Tanjung Jabung Barat, Wartapembaruan.co.id ~ Isu transparansi terkait penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kembali mencuat. Kali ini, SMP Negeri 3 Kelurahan Dusun Kebun Kecamatan Batang Asam, Tungkal Ulu menjadi sorotan. Saat tim jurnalis mencoba mengonfirmasi penggunaan dana BOS, kepala sekolah justru memilih bungkam, menimbulkan tanda tanya besar terkait pengelolaan dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan siswa. Kamis (3/10/2024)
Dana BOS adalah salah satu program strategis pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Alokasi dana ini ditujukan untuk membantu operasional sekolah dan meringankan beban orang tua siswa. Namun, di SMP Negeri 3 Tungkal Ulu, kesan penutupan informasi dan ketidakhadiran kepala sekolah di jam kerja menimbulkan kecurigaan terkait pengelolaan dana tersebut.
Ketika tim jurnalis datang untuk meminta klarifikasi terkait jumlah siswa penerima manfaat BOS dan pemanfaatan dana tersebut, mereka hanya disambut oleh staf sekolah yang seolah menghindari pertanyaan. Kesan menutup-nutupi ini semakin menguat ketika kepala sekolah tidak dapat ditemui, meskipun sedang dalam jam kerja. “Kami datang dengan itikad baik untuk mendapatkan informasi yang seharusnya transparan, namun justru disambut dengan sikap tertutup,” ungkap Rn, salah satu jurnalis yang berada di lokasi.
Pertanyaan yang muncul di benak publik sederhana: Ada apa dengan dana BOS di SMP Negeri 3 Tungkal Ulu? Mengapa pihak sekolah terkesan alergi dengan kedatangan jurnalis? Ke mana larinya dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kemajuan pendidikan siswa?
Ketertutupan ini menambah panjang daftar sekolah yang tidak transparan dalam pengelolaan dana BOS. Padahal, dana ini adalah hak siswa, bukan hanya sekedar angka di atas kertas. Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Barat diharapkan segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini. Sikap bungkam dan ketidakhadiran kepala sekolah di saat-saat penting tidak hanya merusak citra lembaga pendidikan, tetapi juga membuka ruang bagi dugaan penyalahgunaan wewenang.
Publik pantas mendapatkan penjelasan. Kepala sekolah, yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam mengelola dana pendidikan dengan transparan, justru menambah ketidakjelasan. Jika tidak ada yang disembunyikan, mengapa harus bungkam?
Tingginya ketidakjelasan ini menjadi cermin buruk bagi pendidikan di daerah tersebut, di mana pengelolaan dana publik seharusnya menjadi hal yang paling transparan. Diharapkan pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas agar kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan tidak semakin luntur.
(Syah Roni/Tim)