Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta menegaskan, di era keterbukaan saat ini, badan publik harus memenuhi permintaan informasi sesuai permintaan warga dan tidak lagi sekadar dengan respons normatif.
“Sudah tidak zamannya lagi pemerintah menyampaikan informasi yang hanya normatif, tapi harus sesuai kebutuhan dan permintaan masyarakat,” tegas Ketua Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi KI Provinsi DKI Jakarta Agus Wijayanto Nugroho dalam seminar Undang-Undang No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), di Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Menurut Agus, UU KIP sudah mewajibkan badan publik, termasuk badan pemerintah dan badan non-pemerintah, menyampaikan informasi secara berkala kepada umum. "Informasi tersebut harus disampaikan secara mandiri tanpa harus diminta terlebih dulu oleh anggota masyarakat," ujar Agus.
Apalagi, lanjut Agus, informasi tersebut tergolong informasi serta-merta, yaitu informasi terkait hayat hidup orang banyak seperti informasi kebencanaan, yang penyampaiannya tidak boleh ditunda-tunda.
“Jadi, ibaratnya, informasi itu dipasang di etalase yang berupa situs internet, media sosial atau lainnya,” ucap Agus.
Meski demikian, Agus menuturkan, tidak semua informasi badan publik perlu diberikan kepada masyarakat karena badan publik boleh menetapkan informasi tertentu sebagai informasi yang dikecualikan dari akses publik."Informasi yang boleh dikecualikan, di antaranya terdiri dari informasi penegakan hukum, pertahanan dan keamanan, data intelijen, data pribadi dan rekam medis," tutur Agus.
Agus juga menambahkan, permohonan sengketa informasi yang diajukan pemohon kepada KI Provinsi DKI Jakarta naik secara signifikan tahun ini, dimana sampai dengan Oktober 2023, KI Provinsi DKI Jakarta sudah mencatat 94 register perkara sengketa informasi.
"Padahal, badan tersebut hanya menangani 20 register perkara sepanjang 2022. Ini menunjukkan adanya masalah pada tata kelola informasi publik, ada yang macet,” kata Agus. (Azwar)