JAKARTA, Wartapembaruan.co.id – Indonesia adalah Negara hukum. Keadilan hukum harus ditegakkan oleh penegak hukum di Indonesia demi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu, hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
“Aparat penegak hukum juga harus mengikuti aturan hukum, melindungi hak asasi manusia, dan menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur. Jika terdapat perbedaan pendapat tentang proses penegakan hukum, saya minta agar gunakan mekanisme hukum,” kata Presiden RI dalam laman Kementerian Kominfo, Rabu (13/12/2000).
Ia mengatakan mekanisme hukum telah mengatur sejumlah prosedur hingga proses peradilan dengan keputusannya yang harus dihargai. Apabila memerlukan keterlibatan lembaga independen, maka Indonesia juga memiliki Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di mana masyarakat dapat menyampaikan pengaduannya.
“Kita harus menjaga tegaknya keadilan dan kepastian hukum di negara kita, menjaga fondasi bagi kemajuan Indonesia,” tandasnya 3 tahun silam.
Plt Ketua Umum LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Pestauli Saragih, SKom, SH, MH menelisik beberapa proses hukum yang kurang memenuhi rasa keadilan bahkan akhirnya bisa menemui jalan buntu.
“Contoh kasus yang membuat masyarakat miris dan pesimis dalam penegakan hukum antara lain kasus Indosurya, pengemplang uang nasabah berinisial HS ini justru pernah divonis bebas, kasus Hakim Agung MA Gazalba Saleh, yang juga divonis bebas karena dianggap tidak cukup bukti dalam kasus suap pengurusan perkara yang merugikan negara terkait perkara suap Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana,” katanya, Senin (6/8/2023).
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Bandung yang juga Ketua PN Bandung Yoserizal menilai Gazalba Saleh tak terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap di Mahkamah Agung (MA) sehingga divonis bebas pada Selasa (1/8/2023).
Namun putusan bebas Hakim Agung GS belum berkekuatan hukum tetap. Kepala Pemberitaan KPK mengatakan KPK mengajukan kasasi atas putusan PN Bandung tersebut. "Kami sangat yakin dengan alat bukti yang KPK miliki sehingga kami akan lakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung," kata Ali.
Selain itu, dia memastikan KPK tidak menghentikan penyidikan atas kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan Gazalba Saleh (GS).
Ali mengatakan KPK juga segera melanjutkan proses penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gazalba Saleh atas dua perkara itu ke pengadilan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut agar Gazalba Saleh dihukum penjara 11 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait kasus suap dalam perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Terkait Indosurya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan mengatakan Pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya, ditahan kembali oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri terkait pemalsuan dokumen, surat, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penahanan ini tindak lanjut dari vonis lepas Henry Surya yang menimbulkan ketidakpuasan dari para korban dan nasabah.
“Pada 13 Maret 2023 penyidik Dittipideksus sudah menetapkan HS sebagai tersangka, esoknya tanggal 14 Maret penyidik melakukan penangkapan terhadap HS di apartemen di bilangan Kuningan,” katanya.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Whisnu Hermawan, mengungkapkan penyidik menemukan bukti petunjuk bahwa KSP Indosurya melakukan tindakan cacat hukum. Oleh karena itu, Henry Surya dikenakan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan Pasal 266 tentang Pemalsuan Surat dalam fakta otentik, serta UU TPPU.
Penyidik memeriksa 21 orang saksi dalam kasus ini, termasuk karyawan, Kementerian Koperasi, ahli, dan notaris. Dari keterangan para saksi, diperoleh bukti bahwa Henry Surya telah membuat seolah-olah Koperasi Indosurya sebagai koperasi resmi, dan melakukan kegiatan pengumpulan dana masyarakat kurang lebih Rp106 triliun, dan di tahun 2020 terjadi gagal bayar.
Kerugian yang dialami masyarakat mencapai lebih dari Rp15,9 triliun berdasar hasil audit investigasi. Whisnu mengatakan kasus ini adalah awal dari niat jahat Henry Surya untuk mengumpulkan dana masyarakat dan mengelabui mereka.
Advokat Pestauli Saragih, SKom, SH, MH membandingkan kasus di atas yang jelas merugikan negara. Bagaimana kalau dibandingkan dengan kasus Advokat Alvin Lim yang divonis 4,5 tahun penjara terkait kasus pemalsuan surat dan berapa rupiah negara dirugikan oleh Alvin Lim?
“Putusan PT DKI menyatakan bahwa Alvin Lim tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Primair dan Kesatu Subsidair dan membebaskan Alvin Lim,” seperti bunyi putusan itu.
Ia mengatakan pasal penggunaan surat palsu yang dilakukan secara berlanjut sebagaimana Dakwaan Kesatu Lebih Subsidair dengan menjatuhkan vonis pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dinilai adil.
“Ini kami nilai tidak adil karena terdakwa utama pelanggar Pasal 263 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP hanya divonis 2,5 tahun, sementara advokatnya divonis lebih lama,” tegasnya.
Berkaca dari kasus yang sangat vulgar di depan mata, Plt Ketua Umum LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Pestauli Saragih, SKom, SH, MH berharap jika Prabowo Subianto terpilih menjadi presiden pada Pilihan Presiden 2024 nanti, hukum bisa ditegakan dengan adil.
“Mentang- mentang dikritik, oknum Aparat Penegak Hukum menjadi alergi dan anti kritik sampai di luar akal sehat dalam menentukan vonis. APH harus bisa mengarahkan terciptanya keadilan bagi warga Negara, bukan mengriminalisasi para pengritik yang ingin membangun bangsa ini,” ungkapnya.