Wartapembaruan.co.id ~ Membangun dinasty itu boleh saja asalkan tidak di ranah publik seperti dalam kepengurusan negeri ini yang merupakan milik umum. Jadi sungguh culas menjadikan republik ini sebagai bancaan yang bisa dimulai oleh satu keluarga, sehingga makna republik pun kehilangan makna sebagai milik bersama, bukan milik keluarga.
Jadi hasrat hendak membangun dinasty untuk menguasai negeri ini sungguh jahat dan sangat berbahaya bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara yang akan dimonopoli oleh satu keluarga, Sehingga cita suka seleranya pun bisa diwarnai oleh gaya hidup nenek moyangnya sendiri.
Lain cerita bila Republik Indonesia kita sepakat diubah nenjadi sistem monarki, hingga secara formal nenek moyang, abah cucu hingga menantu bisa menguasai negeri ini. Jadi, keputusan hakim Mahkamah Konstitusi akan sangat tidak bermalu jika meloloskan gugatan penurunan batas usia calon wakil Presiden yang boleh mengikuti Pemilu tahun 2024. Sebab bisa dipastikan awal dari kecurangan telah diberi jalan untuk melakukan pembenaran atas segala upaya untuk dapat memenangkan Pilpres yang sudah terang benderang direkayasa.
Penurunan batas usia pun boleh diteruskan sekalian tiada batas. Biar anak cucu yang belum sunat juga bisa dicalonkan. Sebab di negeri yang sudah di kavling secara politik sekedar untuk menggenapkan pengkavlingan dalam bidang ekonomi yang sudah tuntas dilakukan dengan sempurna hingga tiada lagi tersisa.
Semua kesalahan itu memang akan ditimpakan pada generasi yang tampil belakangan. Sehingga mereka jadi dianggap pantas untuk menerima ampasnya belaka. Karena itu, periode pemerintah berikut -- tahun 2024 dan seterusnya -- tinggal mengumpulkan remah-remah yang tak boleh tersisa. Maka itu, kerja berat dalam dua periode kabinet mendatang merupakan kerja ekstra berat, bukan saja karena beban utang, tapi kerusakan menyeluruh -- di semua bidang -- sungguh amat sangat parah.
Mulai dari sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional yang tambal sulam, hingga tata kelola aset bangsa dan negara tidak lagi jelas diapa pemilikannya. Belum lagi aneksasi warga negara asing yang bebas melenggang masuk hingga ke pelosok kampung. Meski pelan, tapi pasti semua terus berpindah tangan, termasuk hal kemerdekaan dan kedaulatan rakyat sebagai pusaka terakhir itu tidak lagi menjadi milik pribumi.
Inilah ancaman dan bahaya yang bakal terjadi, jika pembenahan tidak segera dilakukan hari ini. Sebab hari esok semakin tidak pasti sekedar untuk hidup di kampung halaman sendiri. Lantaran semua -- atas nama industrialisasi -- telah menghaturkan hak warga masyarakat asli untuk sekedar hidup di negerinya sendiri. Puncak klimaknya, segera dapat diperkirakan pada momentum Pemilu 2024 jika tetap dibiarkan berlangsung curang. Apalagi janji Presiden dan Wakil Presiden terpilih tak juga hendak memberi jaminan melakukan Dekrit kembali kepada UUD 1945.
Pecenongan, 13 Oktober 2023
Penulis: Jacob Ereste