Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk), termasuk pencatatan sipil merupakan wujud pengakuan negara mengenai identitas penduduk, status perdata, dan status kewarganegaraan seseorang.
Output dari pelayanan Adminduk pada prinsipnya terdiri atas 2 macam, yaitu dokumen kependudukan dan data kependudukan. Ada 24 jenis dokumen kependudukan terdiri dari dokumen bentuk kartu, dokumen bentuk surat, dan dokumen dalam bentuk akta.
"Dokumen kependudukan merupakan dokumen yang sangat penting bagi setiap orang, yang diberikan dimulai sejak lahir sampai meninggal dunia. Dokumen kependudukan tersebut menjadi basis untuk mendapatkan berbagai macam pelayanan publik, misalnya perbankan, kesehatan, jaminan sosial, pekerjaan dan berbagai kepentingan lainnya," kata Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi saat membuka rapat Penyusunan Draft Permendagri tentang Percepatan Pelaporan Pencatatan Kematian di Jakarta, Senin (20/11/2023).
Menurut Dirjen Dukcapil, pencatatan kematian merupakan salah satu dari 13 peristiwa penting di bidang Capil. Hasil pelayanan pencatatan kematian berupa akta kematian dan data kematian. Akta kematian merupakan bukti autentik keperdataan mengenai kematian seseorang.
"Pencatatan kematian juga menghasilkan data kematian dan merupakan salah satu dari 4 unsur yang menentukan jumlah penduduk, termasuk kelahiran, pindah dan datang. Dengan demikian, pencatatan kematian sangat menentukan akurasi database kependudukan," tegas Dirjen Teguh Setyabudi.
Dirjen Teguh mengakui, masih cukup banyak kematian penduduk yang belum atau tidak segera dilaporkan ke Dinas Dukcapil. Akibatnya, orang yang sudah meninggal dunia tersebut masih tercatat sebagai penduduk dalam Kartu Keluarga (KK) dan database kependudukan. "Sehingga tentunya akan mengurangi akurasi database kependudukan. Hal ini sebabkan karena sebagian masyarakat belum memahami arti pentingnya pencatatan kematian."
Di samping itu, masih ada sebagian lembaga tidak mensyaratkan adanya akta kematian dalam memberikan pelayanan terkait kematian seseorang.
Dirjen Teguh menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan pelaporan pencatatan kematian. Dari segi regulasi, yaitu kemudahan persyaratan dan penyederhanaan tata cara/prosedur pelayanan.
"Di samping itu juga dilakukan berbagai strategi dan inovasi, antara lain pelayanan jemput bola, melibatkan aparat RT/RW, desa/kelurahan, petugas pemakaman dan rumah sakit/fasilitas kesehatan, serta pelayanan pencatatan kematian secara daring/online."
Masih kata Dirjen Teguh, untuk terus meningkatkan cakupan dan pemanfaatan akta kematian, telah disampaikan Surat Menteri Dalam Negeri tertanggal 15 Februari 2023 kepada 16 Kementerian/Lembaga pemerintah dan swasta perihal Penerapan Persyaratan Akta Kematian Dalam Pelayanan Terkait Kematian Seseorang.
Direktur Dafdukcapil Tavipiyono menambahkan, untuk percepatan pelaporan kematian sebagaimana amanat Pasal 44 UU No. 24 Tahun 2013 jo UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dipandang perlu adanya Peraturan Mendagri yang mengatur secara khusus mengenai percepatan pelaporan pencatatan kematian.
"Permendagri tersebut diharapkan menjadi pedoman bagi aparat Dinas Dukcapil dan pihak terkait serta penduduk dalam upaya untuk mempermudah dan mempercepat pelaksanaan pelaporan pencatatan kematian," kata Direktur Tavip.
Tavip melanjutkan, saat ini tengah disusun draft Permendagri tentang Percepatan Pelaporan Pencatatan Kematian.
Draft Permendagri tersebut, intinya mengatur mengenai: 1). Persyaratan pencatatan kematian bagi WNI dan orang asing; 2). Pencatatan kematian bagi penduduk yang tidak terdaftar dalam KK dan dalam database kependudukan; 3). Tahapan pencatatan kematian.
Selanjutnya mengatur pula tata cara pelaporan pencatatan kematian dalam wilayah NKRI dan di luar NKRI bagi WNI mapun orang asing; pencatatan kematian secara daring/online; penerapan Buku Pokok Pemakaman dan Pelaporan Kematian dari Desa/Kelurahan, dan RT/RW dalam pencatatan kematian; pelayanan terintegrasi dalam pencatatan kematian; serta siapa yang dapat melaporkan pencatatan kematian.