Iklan

KSPSI dan Kemenkeu Bahas Skema Harmonisasi Program Pensiun Pekerja

warta pembaruan
22 September 2023 | 9:10 AM WIB Last Updated 2023-09-22T02:10:15Z


Jakarta, Wartapembaruan.co.id
- Dalam rangka mendapatkan masukan atas kajian mengenai Skema Harmonisasi Program Pensiun, Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mengundang beberapa Konfederasi Serikat Pekerja beserta International Labour Organization (ILO) dalam acara Focus Grup Discussion (FGD) yang berlangsung di Hotel Royal Kuningan, Rabu, 20 September 2023.

Hadir mewakili Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia pimpinan Yorrys Raweyai diantaranya, Sekjen DPP KSPI Bibit Gunawan, Ketua Harian Jusuf Rizal, Bendahara Umum Siti Nur Azizah, dan Wakil Sekjen Royanto Purba.

Kepala Pusat Kebijakan  Sektor Keuangan Kementerian Keuangan RI, Adi Budiarso dalam pembukaannya menyampaikan, dalam program pensiun, Indonesia masih ketinggalan dengan negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Pusat Kebijakan Sektor Keuangan merasa perlu menerima masukan, tanggapan dari unsur serikat pekerja yang dalam hal ini diwakili oleh konfederasi dan akan dilaksanakan sejak tanggal 20 hingga 26 September 2023 dengan mengundang konfederasi yang ada saat ini secara bergantian untuk lebih memperkaya masukan-masukan pada program ini.

Adi Budiarso berharap, guna menyambut visi Indonesia maju dalam mencapai kesejahteraan, tentu harus selaras dengan pensiunannya maju. Saat ini dana pensiun Indonesia hanya 6% dari PDB dan diharapkan pada Indonesia Emas 2045 bisa mencapai 11%. "Tentu ini masih jauh dari apa yang dicapai oleh Malaysia dan Australia yang mencapai 60% dan 150%," tutu Adi.

Adi menambahkan, tingkat kepercayaan juga memperngaruhi dalam mensukseskan program ini. Untuk itulah FGD ini melibatkan Konfederasi Serikat Pekerja.

Menurut Adi, kolaborasi sangat diperlukan dalam hal ini, untuk itulah pemerintah nelalui Kementerian Keuangan mengharapkan masukan-masukan dari unsur pekerja. "Tantangan yang ada ini harus dapat dijadikan opportunity atau dorongan untuk bersama-sama maju besar sebagai bangsa dan negara sehingga dengan kolaborasi yang ada memberikan pemahaman dan kepercayaan pada masyarakat," ujar Adi.


Adi juga menyoroti, bahwa pada masa volatility, uncertainity, complexity, dan ambiguity, masyarakat pekerja baru menabung sekitar 3% dari take home pay nya; kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang masih sangat jauh dari apa yang diharapkan terlebih lagi soal dana pensiun.

Pada paparan yang disampaikan dalam FGD adalah manfaat pensiun yang masih sangat rendah dimana menurut ketentuan, manfaat pensiun setara Rp2.000.000/bulan didapat dari 39,7% dari penghasilan akhir namun kondisi nyata saat ini manfaat pensiun setara Rp500.000/bulan dari 9,7% penghasilan akhir.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Harian DPP KSPSI Jusuf Rizal memberikan beberapa masukan diantaranya, perlunya standarisasi dan koordinasi antar departemen agar sama, tidak berbeda-beda terutama dalam usia pensiun.

Menanggapi masalah tingkat kepercayaan, Jusuf Rizal menjelaskan, hal ini tidak terlepas dari maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. "Kondisi ini tentu memberikan stigma bagi masyarakat terhadap program pemerintah khususnya Jaminan pensiun ini," jelas Jusuf Rizal.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transportasi Seluruh Indonesia (FSPTSI) tersebut juga mengapresiasi kegiatan FGD dalam rangka mencari formulasi maupun skema melalui serap aspirasi agar nantinya dapat mencapai paripurna menjadi suatu ketentuan yang benar-benar memberikan kemajuan bagi masyarakat.

Sementara Wakil Sekjen DPP KSPSI, Royanto Purba, juga memberikan pandangan perihal nilai manfaat Rp2.000.000/bulan yang seandainya pada usia pensiun didapatkan, harus dipastikan benar apakah dengan nilai uang pada saat itu sudah benar-benar bisa memberikan kehidupan yang layak pada usia pensiun, tentu merupakan yang harus diperhitungkan.

Royanto, yang juga Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru tersebut, juga menyoroti permaslahan sektor informal yang hanya tertarik mengikuti program JKK dan JKM karena menurut pandangan umum perkembangan JHT tidak terlalu signifikan.

Seharusnya BPJS Ketenagakerjaan memiliki kepastian melakukan cut loss agar pada kondisi yang berpotensi rugi atas investasi atau unrealized loss. Bagaimapun investasi harus benar-benar bisa memberikan peningkatan agar animo pekerja khususnya sektor informal dapat meningkat. (Azwar)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • KSPSI dan Kemenkeu Bahas Skema Harmonisasi Program Pensiun Pekerja

Trending Now

Iklan