0leh: A. Azwar (Jurnalis/Wartawan Wartapembaruan.co.id)
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pada Minggu 20 Oktober 2024, jam 10.00 telah dilaksanakan pelantikan dan pengangkatan sumpah Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pemilu 2024 untuk periode 2024-2029, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dalam sidang Paripurna MPR RI, di Gedung Kura-Kura MPR.
Pidato Presiden Prabowo di hadapan Sidang Paripurna MPR RI 2024, tegas-tegas akan memperhatikan masa depan pekerja/buruh dan keluarganya yang menjadi subyek Pembangunan mendukung perekonomian bangsa Indonesia.
Ada tiga peran penting buruh/pekerja dalam perekonomian Indonesia:
Pertama, buruh/pekerja sebagai pelaku produksi barang dan jasa akan memberi nilai tambah yang berkontribusi pada perekonomian nasional Indonesia kedepan melalui skill dan pengetahuan yang dimiliki.
Adanya kolaborasi buruh dengan manajemen, proses produksi barang dan jasa secara umum dapat berjalan. Proses produksi yang terdiri dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan produksi, penjualan, evaluasi dan inovasi. Dengan proses produksi barang dan jasa ini maka tercipta nilai tambah bagi Perusahaan berupa keuntungan, sementara buruh berupa upah, dan pemerintah berupa pajak dan pendapatan non pajak, serta masyarakat dengan terpenuhinya kebutuhan mereka.
Kedua, buruh/pekerja dan keluarganya sebagai konsumen yang mengkonsumi barang dan jasa sehingga terjadi pergerakan barang dan jasa di pasar yang akan memberi nilai tambah bagi Perusahaan berupa keuntungan, pekerja berupa upah, dan pemerintah berupa pajak dan pendapatan non pajak. Nilai tambah ini sangat berkontribusi pada perekonomian nasional Indonesia.
Ketiga, buruh/pekerja sebagai penabung yang menyimpan danannya di perbankan dan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek) sehingga dana-dana tersebut sangat berkontribusi pada perekonomian Indonesia.
Besarnya jumlah pekerja swasta di sektor formal dan informal ini maka pemerintah harus mampu melindungi para pekerja swasta tersebut yaitu untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak serta jaminan sosial. Kewajiban melindungi tersebut adalah perintah UUD 1945.
Amanat UUD 1945 tentang penghidupan yang layak, yaitu bagaimana pemerintah ke depan mampu memberikan upah yang layak sehingga pekerja mampu memiliki daya beli yang baik. Dengan hadirnya UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja junto PP No. 51 Tahun 2023 junto PP no. 36 Tahun 2021, kenaikan upah pada tiap tahunnya relatif lebih kecil dari inflasi riil sehingga daya beli buruh/pekerja dan keluarganya akan semakin menurun, dan ini berarti penurunan kesejahteraan buruh/pekerja.
Amanat UUD 1945 tentang pekerjaan yang layak pun harus mampu diimplementasikan pemerintah dengan melindungi pekerja agar tetap bisa bekerja, tanpa ada ancaman PHK. Namun dengan hadirnya UU Cipta Kerja junto PP No. 35 Tahun 2021 yang mengatur alasan PHK menjadi 26 jenis alasan PHK (sebelumnya di UU No. 13 tahun 2003 hanya ada 15 jenis alasan PHK), maka pekerja rentan di PHK walaupun sudah bekerja dengan baik. Pekerjaan yang layak bagi pekerja informal adalah seperti perlindungan jam kerja, jaminan sosial, dsb.
Matahari Kembar Payungi BPJS Ketenagakerjan
Nomenklatur Kabinet Merah Putih (KMP) Prabowo-Gibran menyebutkan urusan ketenagakerjaan Indonesia, khususnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dikelola oleh Kementerian Ketenagakerjaan (kemnaker) dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran.
Perbedaannya, Kemnaker mengurus ketenagakerjaan di dalam negeri sementara di bawah Menko Perekonomian, sementara pekerja Migran yang ada di luar negeri yang nota bene merupakan penghasil devisa yang besar berada di bawah naungan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran di bawah Menko Pemberdayaan Masyarakat yang selama ini tidak pernah berurusan dengan devisa.
Untuk diketahui, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan yang nota bene adalah dana pekerja yang dikelola BPJS Ketenagakerjaaan yang sudah mencapai Rp. 724 Triliun diinvestasikan di beberapa instrument yang sangat mendukung perekonomian Indonesia.
