MAKASSAR.Wartapembaruan.co.id -- Sidang perkara terkait kematian Virendy Marjefy Wehantouw (19) -- mahasiswa jurusan Arsitektur di Fakutas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) yang meninggal dunia secara tragis dengan sejumlah luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya saat mengikuti kegiatan Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas pada Januari 2023, kembali dilanjutkan Senin (29/07/2024) lalu sekitar pukul 15.00 Wita di Ruang Sidang Cakra Gedung Pengadilan Negeri (PN) Maros.
Pada persidangan kali ini, majelis hakim dipimpin Firdaus Zainal, SH, MH yang mengadili 2 (dua) mahasiswa semester akhir di FT Unhas sebagai terdakwanya yakni Muhammad Ibrahim Fauzi (Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas) dan Farhan Tahir (Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas), memberi kesempatan kepada kedua aktivis organisasi kemahasiswaan itu bersama penasehat hukumnya Ilham Prawira, SH membacakan duplik (tanggapan atas replik jaksa penuntut umum).
Namun dalam kesempatan itu, Ibrahim dan Farhan tidak mengajukan duplik untuk menanggapi replik jaksa. Hanya penasehat hukum Ilham Prawira saja yang menyiapkan berkas duplik dan membacakan di depan majelis hakim dan jaksa Alif, SH yang hadir mewakili tim jaksa penuntut umum yang sejak awal tampil di persidangan tetapi kali ini berhalangan. Tampak pula duduk di barisan kursi pengunjung sidang, ayah almarhum Virendy yakni James Wehantouw didampingi kuasa hukumnya, Yodi Kristianto, SH, MH.
Di awal dupliknya, Ilham Prawira menyatakan membantah isi dari replik jaksa penuntut umum. Ia pun berdalih, selain kegiatan diksar ini dinilainya legal karena adanya izin yang dikeluarkan pihak universitas, juga kekerasan dan penghukuman kepada peserta dilarang keras. Karenanya ia tetap meminta majelis hakim melepaskan kedua terdakwa dari jeratan hukum apabila sependapat dengan dalil penasehat hukum, atau jika terbukti bersalah agar menjatuhkan hukuman seringan-ringannya.
Pembacaan duplik yang isinya terkesan berulang-ulang dan dipandang tidak ada bedanya dengan nota pembelaan, sempat mendapat teguran dari ketua majelis hakim, Firdaus Zainal, SH, MH. "Saya baca-baca surat duplik saudara, banyak berulang-ulang dan sama saja dengan isi nota pembelaan saudara. Harap ungkapkan penegasannya saja terkait apa yang hendak ditanggapi terhadap replik jaksa penuntut umum," lantang hakim yang telah mendapat SK mutasi untuk menduduki jabatan barunya sebagai Wakil Ketua PN Jeneponto.
Setelah mendengarkan pembacaan duplik penasehat hukum, majelis hakim kemudian menyampaikan akan membacakan putusan perkara kematian Virendy ini pada Jumat (2/8/2023) pagi pukul 09.00 Wita. Namun sebelum menutup sidang, hakim Firdaus Zainal menyampaikan beberapa pesan dan harapannya, diantaranya meminta semua pihak untuk menerima dengan baik hasil keputusan nanti. Namun jika ada pihak yang tidak puas dengan putusan tersebut, dapat melakukan upaya hukum sesuai prosedur yang berlaku.
Selain pesan dengan tujuan agar persidangan pembacaan putusan nantinya dapat berjalan baik, hakim Firdaus Zainal menyampaikan pula sebuah pernyataan yang entah apa maksudnya dan ditujukan kepada siapa kalimat-kalimatnya itu ? "Jika ada pemberian dalam bentuk materi, barang atau apapun terkait perkara ini, hal itu tidak ada hubungannya dengan majelis hakim," ujarnya lalu mengetok palunya pertanda sidang ditutup.
