PEKANBARU, Wartapembaruan.co.id -- Pegiat Anti Korupsi, Dewan Pimpinan Pusat Solidaritas Peduli Keadilan Nasional (DPP-SPKN), kembali menyoroti masih maraknya praktek jual beli buku pendamping atau LKS tingkat SD dan SMP di kota Pekanbaru-Riau dengan modus memperalat pihak ketiga untuk menjualnya. Hal tersebut disampaikan Sekjen DPP-SPKN, Romi Frans, Kamis (13/9/2024).
Dikatakan Romi Frans, apapun alasan pihak sekolah, yang pasti orang tua siswa masih dibebani untuk membeli buku LKS. “Jangan di pungkiri, bahwa praktik penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah tingkat SD da SMP di kota Pekanbaru masih marak terjadi,”ucap nya.
Padahal UU tentang Sisdiknas tegas dikatakan, bahwa pendidikan dasar itu harus bebas biaya pendidikan. “Kondisi ini harus disikapi secara serius oleh
Dinas Pendidikan kota Pekanbaru dan melakukan penindakan kepada pihak sekolah. Kepala dinas pendidikan Pekanbaru harus mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini” tegas nya.
Lagi kata Romi Frans, Kemendikbud menyatakan bahwa penyediaan buku sudah disiapkan dengan mekanisme pendanaan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, yang terjadi di lapangan, bahwa masih ditemukan praktik jual buku Lembar Kerja Siswa (LKS) saat ini di lingkungan sekolah Pemerintah Kota Pekanbaru.
Menurut Romi Frans, didalam peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan telah di jelaskan secara rinci tentang itu.
Kemudian pasal 181 PP Nomor 17 Tahun 2010 sudah jelas bahwa pendidik dan tenaga kependidikan baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, ataupun bahan pakaian seragam di satuan pendidikan, sebutnya.
Bahkan Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 menjelaskan tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bahwa sekolah dilarang menjadi distributor buku LKS, urai nya.
Lagi kata Romi Frans, terkait pengadaan baju seragam sekolah jenjang SD dan SMP sampai hari ini tetap di lakukan yang katanya dikordinir komite sekolah dengan harga mulai dari Rp1.200.000 hingga Rp1.400.000, sebut nya.
Ditegaskan Romi Frans, kami menyoroti hal tersebut bukan tanpa dasar. DPP-SPKN ada menerima laporan dari orang tua siswa juga berdasarkan informasi yang di himpun tim SPKN. “Sebenarnya kami sudah lama mengetahui hal ini dan sudah menjadi rahasia umum, tetapi batu kali ini kita soroti,” aku nya.
“Meski secara umum, pihak sekolah tidak mewajibkan para siswa untuk memiliki buku LKS tersebut, tetapi secara tidak langsung (indirectly) para siswa agar memiliki buku LKS tersebut.
Dengan modus, buku LKS dititipkan di Toko buku, kedai foto copy oleh pihak distributor atau penyalur yang diduga telah direkomendasikan pihak sekolah,” terang Romi Frans.
Romi Frans menambahkan, dalam waktu dekat ini, DPP-SPKN akan melakukan observasi keseluruh SD dan SMP yang ada di kota Pekanbaru. Jika benar, maka tidak tertutup kemungkinan akan kami laporkan ke APH, tandas nya.
Kepala Dinas Pendidikan kota Pekanbaru, Abdul Jamal yang di konfirmasi melalui aplikasi WhatsApp nya, terkait statement Sekjen DPP-SPKN tersebut, namun hingga berita ini dilansir belum memberikan jawaban.