Oleh: Timboel Siregar (Pengamat Ketenagakerjaan/Sekjen OPSI
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - AI atau Artificial Intelligence adalah sebuah keniscayaan dalam industry untuk lebih menggunakan teknologi dan modal guna meningkatkan produktivitas dan nilai tambah industry sehingga akumulasi modal lebih besar dan cepat tercapai.
AI mempelajari pola dan aturan dari data yang diberikan, untuk membuat keputusan atau melakukan tindakan tertentu. Sudah banyaknya bidang yang menggunakan AI, seperti industry mesin, manufacture, perbankan, Kesehatan, dsb.
AI memerlukan investasi modal yang tidak kecil. Kecenderungan saat ini dan masa depan investasi yang masuk ke Indonesia didominasi oleh investasi yang berorientasi padat modal dan padat teknologi, tidak lagi berorientasi tenaga kerja, sehingga pembukaan lapangan kerja akan semakin terbatas. Konsekuensinya pertumbuhan Angkatan kerja akan sulit diatasi dengan industry yang berorientasi padat modal dan padat teknologi.
Di 2020, realisasi investasi di Indonesia sebesar Rp. 826,3 Triliun dan membuka lapangan kerja formal sebanyak 1.156.361, lalu di 2021 realisasi invetasi meningkat menjadi Rp. 901 Triliun dan lapangan kerja formal yang dibukan sebesar 1.207.893 Triliun, lalu di 2022 realisasi investasi meningkat lagi menjadi Rp. 1.207,2 Triliun dan pembukaan lapangan kerja formal sebanyak 1.305.001 Triliun.
Menurut Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi di 2023 sebesar Rp1.418,9 triliun dengan menyerap 1,82 juta tenaga kerja Indonesia (lapangan kerja formal). Ada kenaikan cukup signifikan pembukaan lapangan kerja formal di 2023 (sebesar 500 ribu), dengan pertumbuhan realisasi investasi di 2023 naik Rp. 210 Triliun.
Peningkatan lapangan kerja formal ini cenderung dikontribusi oleh industry hilirisasi SDA yang memang masih menggunakan tenaga kerja lebih banyak. Namun ke depan, industry hilirisasi SDA ini pun akan menggunakan AI sehingga produktivitas industry akan semakin tinggi. Konsekuensinya pembukaan lapangan kerja formal akan terhambat pertumbuhannya.
Pertumbuhan Angkatan kerja di kisaran 3,5 juta orang. Jadi penciptaan lapangan kerja formal yang terjadi masih belum mampu mengatasi defisit Angkatan kerja. Akhirnya Angkatan kerja lebih banyak terserap di sektor informal.
Tentunya pembukaan lapangan kerja di 2023 tersebut masih belum mampu mengatasi defisit Angkatan kerja juga, yang di 2023 (yoy) Berdasarkan data Badan Pusat Statistisk (BPS), jumlah penduduk bekerja di Indonesia mencapai 139,85 juta orang pada Agustus 2023 dengan peningkatan jumlah Angkatan kerja sebanyak 4,55 juta orang atau tumbuh 3,37% dibanding Agustus 2022 (year-on-year/yoy). Masih terus terjadi defisit Angkatan kerja.
Dengan semakin meningkatnya orientasi industri di padat modal dan padat teknologi (konsekuensi penggunaan AI) maka pembukaan lapangan kerja formal akan semakin sedikit, dan semakin sulit untuk mengatasi defisit Angkatan kerja.
Namun demikian penggunaan AI menciptakan peluang pembukaan lapangan kerja formal bagi Indonesia bila SDM kita mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha dunia industry (DUDI) untuk sektor indutri yang menggunakan AI.
Penggunaan AI adalah sebuah keniscayaan, yang penting saat ini bagaimana Pemerintah mamput meningkatkan SDM Angkatan kerja kita sehingga mampu memenuhi kebutuhan DUDI. Jangan sampai kebutuhan DUDI yang menggunakan AI dipenuhi oleh penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA)t sehingga pekerja kita kurang terserap.
Industri hilirisasi SDA pun masih banyak yang menggunakan TKA, dan diharapkan terjadi proses alih teknologi yang cepat di sektor hilirisasi ini sehingga tenaga kerja kita lebih mampu mengoperasionalkan kegiatan produksi dan lebih banyak terserap.
Jadi AI tidak bisa dihalangi dan dibatasi, yang menjadi kunci adalah Pemerintah lebih meningkatkan pelatihan-pelatihan vokasional yang berorientasi teknologi sehingga SDM kita mampu memenuhi kebutuhan DUDI. Anggaran pelatihan vokasional ditingkatkan. Investasi padat modal dan teknologi yang masuk seharusnya sudah siap disambut oleh SDM kita yang handal.
Kalau saat ini ada program Kartu Pra Kerja dan manfaat pelatihan dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan pelatihan yang dilakukan Kementerian/lembaga, maka sudah seharusnya program-program tersebut disatukan dengan dikelola oleh satu badan nasional pelatihan agar bisa lebih fokus mempersiapkan SDM kita untuk memenuhi kebutuhan DUDI. (Azwar)