JAKARTA, Wartapembaruan.co.id - Pengajuan upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) yang ketiga kalinya pada objek perkara yang sama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, menuai polemik. Pengajuan PK yang dimohonkan oleh Kartini selaku penggugat, dinilai mengangkangi undang-undang, di mana ketentuan tentang PK hanya dapat diajukan satu kali.
Adapun objek perkara yang dimaksud, terkait dengan masalah lahan atau tanah yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, dengan termohon Arbain.
Terkait PK ketiga yang diajukan Kartini, kuasa hukum Arbain, Yusuf menyebut dalam hukum perdata Indonesia, PK merupakan upaya hukum luar biasa yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) setelah semua proses hukum biasa selesai, seperti banding dan kasasi.
Dalam Pasal 66 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan kemudian dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, disebutkan bahwa Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan satu kali.
"Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa permohonan PK dalam perkara perdata hanya boleh diajukan satu kali, tanpa pengecualian, meskipun ditemukan bukti baru (novum) atau kekhilafan hakim dalam PK sebelumnya. MK juga menegaskan bahwa hal ini dimaksudkan untuk menjaga kepastian hukum," ujar Yusuf.
Meskipun demikian, dilanjutkannya, ada beberapa kasus di mana pihak-pihak mencoba mengajukan PK lebih dari satu kali, tetapi MA menolak permohonan tersebut karena melanggar aturan yang membatasi PK hanya satu kali.
"Jadi, secara hukum tidak diperbolehkan ada PK ketiga kali dalam hukum perdata di Indonesia," lanjutnya.
"Jika ada PK yang diajukan untuk kali ketiga, maka kemungkinan besar akan ditolak oleh MA dengan merujuk pada peraturan yang berlaku," sambungnya.
Saat ditanya kenapa PK tersebut diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, padahal objek perkara di Kota Pekanbaru, Yusuf menyatakan begini, "Jadi begini, ada dua paham mengenai hal ini. Pertama, PK diajukan ke pengadilan ditempat objek perkara. Kedua, PK bisa diajukan dengan domisili yang berperkara. Jadi klien saya ini (Arbain) domisilinya di Jakarta."
Terkait dengan PK ketiga yang diajukan oleh Kartini, Yusuf mengaku telah menyurati Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Kita sudah surati Ketua Pengadilan Negeri Jakarta terkait PK ketiga itu. Tapi sampai sekarang kami belum menerima balasan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Harapan kami PK ketiga itu ya ditolak," jelasnya.
Terhadap keberatan itu Yusuf juga menyatakan telah memasukan kontra memori di PN Jakarta Utara. "Rabu kemarin kontra memori telah kita masukan di PN Jakut" ujarnya kepada awak media, Kamis (26/9/2024).
Untuk diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menerima PK yang ketiga dari pihak pemohon bernama Kartini. PK ketiga itu diajukan atas putusan PK kedua Makamah Agung RI tanggal 12 Juni 2023 dengan nomor 172 PK/ Pdt/ 2023. Jo. No. 83 PK/ Pdt/ 2022. Jo. No. 779 K/ Pdt/ 2020/ PT. DKI. Jo. No. 386/ Pdt.G/ 2017/ PN. Jktr. Utr.
Adapun nomor perkara PK ketiga itu, 386/ pdt.G/ 2017/ PN Jakarta Utara. Dalam PK ini, pihak termohon nya adalah Arbain.
Ahli Hukum: PK Terbatas dan Bersifat Final
Ahli hukum lainnya, Prof. DR Faisal Santiago, SH, MM juga menyatakan keherannya terhadap PK yang ketiga kalinya dilakukan pada obyek yang sama di PN Jakarta Utara. Menurut Prof. Faisal, Peninjauan Kembali (PK) merupakan instrumen luar biasa yang hanya digunakan dalam kondisi yang sangat terbatas dan sesuai dengan alasan yang diatur oleh undang-undang.
Dijelaskannya, Putusan Peninjauan Kembali (PK) bersifat final. "Setelah Peninjauan Kembali (PK) diajukan dan diputus oleh MA, putusan Peninjauan Kembali (PK) bersifat final dan tidak ada lagi upaya hukum yang dapat diajukan untuk mengubah putusan tersebut.
Ketika ditanya apakah terhadap PK masih dapat diajukan upaya hukum luar biasa atau PK untuk yang kedua kalinya, dengan gamblang Prof. Faisal menyatakan bahwa terhadap putusan Peninjauan Kembali (PK) perdata, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya.
Dia pun menyebut aturan tentang itu, yakni;
a. Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, berbunyi: “Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.”
b. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi: “Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali"
Prof Faisal mengatakan, aturan main tentang PK perdata itu berkaitan dengan prinsip kepastian hukum dan finalitas putusan."Aturan itu dibuat agar ada kepastian hukum," ujarnya mengakhiri percakapan.
Untuk di ketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menerima PK yang ketiga dari pihak pemohon yang bernama Kartini. PK ketiga itu diajukan atas putusan PK kedua Makamah Agung RI tanggal 12 Juni 2023 dengan nomor 172 PK/ Pdt/ 2023. Jo. No. 83 PK/ Pdt/ 2022. Jo. No. 779 K/ Pdt/ 2020/ PT. DKI. Jo. No. 386/ Pdt.G/ 2017/ PN. Jktr. Utr.
Adapun nomor perkara PK ketiga itu, 386/ pdt.G/ 2017/ PN Jakarta Utara. Dalam PK ini, pihak termohonnya adalah Arbain.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, DR. Ibrahim Palino, SH, MH ketika dikonfirmasi sedang tidak berasa di tempat. "Bapak tidak ada diruangan," ujar staf sekuriti Pengadilan Negeri Jakarta Utara.