Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Beberapa waktu lalu, Selasa (28/11), Kementerian Keuangan mengungkapkan permintaan kenaikan anggaran di Kementerian Pertahanan Negara (Kemhan) untuk tahun 2024 yang bersumber dari pinjaman luar negeri, yaitu sebesar USD 4 miliar atau setara dengan Rp 61,58 triliun. Kenaikan ini baru disepakati saat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, 28 November 2023.
Kenaikan anggaran Kementerian Pertahanan menjelang Pemilu 2024 disikapi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menilai, kenaikan anggaran di Kemhan terjadi secara tiba-tiba dalam jumlah yang fantastis adalah tidak wajar. Mengingat, momentumnya jelang Pemilu 2024. Terlebih lagi, kenaikan anggaran ini terjadi pada kementerian yang Menterinya adalah calon presiden yang berpasangan dengan anak dari Presiden itu sendiri.
"Kenaikan anggaran pertahanan negara secara tiba-tiba di tengah berbagai persoalan seperti tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, angka stunting dan kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit pasca pandemi adalah langkah yang sangat janggal yang dilakukan oleh Pemerintah. Karena tidak sesuai kebutuhan rakyat," tulis Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Minggu (3/12) dini hari.
Koalisi yang terdiri dari IMPARSIAL, KontraS, YLBHI, PBHI, WALHI, ELSAM, Amnesty Internasional, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICJR, LBH Pos Malang, Centra Initiative, Setara Institute, ICW, HRWG, Public Virtue, juga menilai, sulit untuk mengukur efektifitas kenaikan anggaran pertahanan yang dilakukan di penghujung masa pemerintahan yang akan segera berakhir. Apalagi saat ini Menteri Pertahanan maju sebagai kandidat presiden sehingga tentunya akan sibuk mengurus urusan politik ketimbang urusan di Kementerian Pertahanan. Untuk itu, publik patut mempertanyakan apakah kenaikan yang mendadak ini betul-betul untuk kepentingan membangun pertahanan atau justru ada udang di balik batu, di mana atas nama pertahanan anggarannya berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral 2024.
"Belum lagi, di Kementerian Pertahanan sendiri terdapat sejumlah persoalan terkait pengelolaan anggaran negara, seperti program Food Estate yang gagal namun telah merusak hutan. Belum lagi, terdapat dugaan korupsi besar di KemHan pada proyek Komponen Cadangan dan Alutsista," tulis Koalisi.
Selama ini, lanjutnya, sektor pertahanan merupakan sektor yang tertutup, jauh dari transparansi dan akuntabilitas khususnya terkait dengan penggunaan anggaran, sehingga seringkali dugaan penyimpangan anggaran khususnya terkait belanja alutsista sering terjadi tapi sulit dibongkar karena alasan dan dalih "rahasia negara".
"Apalagi aparat penegak hukum lain, seperti KPK, tidak bisa masuk untuk mengusut dugaan penyimpangan atau korupsi di dalam sektor ini. Hal inilah yang membuat sektor pertahanan menjadi sektor dengan dugaan penyimpangan anggaran yang tinggi karena tidak ada lembaga penegak hukum independen yang bisa masuk untuk menginvestigasi," tulis Koalisi.
Untuk itu, Koalisi menilai sebaiknya Pemerintah menunda kenaikan anggaran pertahanan ini karena sarat akan potensi penyimpangan dan kepentingan politik yang dilakukan pada masa akhir pemerintahan Joko Widodo. Kenaikan anggaran secara signifikan di kementerian tertentu (Kementrian Pertahanan) yang dilakukan di tengah rendahnya akuntabilitas dan transparansi tentunya akan sangat potensial disalahgunakan.