Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Dalam Menyikapi maraknya peredaran Obat Keras Jenis Tramadol, Dr. Dhoni Martien, S.H., M.H., Ketua LBH SMSI, mengangkat isu serius mengenai bahaya peredaran bebas obat keras Tramadol yang kian marak di masyarakat.
Ia menekankan pentingnya upaya bersama dari pihak pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat untuk menekan penyalahgunaan obat ini, yang sering kali dijual tanpa resep dokter dan dikonsumsi secara sembarangan oleh generasi muda.
Kajian Hukum: Peredaran Tramadol dalam Perspektif UU Narkotika
Dalam kajian hukumnya, Dr. Dhoni menjelaskan bahwa penyalahgunaan dan distribusi ilegal Tramadol dapat dijerat dengan berbagai peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, Tramadol yang dikategorikan sebagai obat keras harusnya hanya diberikan dengan resep dokter.
Peredaran bebas Tramadol tanpa izin apotek atau institusi resmi melanggar Pasal 196 dan Pasal 197, yang mengatur sanksi bagi pelanggaran distribusi obat keras.
Dr. Dhoni juga menyoroti peran kepolisian dalam penegakan hukum terkait kasus ini, serta pentingnya pengawasan yang lebih ketat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mencegah penjualan ilegal.
Dalam perspektif hukum pidana, pengedar Tramadol ilegal berpotensi dijerat dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara, sesuai ketentuan UU Narkotika.
Bahaya bagi Generasi Muda
Lebih lanjut, Dr. Dhoni menyampaikan bahwa bahaya Tramadol bukan hanya pada efek fisik yang berpotensi menyebabkan ketergantungan dan gangguan mental, tetapi juga memiliki dampak sosial yang luas.
"Kita berbicara tentang generasi muda yang menjadi sasaran utama peredaran ini. Dampaknya bukan hanya bagi kesehatan, tetapi juga masa depan bangsa," ujar Dr. Dhoni.
Ia mengajak para orang tua, guru, dan komunitas untuk turut serta dalam mengedukasi generasi muda tentang bahaya Tramadol dan narkoba lainnya.
"Langkah preventif melalui edukasi sangat penting untuk mencegah korban baru dan menyelamatkan generasi penerus kita," tambahnya. ( *)