Iklan

Moratorium UKOM, VIRALKAN

warta pembaruan
25 September 2024 | 9:57 AM WIB Last Updated 2024-09-25T02:57:22Z


By: Chazali H. Situmorang (Ketua Umum Lafkespri/Ketua Dewas PP IAI)

Pengantar:

Tulisan ini, sebagai bentuk kerisauan kami selaku Ketua LPA Lafkespri, atas kegelisahan para surveior yang tertunda-tunda remedial UKOM. Mereka banyak bertanya seriuskah Ditjen Yankes melaksanakan UKOM? Semoga bermanfaat. 

Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Lafkespri sebagai Lembaga Penyelenggara Akreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan dan Unit Transfusi Darah, telah melaksanakan tugasnya bersama dengan 12 LPA lainnya, menyelenggarakan akreditasi sesuai dengan penugasan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sejak 2 tahun lalu.

Jadi perlu ditegaskan, bahwa LPA PKLU itu adalah lembaga penyelenggara akreditasi yang meaksanakan perintah Menteri Kesehatan. Jelas tidak independen, tetapi pembiayaannya mandiri, tanpa dana APBN. Artinya Menkes men”deliver” kewajiban Menkes atas nama Pemerintah kepada LPA sebagai suatu badan hukum (Persero, maupun Perkumpulan) untuk  melaksanakan akreditasi fasilitas kesehatan primer, dan menyiapkan surveior secara mandiri melalui proses pelatihan bekerja sama dengan Lembaga Pelatihan yang juga sudah terakreditasi.

Saya tidak mengulas apa dan bagaimana LPA lain dalam melaksanakan penugasan tersebut. Fokus kami adalah LPA Lafkespri yang berada pada urutan nomor 1 dalam Lampiran  Keputusan Menkes nomor: HK.01.02/MENKES/32/2023 Tentang Lembaga Penyelenggara Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Praktek Mandiri Dokter dan Praktek Mandiri Dokter Gigi. Dalam perjalanannya, PMD dan PMDG dibatalkan, tidak diakreditasi oleh LPA tetapi langsung oleh Kementerian Kesehatan secara daring.

LPA Lafkespri telah melaksanakan tugasnya sesuai amanah Pemerintah. Secepatnya membentuk Koordinator wilayah Lafkespri di seluruh Propinsi. Termasuk Papua yang dimekarkan. 38 Korwil sudah ada pengurus dan surveiornya baik TKPP  dan TKSD. Dengan kekuatan 1.300 lebih surveior sebagai hasil pelatihan 45 angkatan Calon Surveior di beberapa Bapelkes, sampai hari ini tanggal 24 September 2024, para surveior itu telah mensurvei dan diterbitkan sertifikat untuk 4.035 Puskesmas, Klinik, dan Labkes. Lebih dari setengahnya klinik, dan selebihnya kebanyakan Puskesmas. Penilaian bervariasi, dari paling tinggi level Paripurna, sampai dengan Puskesmas level Dasar.

Untuk Klinik yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, dan menurut Kemenkes jumlahnya ada 9.600 Klinik Pratama dan Utama, dan dari hasil survei dan laporan Korwil kami di daerah, yang non BPJS Kesehatan adalah Klinik Kecantikan, Klinik di Desa-Desa yang tidak mampu membayar biaya survei yabng telah ditetapkan Pemerintah, dan Klinik yang merasa tidak penting disurvei karena masa berlaku ijin masih panjang. Tidak ada dokumen resmi edaran Kemenkes untuk harus di akreditasi paling lambat Desember 2024, tetapi lebih bersifat himbauan. Yang pasti menurut RPJM, memang akhir 2024, semua faskes sudah terakreditasi sebagai ukuran kinerja Kementerian Kesehatan.

Dengan arah dan kebijakan strategis Kemenkes untuk semua klinik non BPJS  Kesehatan sudah terakreditasi akhir Desember 2024, maka dengan gerak cepat juga, Lafkespri melakukan sosialisasi dan memprospek Klinik-Klinik agar punya kesadaran untuk mau diakreditasi dan di-DFO Sinaf dibantu prosesnya. LPA juga membantu melalui proses pembimbingan, terkait persyaratan mutlak Aspak, INM, SISDMK, dan IKP nya.  Kami patuh dengan kebijakan Kemenkes tersebut.

Memang mengadvokasi Klinik Non BPJS Kesehatan tidak mudah, beda dengan Klinik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehaan, dibarengi dengan ancaman jika sampai akhir Juni 2024 belum akre, kerjasama diputus.

Melalui effort yang lebih kuat, mulai Juli sampai dengan pertengahan September 2024,  Lafkespri baru bisa mengakreditasi 400 Klinik, dan sudah banyak juga yang di DFO, dan surveinya Oktober sampai dengan Desember 2024. Para surveior Lafkespri bergerak di lapangan, dengan berbagai strategi untuk mengajak Klinik untuk dapat diakreditasi.

0Dalam suasana dinamika meningkatkan Klinik yang akan diakreditasi, sesuai dengan kebijakan Kemenkes, dalam waktu bersamaan Dirjen Yankes menerbitkan kebijakan agar semua surveior PKLU harus mengikuti Uji Kompetensi. Diawali dengan Uji Coba UKOM.

