Sumenep, Wartapembaruan.co.id -- Dikutip dari media partner Detikzone.id, Setelah babak belur hampir mau tewas dan mengalami luka robek di bagian wajah hingga berdarah lantaran diduga dianiaya dua oknum guru ngaji pada tanggal 2 Januari 2024, kemudian korban melaporkan kejadian itu ke Polisi pada waktu yang sama, wartawan Sumenep bernama Moh. Ali Hasan justru menerima panggilan Polisi sebagai terlapor bahkan sudah naik Sidik setelah 6 bulan lamanya menunggu kepastian hukum.
Padahal, wartawan yang diduga menjadi korban dugaan penganiayaan dua oknum guru ngaji tersebut sudah 6 bulan lamanya menunggu kepastian hukum sejak membuat laporan. Akan tetapi, Polres Sumenep melalui Unit Pidter justru mengirim surat pemberitahuan naik Sidik kepada korban lantaran jadi terlapor.
Sementara, kasus korban ditangani Unit Pidek dan sudah mau digelar perkara.
Kasus yang berjalan sangat lelet di Polres Sumenep baru diketahui oleh Redaksi setelah Moh. Ali Hasan bercerita dugaan ketidakberesan kasus pengeroyokan yang dialaminya.
Naifnya, kasus yang menimpa wartawan tersebut layaknya drama Korea.
Sebab, korban penganiayaan yang hampir mau mati karena sempat dikeluarin celurit oleh pelaku justru jadi terlapor kasus penganiayaan. Entah siapa dalang dari pelaporan balik tersebut.
Bahkan Moh. Ali Hasan, seorang wartawan Sumenep otw jadi tersangka cuma karena baret 3 cm yang pelakunya tidak tahu entah siapa.
"Ini tidak beres. Saya yang menjadi korban pengeroyokan dan hampir mau mati malah justru jadi terlapor. Padahal saya ini korban pengeroyokan anak dan orang tua dan saya tidak melakukan apapun terhadap mereka," ujarnya.
"Saya minta Mabes Polri maupun Polda Jatim turun tangan terhadap kasus saya ini. Ini merupakan preseden buruk terhadap dunia Pers," tambahnya.
Ali menyebut, laporan balik yang dilakukan terlapor patut dipertanyakan.
"Atas dasar apa dia laporan balik, wong keduanya yang merupakan anak dan orang tua itu membantai saya hingga saya hampir mau mati. Untung pada saat itu dilerai saat bawa celurit," tukasnya.
"Dalam BAP keterangan saksi musuh saya ini sangat tidak masuk akal, karen saat kejadian pembantaian terhadap saya tidak ada orang tersebut mana mungkin bisa jadi saksi bahkan menerangkan bahwa kejadiannya di teras padahal di Halaman rumah pelaku," tambahnya.
Ia berharap kasus tersebut mendapat atensi dari Mabes Polri agar supresmasi hukum di Polres Sumenep ditegakkan.
Sementara, Kanit Pidter, Ipda Roni mengatakan, kasus penganiayaan itu saling lapor.
"Intinya kita memproses karena ada laporan dari masyarakat mas," kata Roni saat dikonfirmasi.
Disinggung mengenai bukti visum dan saksi, Roni menyebut bahwa hasil visum pelapor hanya memar 3 cm.
"Saksi saksinya ada dan sesuai visum pelapor itu memar 3 cm," tukasnya.
Ach Supyadi, selaku Pengacara korban menduga Polres Sumenep dan pelapor korban pembantaian wartawan melakukan kongkalikong dan rekayasa Kasus.
"Polres Sumenep Diduga kongkalikong dan rekayasa kasus korban pengeroyokan wartwan bernama Ali. Terlapor disetting untuk membuat laporan Balik. Sudah biasa Polres Sumenep kongkalikong dan merekayasa kasus (oknum) ," sebutnya
"Seorang wartawan saja diperlakukan seperti ini apalagi orang lain," tandasnya.
Sementara, Kapolres Sumenep saat dikonfirmasi menyatakan proses penyidikan masih berjalan.
"Proses penyidikannya masih berjalan pak," jawabnya singkat. Selasa, 11/06/2024.
Diwartakan sebelumnya, Insiden biadab kembali terjadi dan menjadi nestapa bagi para kuli tinta.
Bagaimana tidak, wartawan Detikzone.id, Moh. Ali Hasan (45) yang berdomisili di Dusun Taroh, desa Ambunten Barat, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep diduga jadi korban pemukulan brutal hingga percobaan pembunuhan dengan sebilah celurit oleh 2 oknum guru ngaji. Rabu, 02/01/2024.
Biadabnya, terduga pelaku yang diduga berprofesi sebagai guru ngaji tersebut merupakan anak dan orang tua. Masing- masing bernama Maulid (anak) dan Abdurrahman (bapak).
Penganiayaan brutal dan percobaan pembunuhan terhadap wartawan berdasarkan LP/B/1/1/2024/SPKT/Polsek Ambunten/Polres Sumenep/Polda Jawa Timur. (Langsung ditarik Polres )
Menurut pengakuan korban, penganiayaan yang diduga dilakukan secara bersama sama oleh Abdurrahman dan Maulid itu bermula pada hari Selasa sekira pukul 17.00 wib saat dirinya sedang menggendong bayinya yang masih rewel kemudian ada mobil Suzuki Carry yang melintas didepan rumahnya dengan memblayer mobilnya sebanyak dua kali.
“Saat saya menggendong bayi yang rewel, tiba- tiba ada mobil yang dikendarai Maulid memblayer di depan rumah saya. Kemudian saya menyerahkan anak saya ke istri, dan saya pun mengejar mobil tersebut dengan jarak kurang lebih 500 meter dari rumah dengan tujuan menanyakan apa maksud dan tujuan memblayer mobil,” kata Ali Hasan.
Saat dirinya bertanya kepada terduga pelaku bernama Maulid, langsung dengan congkaknya dijawab arapa’ah ( mau apa), arapa’ah (mau apa).
“Tiba-tiba orang tua maulid yang bernama Abdurrahman langsung berlari ke arah saya dan langsung menendang dada hingga saya terjatuh terjatuh,” tuturnya.
Kaget diserang orang tua Maulid, Ali Hasan kemudian mencoba bangun, namun lagi-lagi dibantai habis habisan oleh anak dan orang tua yang berprofesi sebagai guru ngaji tersebut hingga wajahnya terluka penuh darah.
“Abdurrahman dan Maulid ini menghajar wajah saya hingga luka berdarah di pelipis,” ungkapnya.
Bahkan, tutur Ali Hasan, Maulid nekat mengeluarkan sebilah celurit namun ditahan oleh tetangganya.
“Bahkan saya sempat mau dibunuh pakai celurit untung dilerai orang,” pungkasnya.
(Redaksi Tim)