Iklan

Hati hati! Diduga Lesing ACC Gunakan Dobcolektor Untuk Takuti Konsumen : Buka Blokir dan Penanganan 2 juta.

27 Juli 2024 | 5:13 PM WIB Last Updated 2024-07-27T10:13:09Z


Jambi, Wartapembaruan.co.id -
Dugaan melakukan penarikan barang pada masa kredit terhadap konsumen dengan mengunakan eksternal (dobcolektor) masih marak di jambi, berbagai cara dan skenario dibuat oleh perusahan lesing untuk membuat konsumen gerah dan sesegera mungkin untuk membayar tagihan yang menunggak. Salah satunya dari pemblokiran pembayaran, agar konsumen langsung berurusan dengan eksternal (Dobcolektor) lesing tersebut. Dan kali ini terjadi di lesing Astra Credit Companies (ACC) yang menggunakan eksternal (Dobcolektor) untuk melakukan penagihan kredit dengan biaya 2 juta rupiah dengan alasan pembukaan blokir dan penanganan diluar denda kepada debitur. Sabtu, 27 Juli 2024.

Alih alih menagih tagihan kredit yang menunggak, tapi banyak eksternal (Dobcolektor) menggunakan wewenang tersebut untuk langsung mengambil/menarik barang konsumen dengan alasan telah menunggak.

Mendapatkan informasi (red), terkejut dengan adanya biaya pembukaan blokir dan biaya penanganan, hal ini diduga ada kongkalikong antara lesing Astra Credit Companies (ACC) bersama pihak eksternal (Dobcolektor) yang meminta uang senilai 2 juta rupiah kepada debitur.

Saat (red) menelusuri kebenarannya datang langsung ke kantor lesing Astra Credit Companies (ACC) di sipin, saat ingin membayar tunggakkan di counter,  counter tersebut mengatakan ini sudah masuk kedalam penanganan eskol atau eksternal (dobcolektor).

"Tunggu ya bang, ini sudah di serahkan kepada penanganan eskol, kalo mau bayar", ucapnya.

Selanjutnya keesokkan harinya (red) kembali mendatangi kantor lesing Astra Credit Companies (ACC), didibawa ke ruangan atas, dan langsung ketemu dengan pegawai Astra Credit Companies (ACC), tak lama kemudian pegawai ACC itu menelpon dan menyuruh menunggu dikantor agar diduga eksternal (dobcolektor) bisa ketemu langsung. 

Setelah ketemu, diduga eksternal (dobcolektor) terbsebut mengatakan sudah di sebutkan belum sama abngnya, ada biaya buka blokir dan penanganan, bayar harus 2 bulan karna udah masuk 3 bulan nunggak.

"Totalnya semuanya 11 juta, denda dan biaya buka blokir dan penanganan", sebutnya.

Setelah itu, diduga eksternal (dobcolektor) menuliskan disebuah kertas rinciannya.

Tunggakan 2 bulan = RP. 8.600.000

Denda = RP. 400.00

Biaya buka blokir dan Biaya penanganan = RP. 2.000.000

Ini membuat banyak pertanyaan dari masyarakat yang berhasil red temui, apakah proses lesing harus menggunakan eksternal untuk menarik barang tagihannya?, bagaimana pendapat hukum tentang kegiatan ini?, apakah ini sudah termasuk proses per lesingan?, apakah ada sanksi hukum apabila pihak lesing menggunakan eksternal?, dan dimana jika masyarakat ingin meminta perlindungan hukum atas diduga percobaan menakuti konsumen dengan menggunakan eksternal?.

Di kutip dari detiknews.com, Hak di atas sesuai Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Di mana pada intinya penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.

Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya menyatakan Pasal 15 ayat (2) UU 42/1999, khususnya frasa "kekuatan eksekutorial" dan frasa "sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap" hanya dapat dikatakan konstitusional sepanjang dimaknai bahwa "terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang telah terjadinya "cedera janji" (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap".

Sementara itu, terhadap norma Pasal 15 ayat (3) UU 42/1999 khususnya frasa "cedera janji" hanya dapat dikatakan konstitusional sepanjang dimaknai bahwa "adanya cedera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur, melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cedera janji", sebagaimana selengkapnya akan dituangkan dalam amar putusan perkara a quo.

Mahkamah Konstitusi juga mempertimbangkan bahwa tidak adanya kepastian hukum, baik berkenaan dengan tata cara pelaksanaan eksekusi maupun berkenaan dengan waktu kapan pemberi fidusia (debitur) dinyatakan "cedera janji" (wanprestasi), dan hilangnya kesempatan debitur untuk mendapatkan penjualan objek jaminan fidusia dengan harga yang wajar, di samping sering menimbulkan adanya perbuatan "paksaan" dan "kekerasan" dari orang yang mengaku sebagai pihak yang mendapat kuasa untuk menagih pinjaman utang debitur, dapat bahkan telah melahirkan perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penerima fidusia (kreditur) serta merendahkan harkat dan martabat debitur. Hal demikian jelas merupakan bukti adanya persoalan inkonstitusionalitas dalam norma yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU 42/1999.

Sebab, kalaupun sertifikat fidusia mempunyai titel eksekutorial yang memberikan arti dapat dilaksanakan sebagaimana sebuah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, prosedur atau tata-cara eksekusi terhadap sertifikat fidusia dimaksud harus mengikuti tata-cara pelaksanaan eksekusi sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 196 HIR atau Pasal 208 RBg.

Dengan kata lain, eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh penerima fidusia, melainkan harus dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri.

Pasal 196 HIR atau Pasal 208 RBg selengkapnya adalah:

Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka fihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil fihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.

Saat di konfirmasi konsumen (debitur) mengatakan telah membayar, tidak tahu uang buka  blokir dan penanganan itu untuk apa, saya malas ribet, ditelpon didatangi kerumah, tidak nyaman saya.

"Saya beri uang itu semuanya 11 juta, tapi saat membayar saya cuma RP. 8.600.000, bingung saya jadinya, itu saya suruh membayar bukan ke atas nama ACC tapi atas nama Permata dengan nomor rekening 025005050014**** itu nomornya" tutupnya.

Sampai berita ini di terbitkan, pihak Astra Credit Companies (ACC) belum dapat dihubungi.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Hati hati! Diduga Lesing ACC Gunakan Dobcolektor Untuk Takuti Konsumen : Buka Blokir dan Penanganan 2 juta.

Trending Now

Iklan