Surabaya, Wartapembaruan.co.id - Guna memperoleh gambaran pelaksanaan dan meningkatkan ketebukaan informasi publik pada pemerintah desa di seluruh Indonesia, Komisi Informasi (KI) Pusat melakukan sosialisasi Apresiasi Keterbukaan Informasi Publik Desa Tahun 2023 secara daring kepada kepala desa di seluruh Indonesia beserta perangkatnya, Jumat (8/9/2023).
Dalam sambutan pembukaannya, Ketua KI Pusat, Donny Yoesgiantoro, menjelaskan, keterbukaan informasi publik sebagaimana kebijakan yang ada pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 itu diturunkan dalam bentuk program keterbukaan informasi publik di desa termasuk tahun 2023 ini. Dari program ini, kegiatannya adalah Monitoring Evaluasi (Monev) regulasi-regulasi yang ada.
“Kebijakan undang-undang tersebut, juga diturunkan menjadi Peraturan Komisi Informasi atau PerKI. Jadi landasan hukum pada keterbukaan informasi publik itu juga tertuang pada PerKI Nomor 1 tahun 2018. Sosialisasi apresiasi ini adalah yang kali ketiganya diadakan Komisi Informasi Pusat sejak pertama kali diadakan tahun 2021 lalu,” jelas Donny.
Lebih lanjut, Donny menerangkan, program Monev desa dalam sosialisasi apresiasi ini, nantinya yang akan disampaikan, ialah tahapan, metode dan instrumen.
Menurut Donny, monitoring itu adalah output atau hasil dan evaluasi merupakan outcome atau dampak yang dirasakan. Jadi bukan hanya sekedar output desanya informatif saja, tapi juga harus mendapatkan kemanfaatan yang baik dirasakan masyarakat.
“Nah, kemanfaatan ini bisa dinikmati oleh publik di desa dan seluruh Indonesia. Sedangkan, evaluasi dilakukan karena keterbatasan anggaran, dan kebijakan itu tidak boleh menyakiti hati rakyat, selain itu juga, kebijakan dari waktu ke waktu harus lebih baik,” ujar Donny.
Donny menyebutkan, desa yang mengikuti sosialisasi saat ini, ada sejumlah 114 ditambah 140 desa atas masukan atau rekomendasi dari KI Provinsi di seluruh Indonesia dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa. “Ke depan kami (KI Pusat) akan mengusahakan Monev juga bisa menjadi bagian dari RPJMN. Ini sudah menjadi salah satu target KI Pusat,” ucap Donny.
Donny membeberkan, untuk target KI Pusat ini, sekarang ada tiga target RPJMN, tahun 2024 ada satu tambahan target yaitu Pemilu. Target pertama, sesuai dengan UU Nomor 14 tahun 2008, yakni membuat standar layanan informasi publik yang kegiatannya berupa Monev dan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP).
Di RPJMN ada Indeks keterbukaan informasi publik, target tahun 2023 itu ada 73, tapi kita mencapai 75,40. Penyelesaian sengketa informasi juga ada tergetnya sebesar 100, begitu pula Monev Badan Publik kami juga punya target sebesar 98 kita mencapainya 122 pada tahun 2022. "Tambahan target RPJMN di tahun 2024, yaitu Pemilu, kita mengawasi tiga badan penyelenggara Pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP,” beber Donny.
Donny mengungkapkan, pihaknya akan mendorong supaya Monev desa ini menjadi target RPJMN. “Sehingga kita bisa bersama-sama mendorong secara lintas sektoral, evaluasi desa yang sedang kita rintis melalui sosialiasi apresiasi desa ini,” ungkap Donny.
Sementara itu, turut hadir menjelaskan sosialisasi secara teknis, Komisioner Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik KI Pusat, Gede Naryana menyampaikan, sosialisasi apresiasi keterbukaan informasi publik desa tahun 2023 ini dilakukan supaya desa-desa yang ada seluruh Republik Indonesia tidak ada budaya tertutup di dalamnya, karena desa juga merupakan ujung tombak tata kelola penyelenggaraan pemerintahan.
“Dengan adanya Monev desa, diharapkan perangkat desa dan warganya menerima manfaat dari adanya tata kelola yang baik dan benar, seperti istilah good government, sehingga kesejahteraan masyarakat desa meningkat,” ucap Gede.
Menurut Gede, tahapan apresiasi keterbukaan informasi publik desa itu ada enam. Yakni, rekomendasi desa, sosialisasi dengan pemerintah desa, pengisian kuisioner, verifikasi kuisioner, visitasi, dan apresiasi desa. Masing-masing tahapan tersebut, sudah ada jadwal masing-masing yang akan dilaksanakan pada tahun 2023 ini.
“Terkait tim penilai, biar bagaimana pun kami berusaha melakukan penilaian secara objektif dengan mengajak bersama-sama beberapa kementerian selain Komisi Informasi Pusat, yaitu dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Bappenas, Kemendagri, dan juga melibatkan akademisi serta CSO,” ujar Gede.
Terkait indikator dan bobot penilaian Self Assessment Quisioner (SAQ) yang akan diisi setiap pemerintah desa pada tahap pengisian kuisioner setelah sosialisasi ini, Gede menjelaskan ada empat indikator. Yaitu komitmen, SDM, dokumen dan partisipasi, serta akses. SAQ ini, bobot nilainya berdasarkan pleno KI Pusat, akan memberikan kontribusi sebesar 60%.
“Sedangkan pada indikator dan bobot penilaian visitasi, kita akan melihat kualitas ketersediaan informasi dan layanan informasi publik. Jadi ada dua variabel yang akan dinilai dalam tahap visitasi, dengan melihat inovasi pada masing-masing indikator tersebut. Dalam tahap penilaian visitasi ini dengan dua variabel penilaian, akan memberikan kontribusi penilaian sebesar 40%,” pungkas Gede Naryana.
Sebagai informasi, sosialisasi apresiasi keterbukaan informasi publik ini juga turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, perwakilan Kemendagri, Komisioner KI Provinsi dari seluruh Indonesia, serta perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Diketahui, setelah sosialisasi, kegiatan langsung dilanjutkan dengan Bimbingan Teknis (Bimtek) KI Pusat kepada pemerintah desa seluruh Indonesia yang menjelaskan tata cara pengisian SAQ. (Azwar)