Iklan

Putusan MK, UU Ketenagakerjaan Baru, dan Komisi Pengawas Ketenagakerjaan

warta pembaruan
05 November 2024 | 7:21 PM WIB Last Updated 2024-11-05T12:21:30Z


Oleh: Timboel Siregar (Pengamat Ketenagakerjaan/Sekjen OPSI)

Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Putusan MK nomor 168/PUU-XXI/2023 tanggal 31 Oktober 2024 merevisi dan menegaskan konstitusionalitas 21 pasal di UU No. 6 Tahun 2023. Ada beberapa Pasal di UU No. 6 Tahun 2023 yang dikembalikan ke UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ada yang ditegaskan kembali, dan ada yang baru.

Beberapa Pasal yang dikembalikan ke UU No. 13 Tahun 2003 adalah Upah Minimun sektoral; Cuti Panjang; komponen Kebutuhan Hidup Layak; membatasi Kembali pekejaan yang bisa dioutsourcing; ketentuan istirahat mingguan 2 hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 minggu; dan Semangat Dialog sosial (negosiasi) dalam menentukan upah (baik upah minimum maupun upah di atas upah minimum yang dituangkan dalam struktur skala upah).

Beberapa pasal yang ditegaskan kembali adalah penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang memperhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia; Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin; Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 (lima) tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan (ini untuk menegaskan pekerjaan yang bisa diPKWTkan adalah pekerjaan yang tidak melebihi 5 tahun); serta sahnya PHK setelah wajib dilakukan perundingan bipartite dan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap serta diberikannya hak-hak pekerja selama perselisihan PHK (Pasal 157A).

Beberapa pasal baru dari putusan MK tersebut adalah struktur dan skala upah yang proporsional; dan menegaskan “keadaan tertentu” dalam penggunaaan formula kenaikan upah minimum.

Putusan MK no. 168 ini memiliki semangat fundamental yaitu semangat konstitusional (penghidupan dan pekerjaan yang layak), demokratisasi (dialog sosial), dan kepastian hukum.

Dengan mendasari pengupahan yang berbasis pada kebutuhan layak, maka pekerja memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Demikian juga dengan memperhatikan pembukaan lapangan kerja untuk tenaga kerja Indonesia (diprioritaskan dari TKA), penegasan pembatasan pekerjaan yang bisa diPKWT dan dioutsoucing merupakan upaya Mahkamah Konstitusi untuk memastikan pekerja mendapatkan pekerjaan yang layak.

Dengan penekanan peran dan fungsi Dewan Pengupahan dan dialog sosial merupakan bentuk demokratisasi yang diamanatkan hubungan industrial Pancasila (Kepmenaker no. 76 tahun 2024) yang memang harus diimplementasikan seluruh pelaku hubungan industrial.

Demikian juga penegasan istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu; PKWT harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin; serta diberlakukannya cuti Panjang untuk Perusahaan tertentu, merupakan bentuk kepastian hukum.

Dengan adanya putusan MK, saya berharap Pemerintah mematuhi seluruh putusan MK tersebut termasuk yang penting juga adalah perintah kepada pembuat Undang-undang untuk membentuk UU Ketenagakerjaan Baru paling lama 2 (dua) tahun yang substansinya menampung materi UU 13/2003 dan UU 6/2023, serta sekaligus menampung substansi dan semangat sejumlah putusan Mahkamah yang berkenaan dengan ketenagakerjaan dengan melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja/serikat buruh.

Harus ada pelibatan aktif SP/SB dalam pembuatan UU Ketenagakerjaan baru menjadi hal penting yang dipatuhi oleh Pemerintah, karena proses pembuatan UU Cipta Kerja yang lalu tidak melibatkan SP/SB secara berarti.

Putusan MK ini tidak akan mempengaruhi dan menjadikan investor takut ke Indonesia. Justru putusan MK ini memastikan para investor memiliki kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia. Putusan MK no. 168 mengembalikan pasal-pasal di UU No. 13 Tahun 2003 yang dihapus di UU No. 6 tahun 2023, sehingga pasal-pasal tersebut sudah pernah dilaksanakan dan tidak menjadi asing lagi bagi pengusaha.

Demikian juga dengan semangat demokratisasi dalam putusan ini maka memastikan para investor lebih menghormati segala proses di tempat kerja dengan pelibatan SP/SB, dan ini mendukung pelaksanaan 8 sarana hubungan industrial akan lebih baik lagi ke depan.

Dengan putusan MK ini SP/SB harus mengawal implementasi putusan MK ini. Revisi pasal per pasal di UU no. 6 tahun 2023 tersebut akan juga ditentukan oleh peran pengawas ketenagakerjaan. Seluruh norma hukum dalam pelaksanaannya di tempat kerja harus dikawal oleh Pengawas Ketenagakerjaan. Selama ini titik terlemah dalam hubungan industrial adalah lemahnya peran pengawas ketenagakerjaan, yang harus diperbaiki oleh Menteri Ketenagakerjaan.

Saya berharap Menteri Ketenagakerjaan membuat Komisi Pengawas Ketenagakeraan Eksternal yang terdiri dari unsur Tripartit yang tugasnya mengawasi para pengawas ketenagakerjaan di pusat dan propinsi dalam mengawal pelaksanaan norma hukum ketenagakerjaan. (Azwar)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Putusan MK, UU Ketenagakerjaan Baru, dan Komisi Pengawas Ketenagakerjaan

Trending Now

Iklan