Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA mengungkapkan, paling tidak ada tiga penyebab sengketa atau konflik pertanahan di Indonesia. Hal ini berdasarkan hasil analisa terhadap permasalahan-permasalahan pertanahan.
Ketiga penyebab sengketa tersebut di antaranya, pertama, sumber daya manusia (SDM) atau aparatur pemerintah daerah (Pemda) yang masih terbatas dari segi kapasitas jumlah maupun kompetensinya.
"Ini disebabkan hampir sebagian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani bidang pertanahan di daerah relatif baru terbentuk," ungkap Safrizal pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penyusunan dan Pelaksanaan Kesepahaman Kemendagri dan Pemerintah Daerah dalam Penanganan Masalah dan Konflik Pertanahan di Daerah, di El Hotel, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Kedua, sambung Safrizal, urusan pertanahan merupakan urusan wajib non-pelayanan dasar. Hal ini menjadi dasar bagi Pemda untuk menggabungkan beberapa urusan ke dalam satu OPD, termasuk bidang pertanahan.
"Implikasinya berdampak pada rendahnya alokasi anggaran dalam penyelenggaraan bidang pertanahan di daerah. Alokasi anggaran OPD Bidang Pertanahan di Kabupaten/Kota di Indonesia berada pada kisaran 0,07 persen-1,7 persen dari total belanja APBD di tiap Kabupaten/Kota," imbuhnya.
Ketiga, lanjut Safrizal, penyebab lainnya yaitu tata kelola administrasi pertanahan yang kurang baik menyebabkan permasalahan aset Pemda menjadi rumit untuk ditangani dan diselesaikan. Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pendapatan daerah.
Ia menjelaskan, berkaitan dengan permasalahan-permasalahan tersebut, Kemendagri dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Adwil menilai perlu adanya upaya-upaya peningkatan peran dan kapasitas Pemda dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di daerah.
"Hal tersebut ditindaklanjuti dengan terbentuknya kesepahaman antara Kemendagri dengan Pemda. Disebutkan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan luas tanah yang secara signifikan tidak bertambah menjadikan kebutuhan masyarakat terhadap tanah terus meningkat, terutama sebagai sumber perekonomian dan berdampak pada kelangkaan tanah bagi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas (scarcity)," kata dia.
Menurut Safrizal, adanya ketimpangan status kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menyebabkan kecenderungan meningkatnya konflik pertanahan di Indonesia.
Puspen Kemendagri