Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Tata kelola Perbankan BUMN yang baik seharusnya dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). GCG adalah prinsip dan praktik yang diterapkan untuk memastikan kinerja yang efektif, transparan, dan akuntabel menuju ekonomi berkeadilan. Mirisnya, sejumlah issue dugaan skandal kredit macet di BNI saat ini menjadi sorotan sejumlah Aktivis Nasional. Misalnya, dugaan kasus kredit macet Michael Timothy senilai 600 miliar dan temuan BPK mengenai fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Revolving bermasalah oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) kepada PT SP, distributor pulsa dan perdagangan handphone, dengan baki debit sebesar Rp605,17 miliar per 31 Desember 2022.
"Atas dugaan kasus kredit macet dan temuan BPK tersebut, Aktivis menduga adanya praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) serta buruknya performa kinerja Direksi dan lemahnya jajaran komisaris dalam melakukan pengawasan. Sangat miris, kok bisa kasus tersebut terjadi di Bank besar sekelas BNI? Kuat dugaan ada yang tidak benar dalam pengelolaan manajemennya. Kasus seperti ini kami menduga ada keterlibatan Oknum Direksi dan lemahnya pengawasan fungsi Komisaris. Kami mendesak KPK segera periksa Dirut BNI Royke Tumilaar atas dugaan skandal kredit macet," tegas Joko Priyoski Ketua Umum KAMAKSI (Kaukus Muda Anti Korupsi).
Jojo panggilan akrab Kornas KEA '98 (Kaukus Eksponen Aktivis '98) menambahkan, Michael Timothy Harjadinata yang meminjam duit BNI sebesar Rp600 miliar pada bulan Maret 2024, namun baru dibayar Rp.75 miliar, kini menghilang dan viral di media sosial.
Aktivis menilai kasus tersebut seperti api dalam sekam. Aktivis menengarai kasus kredit macet yang terjadi di Bank BUMN itu mungkin saja bukan hanya yang Rp600 miliar. Tapi berdasarkan informasi yang diterima dan hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) penyaluran kredit banyak masalah.
“Kasus pinjaman Rp600 milyar ini bisa menjadi pintu masuk guna membuka kontak pandora kemungkinan besar jajaran direksi ikut terlibat. Sebab untuk pinjaman besar itu butuh otoritas dan kewenangan Direksi,” imbuh Jojo.
Senada dengan hal tersebut, Ramadhani Isa Kornas POROS MUDA NU mengatakan, "kami akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera memeriksa Dirut BNI atas dugaan skandal kredit macet. Bukan hanya Direksi yang diperiksa, semestinya para komisaris juga turut diperiksa karena sebagai pengawas seharusnya dapat melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) sehingga tidak terjadi kebocoran. Jika banyak masalah, maka patut dipertanyakan kinerja para komisaris. Menteri BUMN akan terus kami desak agar segera memecat Royke Tumilaar dari jabatan Dirut BNI dan merombak susunan komisaris. Yang tidak becus bekerja dan terindikasi menyimpang pecat saja, masih banyak di Negeri yang ingin mengabdi untuk Bangsa dan Negara," ujar Ramadhani.
"Saat ini sudah terkonsolidasi Koalisi 8 Organisasi Aktivis Nasional untuk mendesak KPK dan Kejagung segera memeriksa dan menangkap Dirut BNI Royke Tumilaar atas dugaan skandal kredit macet. Bahkan kami berencana akan melakukan gelombang aksi unjuk rasa ke KPK, Kejagung dan Kementerian BUMN. Perbankan BUMN harus dikelola oleh orang-orang yang sejalan dengan Misi Asta Cita Presiden Prabowo. Menteri BUMN Erick Thohir dengarkan tuntutan Koalisi Aktivis dan Rakyat, segera pecat Dirut BNI Royke Tumilaar," tutup Sutisna Koordinator BAPOR (Barisan Pelopor Lawan Koruptor).