MAKASSAR, Wartapembaruan.co.id -- Menilai sikap dan tindakan penyidik Satreskrim Polres Maros sangat tidak profesional dalam menangani perkara kematian Virendy Marjefy Wehantouw yang meninggal dunia secara tragis saat mengikuti kegiatan Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Pengacara Yodi Kristianto, SH, MH bersama keluarga korban menemui Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) dan Kepala Bagian Pengawas Penyidikan (Kabag Wassidik) Polda Sulsel, Rabu (31/05/2023) siang.
Maksud kedatangan kuasa hukum dan keluarga almarhum Virendy ke Mapolda Sulsel menemui Dirreskrimum dan Kabag Wassidik Polda Sulsel ini adalah untuk mengajukan keberatan terhadap penanganan perkara yang dilakukan penyidik Satreskrim Polres Maros mulai dari awal penerimaan laporan, proses penyelidikan, proses penyidikan sampai ke tahap penetapan tersangka, dinilai tidak berjalan sesuai makna dari slogan 'PRESISI' yang sedang gencar-gencarnya digaungkan institusi kepolisian di Indonesia.
Dirreskrimum Polda Sulsel Kombes Pol Jamaluddin Farti, SIK, M.Hum yang baru selesai mengikuti pertemuan bersama Kapolda Sulsel menyambut humanis kedatangan kuasa hukum bersama ayah dan kakak kandung almarhum Virendy. Dan dalam pertemuan yang berlangsung singkat di ruang tunggu lantai 2 Mapolda Sulsel dekat ruangan kerja Kapolda Sulsel, Perwira lulusan Akpol 1996 tersebut berkenan menerima penyampaian lisan berupa pengajuan keberatan dan permohonan gelar perkara khusus serta permintaan penarikan penanganan perkara dari Satreskrim Polres Maros ke Ditreskrimum Polda Sulsel.
Menanggapi hal tersebut, mantan Kabagbinplin Roprovos Divpropam Polri ini dengan bijak memberikan arahan dan petunjuk kepada kuasa hukum dan keluarga almarhum Virendy untuk segera membuat surat tertulis yang ditujukan langsung ke Kapolda Sulsel dan menyampaikan perihal pengajuan keberatan atas penanganan Satreskrim Polres Maros, permohonan agar kembali dilakukan gelar perkara khusus yang melibatkan keluarga korban hingga permintaan penarikan penanganan perkara dari Satreskrim Polres Maros ke Ditreskrimum Polda Sulsel.
Setelah menemui Dirreskrimum Polda Sulsel, pengacara Yodi Kristianto bersama keluarga almarhum yakni James Wehantouw, Viranda Wehantouw dan Yonathan Mandiangan kemudian diterima oleh Kabag Wassidik Polda Sulsel AKBP Kadarislam Kasim di ruang kerjanya lantai 2 Gedung Ditreskrim Mapolda Sulsel. Kembali dengan sikap bijaksana, mantan Kapolres Pelabuhan Makassar ini memberikan arahan dan petunjuk yang senada dengan atasannya, Dirreskrimum Polda Sulsel.
Usai berkunjung ke Mapolda Sulsel, Pengacara Yodi Kristianto kepada sejumlah awak media, Rabu (31/05/2023) petang menerangkan, pihaknya selaku kuasa hukum keluarga almarhum Virendy akan segera mempersiapkan surat resmi untuk pengajuan keberatan, permohonan kembali digelar perkara khusus dan permintaan penarikan penanganan perkara dari Satreskrim Polres Maros ke Ditreskrimum Polda Sulsel, sesuai apa yang diarahkan oleh Dirreskrimum dan Kabag Wassidik Polda Sulsel.
Menjawab pertanyaan wartawan, Direktur Kantor Advokat dan Konsultan Hukum YK & Partners ini menjelaskan, keberatan yang diajukan kliennya terkait penilaian kurang profesionalnya Satreskrim Polres Maros bekerja dalam menangani perkara yang mulai terlihat banyak kejanggalan sejak keluarga almarhum melaporkan kasus kematian Virendy sampai ke tahap penetapan tersangka.
Menurut Yodi, jika penyidik Satreskrim Polres Maros hanya menetapkan pasal 359 (Karena kelalaian mengakibatkan mati), kenapa cuma 2 (dua) tersangka ? Kenapa pejabat Universitas Hasanuddin yang menerbitkan izin kegiatan diksar tidak ditersangkakan juga ? Sebab pejabat bersangkutan juga lalai, menerbitkan izin dengan berdasar rekomendasi fakultas yang dipalsukan tandatangan wakil dekan. Selain itu tidak meneliti kelengkapan izin dari kepolisian dan pemerintah setempat, serta tidak membawa tim medis.
Kemudian, lanjutnya, pejabat fakultas (dekan atau wakil dekan) yang melepas secara resmi rombongan diksar di Kampus Fakultas Teknik Unhas di Gowa, juga harus ditersangkakan karena sudah lalai melepas keberangkatan rombongan diksar tanpa meneliti kelengkapan perizinan dan persyaratan-persyaratan kegiatan diksar di luar kampus dan membawa nama kampus.
