Oleh : Nizwar Affandi
Wartapembaruan.co.id -- Saya sangat prihatin menerima informasi tentang pemanggilan Ketum DPP Partai Golkar oleh Kejaksaan Agung dalam kapasitas beliau sebagai Menko Perekonomian terkait kasus ekspor CPO, belum kering rasanya tinta jurnalis memberitakan kegaduhan kasus BTS Kemenkominfo yang turut menyebut Menpora, sekarang sudah ditambah lagi dengan berita buruk ini.
Tentu beberapa pihak menyatakan kita harus tetap berpegangan dengan azas praduga tak bersalah (presumption of innocence), tetapi menurut hemat saya agar obyektifitas dapat terjaga kita juga tidak boleh melupakan azas praduga bersalah (presumption of guilt), khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan pejabat publik.
Adalah benar bahwa baik Menpora maupun Menko Perekonomian secara administratif dalam proses hukum baru dipanggil sebatas menjadi saksi, tetapi dalam perspektif nilai, moral dan etika (values, moral reasoning and ethics) tidak dapat disanggah ada sesuatu yang sedang terjadi dan sesuatu itu tidak dapat dianggap normal, wajar dan baik-baik saja.
Bagi internal Partai Golkar, kejadian beruntun ini mestinya sudah menjadi lampu merah bukan sekedar lampu kuning lagi, ini adalah titik di mana kesadaran dan kemauan yang kuat untuk melakukan muhasabah dan self evaluation terhadap integritas kepemimpinan dan kualitas manajerial di tubuh Partai Golkar khususnya terkait penempatan kader dalam menduduki jabatan-jabatan kenegaraan yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak dan kemaslahatan bangsa harus segera kembali dihadirkan dan digelorakan.
Belajar dari kasus-kasus serupa yang pernah menimpa partai-partai politik lainnya menjelang pemilihan umum, akan lebih baik jika reformasi internal itu dilakukan sebelum waktunya semakin mendekati Hari-H pemilu agar dampak kerusakannya (collateral damage) tidak terlanjur meluas dan menyebabkan Partai Golkar terjerembap kehilangan kepercayaan rakyat.
Sangat tidak bijaksana jika masa depan Partai Golkar pada tahun politik di 2024 dipertaruhkan dengan cara mengadu peruntungan kader-kader yang bermasalah dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
Sebagai partai politik yang memiliki reputasi berkarakter modern dan teknokratik, tentu publik berharap ada keteladanan baik yang ditunjukkan Partai Golkar ketika kader-kader utamanya sedang berkelindan dengan masalah hukum terkait pidana korupsi, yang paling ideal tentu jika mereka yang bermasalahlah yang berinisiatif menyatakan mundur atau minimal non aktif selama proses hukum berlangsung, namun mengharapkan kesadaran dan kebesaran jiwa seperti itu rasanya sama seperti menunggu keajaiban datang, karenanya akan lebih efektif jika para senior pendahulu maupun para kader yang menempati struktur kepemimpinan partai pada seluruh tingkatan dari Sabang sampai Merauke yang memulai rangkaian gerakan perbaikan internal.
Perbaikan internal yang bukan didasari oleh kebencian personal, tetapi didasari oleh kecintaan terhadap Partai Golkar dan besarnya rasa tanggung jawab kepada publik, mengapa demikian? karena sejatinya Partai Golkar bisa menempatkan kader-kader utamanya dalam jabatan kenegaraan itu semata-mata atas kepercayaan rakyat dalam pemilu sebelumnya, sama sekali bukan karena kehebatan orang per orang kader Partai Golkar sendiri. (*)
Mantan Ketua DPD Ormas MKGR Provinsi Lampung
Mantan Ketua PD AMPG Provinsi Lampung