Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Dalam rangka menyongsong Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79, Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia (YPSI-INSP!R Indonesia) sebagai salah satu lembaga masyarakat sipil yang fokus pada isu perlindungan sosial, memberikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia yang terus mengembangkan perlindungan sosial khususnya program jaminan sosial untuk mendukung kesejahteraan rakyat Indonesia.
Menurut Ketua YPSI-INSP!R Indonesia, Yatini Sulistyowati, dalam satu dekade penyelenggaraan jaminan sosial di bawah payung UU SJSN, sudah semakin bertambah kepesertaan jaminan sosial yang menunjukkan sudah semakin banyak rakyat Indonesia yang mengakses manfaat jaminan sosial.
Dengan mengacu pada Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menempatkan jaminan sosial sebagai hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia, dan mengamanatkan Negara mengembangkan jaminan sosial, melalui kehadiran UU SJSN dan UU BPJS, per akhir Desember 2023 ke pesertaan Jamian Kesehatan Nasional telah mencapai 267,3 juta jiwa yang menjadi terbesar di Asia, sedangkan Jaminan Sosial ketenagakerjaan telah mencapai 41,5 juta pekerja atau 30 persen jumlah tenaga kerja di Indonesia.
"Sudah banyak rakyat tertolong dengan kehadiran program JKN, dan sudah banyak pekerja yang terlindungi ketika pekerja mengalami risiko kecelakaan kerja hingga kematian," ujar Yatini, melalui rilisnya, Jum'at (16/8/2024).
Namun demikian, lanjut Yatini, program jaminan sosial yang tahun ini sudah memasuki tahun kesebelas masih memiliki berbagai masalah yang harus juga diselesaikan sehingga hak konstitusional rakyat benar-benar bisa menyejahterakan rakyat sesuai amanat Pembukaan UUD 1945.
"Permasalahan yang terjadi dikontribusi oleh persoalan substansi hukum yaitu regulasi yang masih belum menjamin hak kepesertaan dan hak manfaat serta hak atas pelayanan yang layak dan inklusif jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia," tutur Yatini.
Selain masalah substansi hukum, permasalahan struktur hukum yaitu peran dan tugas Pemerintah sebagai penyelenggara dan pengawas serta penegak hukum atas jaminan sosial masih belum sepenuhnya berjalan dengan baik sehingga hak rakyat atas akses ke pesertaan, akses manfaat dan akses pelayanan yang layak dan inklusif masih terkendala.
Demikian juga dengan program Bantuan Sosial (Bansos) yang selama ini dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemda, masih terjadi persoalan inclusion error (ada orang mampu yang mendapatkan bansos) dan exclusion error (orang miskin dan tidak mampu tidak mendapat bansos).
Bansos kerap kali menjadi instrument politik dalam pemilu sehingga tujuan bansos menjadi bias dan uang negara menjadi bancakan politik calon. Pilkada serentak di November 2024 nanti pun rentan menggunakan bansos sebagai instrumen politik, khususnya penguasa yang memiliki akses mengatur bansos.
Menjelang 79 tahun kemerdekaan, dengan pendapatan per kapita menembus angka 5.400 USD dan menjadikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income country), seharusnya Negara Indonesia sudah mampu menciptakan Perlindungan Sosial (yaitu jaminan sosial dan bantuan sosial) yang bersifat universal, Adaptif dan inklusif.
Keseriusan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat saat ini justru dibalut dalam semangat yang tidak produktif seperti keinginan untuk memaksakan IKN diselesaikan dalam waktu singkat dengan fokus anggaran ke IKN sehingga mengorbankan anggaran untuk kesejahteraan rakyat.
Beberapa masalah yang dipotret oleh YPSI-INSP!R Indonesia atas akses kepesertaan, manfaat dan layanan yang belum layak dan inklusif tersebut antara lain:
1. Masih adanya permasalahan atas akses ke pesertaan di jaminan sosial. Di program JKN, masyarakat miskin dan tidak mampu yang seharusnya dimudahkan menjadi peserta JKN dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) namun hingga saat ini masih banyak masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak menjadi peserta atau menjadi nonaktif karena dinonaktifkan sepihak oleh Pemerintah. Masih ada 50 jutaan rakyat Indonesia yang status ke pesertaannya nonaktif dikarenakan adanya tunggakan iuran yang tidak mampu dibayar peserta mandiri dan dinonaktifkannya peserta PBI dari APBN maupun APBD.
Di program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), khususnya program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm) serta Jaminan Hari Tua (JHT), masyarakat pekerja miskin dan tidak mampu (termasuk pekerja Disabilitas) belum mendapat akses kepesertaan program JKK, JKm dan JHT sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang diamanatkan Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN dan pernah dijanjikan Pemerintah di RPJMN 2020-2024.
2. Akses kepesertaan program Jaminan Pensiun (JP) belum dibuka untuk pekerja informal (bukan penerima upah) termasuk pekerja GIG (pekerja berbasis platform), Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Pekerja jasa konstruksi (Jakon) sehingga pekerja bukan penerima upah, PMI dan Jakon pada masa tuanya akan mengalami kendala serius untuk hidup sejahtera karena tanpa topangan jaminan pension.
3. Belum adanya akses kepesertaan PMI dan Jakon terhadap Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) pun menjadi persoalan diskriminasi jaminan sosial yang ada saat ini. Program JKP hanya diberikan kepada pekerja penerima upah yang memang sudah memiliki jaminan sosial paripurna.
