Oleh: Uchok Sky Khadafi (Direktur Center For Budget Analisis/CBA)
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Kasatpol PP Jaksel Nanto Dwi Subekti dicopot dari jabatannya lantaran diduga terkait reklame videotron bodong alias ilegal. Dan Videotron bodong tersebut berdiri di trotoar Jalan Protokol Jenderal Sudirman.
Nasib Kasatpol PP Jaksel Nanto Dwi Subekti seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah dibebas tugas alias dipecat dari jabatan harus menghadapi tim pemeriksaan dari Sekda DKI Jakarta. Dan payung hukum pemeriksaan sudah terbit yaitu Pergub 8 Tahun 2024 dan SK Sekretaris Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2024 tentang Pembentukan Tim Pemeriksa.
Sebetulnya Kasatpol PP Jaksel Nanto Dwi Subekti sepertinya kurang koordinasi dengan atasan beliau. Pokoknya ada Videotron bodong atau illegal alias tidak bayar pajak ke kas Pemda DKI Jakarta, langsung disikat saja sesuai tugas beliau.
Sebetulnya Kasus Videotron yang bodong atau ilegal di wilayah DKI Jakarta itu, bukan satu atau dua buah saja. Di DKI Jakarta sendiri dari data, atau hasil laporan dari Suku Badan Pengelolaan Aset Daerah
(SBPAD) pada lima wilayah Kota Administrasi diketahui bahwa terdapat 32 media reklame yang telah terpasang pada tahun 2022 di dalam sarana dan prasarana kota. Selain itu, di MRT Jakarta ditemukan 1.299 media reklame yang telah terpasang pada 467 pilar antar stasiun dan understation.
Semua Iklan reklame ini belum bayar pajak lantaran Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame belum
melakukan sidang proposal. Padahal pada tahun 2022 terdapat 10 permohonan penyelenggaraan reklame dan PT MRTJ yang mengusul dan minta izin kepada BPAD atau Pemprov DKI Jakarta.
Namun BPAD belum dapat memproses permohonan yang berasal dari 10
perusahaan swasta tersebut karena belum ada rekomendasi hasil sidang proposal untuk menetapkan titik reklame yang dapat dilelang. Dan Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame belum
melakukan sidang proposal, karena pada saat itu Asisten Pembangunan dan
Lingkungan Hidup Sekda mengusulkan revisi atas Pergub Nomor 100 Tahun 2021.
Akibat alasan maupun ulah Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI Jakarta, Kas daerah kosong dari penerimaan pajak reklame. Pada tahun 2022 pemda DKI Jakarta mengalami kerugian negara sekitar Rp.100 miliar.
Jadi, gambaran cerita pejabat DKI Jakarta diatas, kami dari CBA (Center For Budget Analisis) mengambil kesimpulan bahwa pemecatan Kasatpol PP Jaksel Nanto Dwi Subekti hanya dijadikan tumbal persugihan untuk menikmati duit duit iklan reklame agar masuk ke kantor pribadi bukan ke kas daerah.
Dan sebetulnya Kasatpol PP Jaksel tidak perlu dicopot lantaran BPAD bagian dari Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame sudah mengirim surat kepada 4 pejabat DKI Jakarta agar dilakukan penertiban kepada iklan reklame. Tetapi oleh 4 pejabat itu, surat tersebut tidak digubris, malahan hanya dijadikan arsip untuk bukti ke KPK.
Inilah 4 pejabat yang sudah dikirimin surat atau laporan BPAD (Badan Pengelolaan Aset Daerah). 4 Pejabat tersebut adalah Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Pj Gubernur DKI Jakarta, dan Nota Dinas Kepala BPAD kepada Sekretaris Daerah Provinsi.
Demikian surat BPAD nomor dan surat kepada, 1) Surat Kepala BPAD kepada Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Nomor 549/-1.752.11 tanggal 8 Maret 2022 hal Penertiban Reklame;
2) Surat Kepala BPAD kepada Kepala Satpol PP Nomor 1239/-1.752.11 tanggal 13
Mei 2022 hal Permohonan Ke 2 Penertiban Reklame.
Kemudian yang 3) Surat Kepala BPAD kepada Pj Gubernur DKI Jakarta Nomor 305 /RB.02.07 tanggal 2 Februari 2023 hal Laporan Hasil Monitoring Penyelenggaran Reklame pada Sarana dan Prasarana Kota Milik Pemprov DKI Jakarta;
4) Nota Dinas Kepala BPAD kepada Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 605/RB.02.07 tanggal 7 Maret 2023 hal Laporan Monitoring dan Optimalisasi
Sarana dan Prasarana Kota Milik Pemprov DKI Jakarta.
Maka untuk itu, kami dari CBA meminta kepada untuk segera membuka penyelidiki pajak iklan reklame dan segera memanggil Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, dan Sekda DKI Jakarta Joko Agus Setyono. Karena pada tahun 2022 ada potensi kerugian negara sekitar Rp.100 miliar yang harus ada pejabat yang bertanggungjawab. (Azwar)