalam paparannya, Prof. Mufidah menyoroti hubungan erat antara hukum dan psikologi. Menurutnya, hukum mendekati keadilan, sementara psikologi mendekati kebenaran. "Hukum bersifat preskriptif dan mengatur perilaku manusia, sedangkan psikologi bersifat deskriptif dan menjelaskan perilaku manusia," ujarnya. Ia juga menjelaskan bahwa hukum berbasis otoritas dan obyektifitas, sedangkan psikologi berbasis empiris dan memiliki kecenderungan probabilitas.
Workshop ini dihadiri oleh Tim Peneliti ISLaMS, termasuk Prof. Euis Nurlaelawati, M.A., Ph.D, Prof. Dr. Ali Sodiqin, M.Ag, Dr. Lindra Darnela, M.Hum, serta sejumlah akademisi lainnya. Direktur ISLaMS, Prof. Euis Nurlaelawati, menjelaskan bahwa workshop ini bertujuan untuk menyempurnakan laporan penelitian. "Kami menata ulang struktur bab, menghilangkan pengulangan, menambah materi, dan menetapkan teknis pengutipan agar laporan ini lebih komprehensif," jelasnya.
Prof. Mufidah juga menyoroti peran penting psikologi hukum dalam penyelesaian kasus hukum. Psikologi, katanya, membantu memahami kondisi psikologis pelaku, korban, dan saksi untuk mendukung aparat penegak hukum mengambil keputusan yang tepat. Dalam konteks hukum keluarga Islam, isu-isu seperti pencatatan perkawinan, dispensasi kawin, dan pembagian harta gono-gini memerlukan keterlibatan psikologi untuk memperkuat fakta persidangan.
Sebagai penasehat, evaluator, dan pembaharu hukum, psikolog memainkan peran strategis. "Hakim perlu memahami psikologi hukum agar dapat memadukan kebenaran dan keadilan," ujar Prof. Mufidah.
Workshop ini memberikan perspektif baru bagi laporan penelitian sekaligus menjadi langkah penting dalam memadukan aspek hukum dan psikologi untuk menciptakan keadilan yang holistik, khususnya dalam konteks hukum keluarga Islam di Indonesia.