Pematang Siantar, Wartapembaruan.co.id -- Pembanguanan gedung Telkom Witel dan Tsel Pematang Siantar ternyata menuai persoalan lantaran ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.Pusat sebagaimana di sebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun Buku 2017 s.d 2019 (Semester I) pada PT.Telekomunikasi Indonesia (Persero) TBK nomor.34/AUDITAMA VII/PDTT/072021, tanggal 23 Juli 2021.
LHP BPK.RI menyebutkan, pembangunan gedung Telkom witel dan Tsel Pematang Siantar dikerjakan oleh PT.GSD melalui surat perjanjian Nomor.4208/HK.810/OPS-10000000/2017, tanggal 2 November 2017 sebesar Rp.57.997.279.111.00 (Termasuk PPN) jangka waktu 270 hari kalender terhitung dari tanggal 2 November 2017 s.d 29 Juli 2018.
Pekerjaan dinyatakan selesai dikerjakan berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) Nomor.601/LG300/AMC-10000000/2018, tanggal 20 Augustus 2018 total dibayarkan sebesar Rp.57.952.757.688.00 (termasuk PPN).
Temuan BPK.RI dari hasil pemeriksaan atas dokumen pengadaan dan pelaksanaan kontrak ada empat item diantaranya :
1. Penunjukkan langsung pekerjaan pembangunan gedung Telkom Witel dan Tsel Pematang Siantar tidak sesuai dengan ketentuan Internal
2. Pekerjaan Pembangunan Gedung Telkom Witel dan Tsel Pematang Siantar disubkontrakkan tanpa persetujuan PT.Telkom dan terdapat keuntungan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp.454.598.170,91
3. Pemborosan atas penggunaan subkontraktor minimal sebesar Rp.4.748.157.000,00
4. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan gedung Telkom Witel dan Tsel Pematang Siantar belum di kenakan denda keterlambatan Minimal sebesar Rp.1.135.536.871,00 dan Maksimal sebesar Rp.47.481.570.000,00 diantaranya pekerjaan preliminary yakni pekerjaan perencanaan desain dan tahap masa konstruksi/pengawasan, selanjutnya pekerjaaan bangunan utama yang dikerjakan PT.Tekken Pratama (PT.TP) melalui surat perjanjian nomor.151/HK.810//GSD-000/2017 tanggal 21 April 2017, menghabiskan anggaran sebesar Rp.51.920.000.000,00 hasil pemeriksaan diketahui adanya keterlambatan penyelesaian kerja yang belum dikenakan denda sebesar Rp.1.880.853.920,00.
Ternyata prestasi pekerjaan tak sampai 100%, baru pertanggal 28 februari 2018 prestasi pekerjaan hanya 92,01% sehingga pembayaran pekerjaan sebesar Rp.Rp.47.771.592,00 (termasuk PPN). Keterlambatan pekerjaan yang belum dikenakan denda sebesar Rp 1.880.853.920,00 (2% X 59 hari X Rp.51.920.000.000,00 X 33,77%).
Ratama saragih pengamat kebijakan anggaran sangat prihatin atas kinerja PT Telkom Tbk lantaran PT.Telkom termasuk perusahaan yang sudah go publik artinya profesionalitas yang layak jual syarat mutlak bagi perusahaan plat merah ini, nah mestinya tak ada lagi temuan yang mengarah kepada konspirasi, pemufakatan jahat sehingga negara rugi.
Pemilik Sertifikat ”Rule Of The Ombudsman In Access To Justice” menyatakan kalau jajaran pimpinan PT.Telkom harus melaksanakan tiga poin penting Rekomendasi BPK.RI dan me eksekusi sanksi internal PT.Telkom sebagaimana yang sudah di rekomendasikan BPK.RI jika BUMN ini tak mau di cap sebagai sarangnya koruptor.
Responden BPK.RI meminta APH dan APIP Terkait mengawasi realisasi pengembalian kelebihan pembayaran uang negara.
( Tim )