Kebijakan tersebut dilapangan menjadi “_counter productive_” dengan kebijakan mengejar target akreditasi. Kita lihat saja hasil Uji Coba UKOM, menimbulkan keresahan surveior karena soal-soal yang ditampilkan banyak yang menjebak,  belum lagi persoalan IT yang banyak gangguan, dan jujur saja banyak juga surveior yang gaptek, karena sudah lansia tapi punya pengalaman yang panjang sebagai surveior. Hasil Uji coba UKOM memang sangat tidak memuaskan. surveior kecewa, Kemenkes juga tidak happy.

Tetapi karena hal tersebut sudah kebijakan “Pimpinan” Uji Kompetensi dilaksanakan beberapa minggu yang lalu. Soalnya juga “menyeramkan” terutama TKSD, tidak sesuai dengan ribuan soal yang disiapkan13 LPA atas “perintah” Kemenkes. Tetapi rupanya soalnya buatan Kemenkes sendiri. Dengan kalimat panjang, bercerita. Tidak nyambung pertanyaan dengan soalnya. “Neraka” itui menimpa soal UKOM TKSD. Hasilnya surveior TKSD yang lulus hanya 6% dan Surveior TKPP sekitar 30%. Kalau sudah begini apa surveiornya yang bodoh atau soalnya yang ngawur. Tentu yang bisa menjawab ini pihak Kemenkes.

Selanjutnya karena banyak protes dari semua LPA dan LIPA (FKTL), Dirjen Yankes perintahkan kepada Direktur Direktorat Mutu Yankes, untuk menyederhanakan soal-soal tersebut. Direktur Mutu selanjutnya meminta kepada Dr.Tyahjono (Tim Ahli?) untuk memperbaikinya sesuai dengan arahan Pak Dirjen. Dr.Tjahjono berjanji untuk memperbaikinya untuk remedial UKOM.

Sepertinya Kemenkes sedang menerapkan model _Trial and Error_ dalam UKOM. Bayangkan begitu banyaknya surveior mungkin ada 8.000 an dari semua LPA, menerapkan model UKOM secara _Trial and Error_. Suatu kebijakan yang beresiko tinggi dan menimbulkan kondisi psikologis surveior yang belum lulus menjadi “_break down_”.

Persoalan nyata yang dihadapi kami sebagai Ketua LPA, adalah adanya beberapa surveior yang sudah mengantongi surat tugas survei, membatalkannya, khawatir nanti hasil surveinya tidak diakui dan ancaman LPAnya kena sanksi.

Tetapi, sebagai Ketua LPA, kami bertanggungjawab atas Surat Tugas yang diterbitkan. Dan jika ada resiko terkait hal tersebut, sepenuhnya menjadi tanggungjawab Ketua LPA. Alhamdulilah beberapa waktu kemudian beredar whatsapp Dir. Mutu Yankes, yang menyatakan survei jalan terus.

Kami berupaya, situasi lapangan dikelola dengan baik, surveior ditenangkan, komunikasi antar surveior semakin ditingkatkan intensitasnya, sehingga mengetahui situasi lapangan lebih awal, dan segera menetralisir rumor-rumor soal UKOM  yang sipang siur.

Moratorium UKOM mungkinkah?

Sebelum membahas pertanyaan tersebut, sejauh mana urgensi UKOM dilaksanakan saat sekarang ini? Karena masa berlaku lulus UKOM 3 tahun, berarti pada tahun 2027 UKOM kembali?. Sedangkan Reakreditasi PKLU adalah tahun 2028.

Mereka yang sudah babak belur mengikuti UKOM tahun ini dan mungkin dengan remdialnya. Apa yang mau disurvai. Bagaimana mendapatkan Klinik non BPJS Kesehatan yang belum disurvai. Akibatnya walau sudah lulus UKOM, tetapi tidak punya pengalaman mensurvei, lantas menunggu tahun 2028 untuk mensurvei yang reakreditasi, masa berlaku UKOM nya habis. Apa ini yang dikehendaki Pemerintah? Surveior harus ikut UKOM lagi. Tidak semua surveior punya stamina tinggi untuk menghadapinya. Akhirnya menyerah dan tidak ingin lagi jadi surveior. Siapa yang rugi?

Situasi yang kami uraikan di atas, sudah ada  dikaji oleh para surveior. Mereka menyiasatinya, tidak akan ikut UKOM Remedialnya sekarang, tetapi 3 tahun mendatang. Karena sama saja. Ikut remedial sekarangpun, harus ikut UKOM lagi 3 tahun lendatang. Suatu pembicaraan yang sudah mulai meluas dikalangan surveior.

Moratorium UKOM sangatlah memungkinkan. Suatu solusi alternatif yang bijak, dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang sedang berkembang. Persoalannya hanya pada _Political Will_ Kemenkes. Dengan Moratorium UKOM, pihak Ditjen Yankes dapat mendorong agar para LPA memobilisasi surveiornya untuk melakukan sosialisasi, advokasi, edukasi bahkan penetrasi terhadap Klinik-Klinik non BPJS Kesehatan yang belum berkeinginan diakreditasi.

Jika kebijakan itu bisa dilakukan, maka teman-teman Ketua LPA dan Pejabat Kemenkes yang sedang Conference Isqua di Turki, tidak perlu buru-buru pulang ke Indonesia untuk menyelenggarakan Remedial UKOM. Para surveior pun, menjadi riang gembira, bersemangat cari Klinik, dan tidak lagi mengalami stress berkepanjangan membahas ribuan soal UKOM. *Bravo Surveior. Bravo Lafkespri*. (Azwar)


Crown Palace, A-15c

25 September 2024

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Moratorium UKOM, VIRALKAN

Trending Now

Iklan