Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Presiden Partai Buruh Said memberikan tanggapan terhadap fotonya yang viral sedang bercium tangan dengan Ganjar Pranowo. Menurutnya, hal itu adalah masalah adab dan akhlak. Sesuatu yang sudah terbiasa diajarkan orang tuanya sejak kecil.
Said Iqbal bercerita, kebetulan dirinya dari keluarga habib. Ayahnya adalah Habibs Djamaludin bin Habib Yusuf Baabuds. Ibunya juga seorang Habibah, Sarifah binti Habib Ustman Alaidrus.
"Di keluarga kami, Ibu Saya Mimi, Walet Papa mengajarkan tentang adab dan akhlak dari kecil tentang cium tangan kepada 3 kategori. Pertama orang berilmu walau lebih muda cium tangan. Misal ustad di kampung dan lain sebagainya. Kedua orang yang lebih tua, ketiga adalah orang yang karena fungsinya, pantas kita hormati. Karena kerja untuk negara Pantas dihormati," ujar Said Iqbal.
Terkait foto cium tangan dengan Ganjar, Iqbal menuturkan, itu bukan kali pertama, melainkan sudah dilakukan kepada pimpinan negara dan tokoh politik lainnya jauh sebelum ini. Termasuk kepada senior di serikat pekerja, Said Iqbal juga cium tangan.
"Ketemu Pak Anies ketika mendukung cagub DKI cium tangan, ketika jadi gubernur saya cium tangan. Ketemu Prabowo saat dukung pemilu cium tangan, setelah capres cium tangan, ketemu bang Rizal Ramli guru kami, saya cium tangan, ketemu pak Ganjar, saya cium tangan, Marbot masjid karena udah tua dan saya hormati bersih-bersih abis solat cium tangan marbot, waktu masih kecil, dengan tukang bakso yang lebih tua saya cium tangan," tuturnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan telah melakukan hal serupa kepada orang lain semisal tukang sayur karena usianya yang lebih tua serta tidak kalah penting dengan orang tua.
"Kepada Mimi (Ibu), Walet (Bapak) saya cium lutut. Bagi kami bukan feodal tapi rasa sayang dan hormat kepada orang yang berilmu, kepada orang yang bertugas untuk negara," jelas Said Iqbal.
"Itu adab dan akhlak yang diajarkan oleh orang tua saya kepada saya. Bahkan kalau itu Habib, saya ciun tangan, saya cium pipi tiga kali. Itu adab, bukan feodal," tegasnya.
"Kalau itu dianggap feodal, biarlah saya lanjutkan feodalisme saya. Bagi keluarga kami, cium tangan adalah sebuah penghormatan," tambahnya.
Said Iqbal menilai, karena ini politik dan dipolitisasi dengan hanya sebuah photo saja disebarkan, maka konsekuensinya setiap orang menilai sesuai kepentingan politik dan hasratnya saja.
"Saya dan Partai Buruh menolak politik adu domba dan fitnah. Saya sedih dengan hasrat politik menghalalkan segala cara. Saya ingin politik bersih dan tetap bersaudara," kata Said Iqbal.
Iqbal lantas mempertanyakan, apa tujuan orang menyebarkan photo tersebut? Siapa yang menyuruh menyebarkan dan memviralkan photo itu? Apakah hanya kita berbeda pandangan politik urusan duniawi, adab dan akhlak kita membenarkan adu domba dan fitnah? Apakah pandangan politik kita melebihi Allah SWT, hanya karena kita merasa paling benar hanya karena masalah duniawi yang disebut politik?
Partai Buruh, lanjutnya, didirikan bukan untuk sekelompok orang yang mungkin sudah punya pilihan politik tertentu. Tetapi untuk membela para buruh, petani yang tertindas. (Azwar)