Penempatan dana kelolaan di Obligasi Negara seperti Surat Berharga Negara atau SBN (sekitar 72,4 persen dari total dana kelolaan) sangat mendukung APBN untuk membiayai Pembangunan Indonesia, demikian juga alokasi di instrument saham (9,56 persen) dan reksada (5,69 persen) mendukung pasar modal, serta deposito (11,9 persen), property (0,3 persen) dan penyetaan (0,06 persen) yang juga mendukung perekonomian Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 139,85 juta orang atau 94,68 persen dari total sebanyak 147,71 juta orang Angkatan Kerja (AK) di Indonesia yang bekerja (telah terserap ke dalam pasar kerja) per Agustus 2023.
Dari 139,89 juta orang yang bekerja tersebut, yang tercatat sebagai pekerja penerima upah (karyawan / pegawai/ buruh) sebanyak 37,68 persen atau sekitar 52,71 juta orang, yang terdiri pekerja swasta/BUMN/D sebanyak 47,22 juta, ASN 4.465.768, TNI 585.345 personel dan Polri 434.135 orang. Selebihnya adalah pekerja informal (di luar hubungan kerja) yaitu sebanyak 87,18 juta orang.
Tentunya dengan jumlah pekerja formal swasta sebanyak 47,22 juta dan informal sebanyak 87,18 juta tersebut menjadi factor yang sangat signifikan untuk menjadi penggerak perekonomian Indonesia, yaitu sebagai aktor produksi barang dan jasa, sebagai konsumen, dan sebagai penabung.
Dengan adanya UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN maka pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi ASN (yaitu PNS dan PPPK) diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Dengan amanat UU ASN yang baru ini maka iuran JKm bagi ASN bisa menjadi 0,3 persen. Kelebihan iuran JKm bagi ASN bisa dialokasikan untuk membayar iuran JKK, JKm dan JHT bagi pekerja informal miskin.
Subsidi 0,22 persen untuk JKP dan kelebihan bayar iuran JKm bagi ASN merupakan bentuk ketidakadilan nyata bagi pekerja informal miskin untuk dilindungi dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Diharapkan Presiden ke depan mau memberikan keadilan bagi pekerja informal miskin di program jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya program JKK, JKm dan JHT.
Mengingat peran pekerja sangat signifikan dalam perekonomian dan Pembangunan Indonesia maka pemerintahan ke depan harus mampu melindungi pekerja dengan juga membuka ruang dialog sosial yang nyata (bukan janji-janji) sehingga keterlibatan pekerja dalam merangkai pelindungan kepada pekerja formal dan informal akan benar-benar memberikan kesejahteraan bagi seluruh pekerja Indonesia dan keluarganya.
Sementara UU no. 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang fokus pada pelindungan pekerja migran, ternyata belum signifikan melindungi pekerja migran kita. Masih banyak pekerja migran kita yang mengalami masalah di negara penempatan. Salah satu persoalan yang muncul adalah tentang akses dan kehadiran langsung pemerintah kita di negara penempatan.
Banyak kasus yang menimpa pekerja migran kita yang kerap kali terjadi seperti penganiayaan, upah tidak dibayar, hukuman mati, dsb. Termasuk juga masalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yg kerap terjadi kepada WNI di luar negeri.
UU 18 tahun 2017 pun salah satunya mengamanatkan kerjasama BPJS dengan lembaga pengelola jaminan sosial di negara tujuan. Namun hingga saat ini amanat pasal tersebut belum terealisasi karena masih tertutupnya negara penempatan utk membuka akses perwakilan bagi BPJS Ketenagakerjaan.
Membangun hubungan internasional yang mampu melindungi pekerja migran dan warga negara kita harus disertai dengan pembukaan akses dan kerjasama dalam pengawasan dan penegakkan hukum, khususnya bagi perlindungan pekerja migran kita.
Ini penting untuk memastikan seluruh pekerja migran kita terlindungi di negara penempatan. Bagi yang masih ilegal dapat menjadi pekerja migran yang berdokumen sehingga mudah terdata dan terlindungi. Bagi yang belum menjadi peserta jaminan sosial maka bisa didaftar di negara penempatan oleh BPJS Ketenagakerjaan, atau yang sudah jatuh tempo tapi masih diperpanjang kerjanya maka kepesertaan BPJS ketenagakerjaannya pun bisa perpanjang tanpa harus pulang dulu ke Indonesia.
Tentunya para pekerja Indonesia berharap yang terbaik dengan kebijakan Kabinet Merah Putih ini, agar BPJS Ketenagakerjaan tetap fokus dengan penambahan kepesertaan dan pengelolaan dana pekerja ini. (Azwar)