Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melaporkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang diduga sebagai aktor utama dari kebijakan ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang tengah dalam proses penyelidikan.
Menurut Koordinator Nasional Aliansi BEM SI, Sayuthi, Menko Perekonomian diduga kuat sebagai otak dugaan korupsi izin ekspor CPO yang kemudian menyebabkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
"Ada pertemuan Rakortas yang dipimpin langsung Menko Perekonomian, Pak AH (Airlangga Hartarto) sendiri. Di situ kan ada Menteri Perdagangan yang kita ketahui. Di dalam mengambil kebijakan dan keputusannya yang kami cerna bahwa yang menjadi masalah fatal bagi Airlangga sendiri, di situ tidak ada perintah dari presiden untuk mencabut DMO (Domestic Market Obligation). Itu yang perlu kita kawal," ujar Sayuthi kepada wartawan usai menyerahkan laporan di Kejagung, Rabu (9/8).
Jadi, Sayuthi menegaskan, selama ini pengambilan keputusan itu adalah suatu pembangkangan terhadap presiden.
"Sehingga, efeknya adalah ketika DMO itu dicabut, semua perusahaan yang sudah menjadi tersangka itu melakukan ekspor ke luar negeri secara membabi buta, tidak mempedulikan rakyat," tegas Sayuthi.
Tudingan tersebut, kata dia, tidak mengada-ada. Sebab, BEM SI telah melakukan kajian bersama pakar hukum.
Kesimpulannya adalah Menko Perekonomian diduga orang paling kuat bertanggung jawab terhadap kelangkaan minyak goreng di dalam negeri yang menyebabkan banyak orang sengsara.
"Padahal perintah presiden bahwa DMO harus dinaikkan dari 20 persen ke 30 persen untuk domestik kita. Dengan pencabutan itu, 3 perusahaan mengekspor ke luar. Itulah yang menyengsarakan rakyat. Sehingga kami dari BEM SI akan mengawal tuntas. Alhamdulillah laporan kita sudah diterima pidsus," tegas Sayuthi.
Menurut Sayuthi, jika laporan tidak ditindaklanjuti, BEM SI akan melakukan langkah selanjutnya, yaitu aksi besar-besaran.
"Ini kami antarkan adalah risalah hasil diskusi pada 7 Agustus kemarin. Kami mendiskusikan dengan banyak pakar yang diundang," ujar Sayuthi.
Yang perlu kami kutip, kata dia, adalah menurut Prof Muzakir yang menyebutkan pengambilan keputusan menyabut DMO itu adalah pembangkangan terhadap putusan presiden.
"Kami menuntut segara usut tuntas kasus ini, siapapun yang terlibat di dalamnya harus diusut tuntas,' tegas Sayuthi.
"Jika ini tidak ditindaklanjuti, segera kami akan kembali dengan gaya lain mungkin dengan demo besar-besaran. Kalau ini kami mengambil jalur akademis dengan menyerahkan hasil kajian," pungkas Sayuthi. (Azwar)