Tidak Sesuai Fakta Sidang
Kembali bermaksud menanggapi isi surat duplik yang diajukan Ilham Prawira, SH selaku penasehat hukum terdakwa Muhammad Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir, kuasa hukum keluarga almarhum Virendy yakni pengacara Yodi Kristianto, SH, MH memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan, Kamis (1/8/2024) malam di Virendy Cafe Jl. Telkomas Raya No.3 Makassar.
Menurut pengacara muda ini, duplik penasehat hukum terdakwa, dalil hukumnya tidak sesuai fakta persidangan. Contohnya saja, soal kekerasan dan penghukuman yang katanya dilarang keras dalam kegiatan diksar tersebut, namun kenyataannya fakta persidangan mengungkap dengan jelas tentang adanya pemberian set (hukuman) kepada seluruh peserta. Termasuk set yang diberikan senior (alumni FT Unhas) terhadap diri Virendy saat kondisinya sudah drop dan tak berdaya lagi.
Sementara dalil penasehat hukum terdakwa yang tetap mengacu kepada legalnya kegiatan diksar ini karena adanya izin yang dikeluarkan pihak universitas, Yodi menegaskan lagi bahwa fakta persidangan telah membuktikan pelaksanaan kegiatan diksar tersebut cacat administrasi. Sebab selain rute atau jalur kegiatan tidak sesuai yang tercantum dalam proposal, juga adanya pemalsuan tandatangan pada surat permohonan rekomendasi dan surat pernyataan kesediaan bertanggungjawab terhadap kegiatan diksar itu.
Selanjutnya mengenai dugaan Virendy memiliki penyakit Asma sebagaimana yang diuraikan penasehat hukum dalam dupliknya, Yodi pun menilai dalil hukum terkait hal tersebut tidak berdasarkan fakta persidangan. Juga pada dupliknya, terdapat uraian penasehat hukum yang tidak singkron atau saling bertentangan tentang dugaan penyakit almarhum. Pasalnya di beberapa bagian dupliknya, Ilham Prawira berkali-kali menegaskan bahwa fakta persidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi, korban Virendy tidak memiliki penyakit bawaan atau penyakit Asma.
Tapi anehnya, di bagian akhir dupliknya, Ilham Prawira mengemukakan lagi bahwa Virendy meninggal bukan karena aktivitas berlebihan, tetapi memiliki penyakit kronik Asma yang diduga disembunyikan dan tidak terbuka kepada tim medis. Bahkan ia menyebutkan pula pendapat dokter forensik bahwa Virendy meninggal karena kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung akibat penyumbatan lemak.
Yodi kembali mengingatkan bahwa selain fakta persidangan menyebutkan Virendy tidak memiliki penyakit bawaan atau penyakit kronik atau penyakit Asma, apakah tidak ingat lagi kesaksian dokter ahli forensik yang di persidangan mengungkapkan pula sambil mengangkat kedua tangannya "Korban sudah sesak napas kelelahan. Jantung sudah tidak mampu dan seakan berteriak minta ampun serta jangan tambahi lagi aktivitasnya".
Perlu diketahui pula bahwa kedua orang tua dan saudara-saudara kandung almarhum pasti lebih mengetahui kondisi kesehatan Virendy semasa hidupnya. Alibi penyakit Asma yang didalihkan ini sejak awal sudah diumbarkan terdakwa Muhammad Ibrahim Fauzi ketika pertama kali diinterogasi orang tua korban tahun lalu di RS Grestelina pada Sabtu (14/01/2023) pagi.
"Jadi memang dari awal, pihak keluarga sudah menduga adanya upaya menutup-nutupi dan merekayasa peristiwa sesungguhnya dibalik kematian putra dari seorang wartawan senior di Makassar ini. Sejak pertama kali terdakwa Ibrahim diinterogasi orangtua almarhum, dia sudah mengumbarkan jika Virendy sakit Asma. Nah dari mana bisa berdalih Virendy memiliki penyakit Asma ? Apakah terdakwa, panitia diksar, pengurus Mapala dan senior-senior yang terlibat dalam kegiatan diksar itu punya kompetensi di bidang medis ?," tandas Yodi. (*)