Dari poin 1, 2 dan 3 di atas, dengan mengacu pada pada amanat Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang mengamanatkan “Negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”, seharusnya Negara memprioritaskan pengembangan sistem jaminan sosial bagi masyarakat yang lemah seperti pekerja miskin dan tidak mampu, PMI dan Jakon.
4. Pekerja Disabilitas, orang dengan penyandang disabilitas, adalah salah satu kelompok rentan yang seharusnya dilindungi oleh negara, tetapi masih banyak dari mereka yang tidak menjadi peserta Jaminan sosial, atau menjadi peserta jaminan sosial tetapi dengan biaya sendiri, kebutuhan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang tanpa disabilitas harusnya menjadi salah satu perhitungan kenapa Jaminan soail all covered harus ditanggung oleh negara, bahkan konsesi saja masih menjadi perdebatan tanpa akhir.
5. Dari sisi manfaat dan pelayanan, Perpres no. 59 Tahun 2024 masih menempatkan peserta JKN yang mengalami tindak kekerasan (seperti KDRT), penganiayaan, trafficking dan terorisme tidak mendapat pelayanan JKN. Korban-korban tersebut mengalami kesulitan mengakses jaminan pelayanan Kesehatan dari JKN, karena penjaminannya diserahkan ke LPSK (harus melalui ranah pidana polisi terlebih dahulu).
6. Masih adanya obat-obatan yang belum dijamin JKN karena tidak terdaftar di formularium nasional (fornas), masih adanya RS yang tidak menyediakan obat di apotiknya seperti obat untuk penyadang disabilitas mental, masih adanya oknum RS yang menyuruh pasien JKN membeli obat sendiri padahal menjadi jaminan JKN, merupakan persoalan-persoalan layanan obat yang masih dialami pasien JKN.
7. Kewajiban pekerja GIG yang berbasis platform didaftarkan oleh aplikator, sesuai amanat Pasal 34 Permenaker no. 5 Tahun 2021, ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Aplikator sehingga masih banyak pekerja GIG Yang tidak terlindungi di jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya program JKK dan JKm.
8. Pengaturan jaminan sosial Kesehatan bagi PMI di Permenaker no. 4 Tahun 2023 ternyata tidak ditindaklanjuti dengan pemberian akses JKN kepada PMI. Demikian juga jaminan sosial ketenagakerjaan bagi PMI, belum sepenuhnya ditindaklanjuti dengan proses sosliasisasi dan akses pelayanan-manfaat serta akses kepesertaan bagi PMI yang sedang bekerja di Negara penempatan.
9. Makan siang gratis yang menjadi program unggulan Pemerintah Prabowo-Gibran merupakan salah satu bentuk bansos yang harus tepat sasaran sehingga alokasi anggaran tidak menjadi SIA-SIA. Bahwa bansos harus ditujukan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu.
10. Berbagai program jaminan sosial yang diturunkan oleh pemerintah masih bermasalah dengan data pilah yang berbasis gender dan inklusi sosial yang menjadi gambaran riil masyarakat Indonesia. Program jaminan sosial juga masih belum memberikan akses dan manfaat bagi korban kekerasan untuk mendapatkan bantuan dan layanan kesehatan tanpa diskriminasi dan terjangkau.
Atas seluruh permasalahan di atas, YPSI-INSP!R Indonesia mendesak pemerintahan ke depan agar:
1. Memastikan seluruh rakyat Indonesia yang miskin dan tidak mampu menjadi peserta PBI JKN yang aktif. Tidak ada lagi penonaktifan sepihak. Pemerintah harus berkomunikasi dengan rakyat sebelum menonaktifkan JKN peserta PBI.
"Kami pun meminta Pemerintah merealisasikan kuota PBI JKN sebanyak 113 juta orang sesuai RoadMap Jaminan sosial yang diatur di Perpres no. 36 Tahun 2023. Pidato presiden menyampikan 92 juta rakyat masyarakat miskin mendapatkan layanan JKN/PBI namun temuan Insp!R memperlihatkan kualitas dari layanan masih bermasalah".
2. Tahun ini Pemerintah harus segera mengimplementasikan program JKK, JKm, dan JHT bagi pekerja miskin dan tidak mampu dalam skema PBI, yang iurannya dibayarkan Pemerintah.
3. Akses kepesertaan Jaminan Pensiun harus dibuka untuk pekerja bukan penerima upah (informal), PMI dan Jakon sehingga seluruh pekerja memiliki akses penjaminan hari tua tanpa diskriminasi.
4. Akses kepesertaan program JKP pun harus dibuka untuk peserta PMI dan Jakon serta Bukan Penerima Upah sehingga paska PHK seluruh pekerja berhak atas manfaat bantuan uang tunai, pelatihan dan akses informasi pasar kerja.
5. Mendesak Pemerintah untuk menjamin korban tindak kekerasan (seperti KDRT), penganiayaan, trafficking dan terorisme dalam skema JKN.
6. Memastikan peran pengawasan dan penegakkan hukum bagi aplikator yang tidak mau mendaftarkan pekerja GIG dalam jaminan sosial ketenagakerjaan di program JKK dan JKm.
7. Mendorong akses kepesertaan, manfaat dan pelayanan jaminan sosial Kesehatan dan ketenagakerjaan yang layak bagi PMI di luar negeri.
8. Memastikan makan siang gratis benar-benar diberikan kepada masyarakat miskin dan tidak mampu sehingga anggaran bisa mencukupi untuk kualitas dan kuantitas menu yang layak, dan anggaran bisa dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat yang tidak mampu dan miskin.
"Dan tidak boleh mengurangi alokasi anggaran bansos yang sudah dianggarkan sebelumnya," pungkas Yatini. (Azwar)