Selain itu, panitia lainnya yang terlibat dalam pembuatan surat rekomendasi fakultas yang tandatangan wakil dekannya dipalsukan (tindak pidana pemalsuan), serta panitia yang bertanggung jawab di bidang kesehatan (tidak mengikutkan tim medis dan tidak lengkap membawa kelengkapan medis) juga telah lalai dan harus pula ditersangkakan.
Berikutnya, soal dikesampingkannya pasal 351 KUHP (penganiayaan/kekerasan), padahal sangatlah jelas pada kesimpulan Surat Visum Rumah Sakit Grestelina bahwa luka-luka, lebam dan memar yang ditemukan di beberapa bagian tubuh almarhum adalah akibat benturan benda tumpul.
Yodi juga mempertanyakan hasil otopsi dari Tim Forensik Dokpol Biddokes Polda Sulsel. "Mana hasilnya yang sebenarnya ? Kenapa kami keluarga korban tdk mau diperlihatkan atau diberikan salinan Surat Hasil Otopsix ? Kami sudah berkali-kali meminta ke penyidik Satreskrim Polres Maros tetapi tidak mau diberikan. Sementara di UU Kesehatan jelas diatur bahwa keluarga korban berhak mendapatkan salinan Surat Hasil Visum maupun Surat Hasil Otopsi ! Kalo Surat Hasil Visum dari RS Grestelina kami telah diberikan salinannya," bebernya.
Anehnya lagi, ungkap Yodi, pihak Satreskrim Polres Maros pernah mempublish di beberapa media nasional bahwa hasil otopsi menerangkan jika Virendy meninggal dunia akibat kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung karena adanya penyumbatan lemak. Sementara hasil otopsi tentang penyebab luka-luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya tidak dijelaskan oleh penyidik.
"Soal keterangan hasil otopsi yang diumbarkan pihak Satreskrim Polres Maros di media, kami juga sudah konsultasikan dengan beberapa dokter ahli senior yang menyatakan tidak mungkin dokter forensik berkesimpulan almarhum meninggal karena kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung akibat adanya penyumbatan lemak. Sebab itu berarti serangan jantung koroner, dan hal ini tidak mungkin dialami oleh anak muda," tegasnya.
Pertanyaan selanjutnya, ujar pengacara muda ini, kenapa Satreskrim Polres Maros tidak mau serius mengusut tuntas dan mengenyampingkan petunjuk kemungkinan TKP di Malino ? Banyak warga bisa memberikan kesaksian, dan dapat pula meminta bantuan Tim Cyber Polda Sulsel dengan peralatanx yang canggih juga diharapkan bisa membuka rekaman CCTV di sepanjang jalan poros depan Taman Wisata Pinus di Malino pada tanggal 13-14 Januari 2023.
"Kenapa pula Gelar Perkara Penetapan Tersangka tidak dilaksanakan di Polda Sulsel sebagaimana yang telah disampaikan kepada kami sebelumnya ? Gelar Perkara Penetapan Tersangka terkesan sembunyi-sembunyi dilaksanakan di Polres Maros dan dipimpin oleh Kasat Reskrim Polres Maros yang kemudian hanya menetapkan 2 tersangka (pasal 359 KUHP). Padahal sebelumx konon rekomendasi dari seorang pejabat Polda Sulsel yang tidak bersedia disebutkan jati dirinya, ada sekitar 10 tersangka dengan pasal pidana ada yang berdiri sendiri (berbeda). Hal itu juga pernah diakui Kanit Tipidum Polres Maros yang menyatakan penyidikan kasus ini memakan waktu cukup lama karena dipastikan akan banyak tersangkanya.
Disamping itu juga, Satreskrim Polres Maros telah menetapkan 2 tersangka dengan ancaman hukuman Pasal 359 KUHP, nah kenapa kedua tersangka belum ditahan ? Padahal ancaman hukuman Pasal 359 KUHP adalah 5 (lima) tahun penjara.
Sementara kakak kandung almarhum Virendy yakni Viranda Wehantouw selaku pelapor menambahkan, dirinya melihat, mengamati dan menilai kinerja penyidik Satreskrim Polres Maros sangat-sangat tidak profesional dalam menangani pemeriksaan kasus kematian adiknya.
Bahkan dia menengarai ada keberpihakkan dan diduga bekerja 'by order' dari pihak tertentu yang sejak awal berjuang keras untuk membungkam kasus meninggalnya mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Unhas ini, serta berusaha agar tidak ada yang terjerat hukum.
"Atas dasar itulah sehingga saya mengharapkan pihak Ditreskrimum Polda Sulsel menarik penanganan perkara ini dari Satreskrim Polres Maros agar kami keluarga besar almarhum Virendy bisa mendapatkan kejelasan dan keadilan hukum dalam penanganan kasus kematian adik saya," tandas Viranda dengan mata berkaca-kaca. (*** )