Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Putra Daerah Lampung, Robert E. Sudarwan mengapresiasi tercapainya pengalihan Participating Interest (PI) sebesar 5 persen dari PT Pertamina Hulu Energi Overseas Southeast Sumatra (PHE OSES) kepada PT Lampung Energi Berjaya (PT LEB) untuk Wilayah Kerja Southeast Sumatra (WK SES). Angka 5 persen didapat PT LEB karena harus berbagi sama rata dengan Jakpro, karena WK SES berada di wilayah Jakarta dan Lampung. PT LEB merupakan perusahaan perseroan daerah yang dibentuk oleh PT Lampung Jasa Utama (PT LJU), BUMD Provinsi Lampung untuk menjalankan bisnis di sektor energi, sedangkan PHE OSES merupakan bagian dari sub holding upstream regional jawa PHE yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S), sekaligus bertindak sebagai operator WK SES.
"Tentu, saya sebagai putra daerah, mengapresiasi tercapainya pembagian saham sebesar 5 persen yang diperoleh Provinsi Lampung selaku daerah penghasil migas WK SES," kata Robert saat menjadi pembicara pada diskusi bertema “Energi Untuk Negeri, Energi Membangun Lampung”, Rabu (12/4) malam di Dualitas Coffee, Jakarta.
Menurut pria yang lahir dan besar di Way Kanan, Lampung ini, pengalihan saham kepada PT LEB bukan hanya persoalan bisnis semata, namun hal itu bermakna sebagai pemenuhan rasa keadilan bagi provinsi Lampung yang merupakan daerah penghasil migas WK SES.
"Pembagian PI Ini menjadi kabar baik untuk pembangunan Lampung, PAD tentu akan meningkat. Tapi ini jangan dilihat hanya persoalan bisnis semata, melainkan juga pemenuhan rasa keadilan. Masa orang luar mengeksploitasi sumber kekayaan Lampung namun Lampung tidak dapat apa-apa. Makanya PI itu harus dimaknai sebagai pemenuhan keadilan bagi masyarakat Lampung," tutur Doktor muda bidang evaluasi ini.
Sebagaimana diketahui, pembagian participating interest sebesar 10 persen untuk daerah penghasil migas, diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016. Sehubungan dengan WK SES masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Lampung dan Provinsi DKI Jakarta, maka masing-masing provinsi tersebut mendapat pembagian saham secara proporsional sebagaimana yang telah diatur besarannya.
Adapun WK SES sendiri pertama kali ditandatangani kontrak pada 6 September 1968 dengan skema Production Sharing Contract (PSC) Cost Recovery. Selanjutnya pada 2018, Pertamina mendapat penugasan dari pemerintah untuk mengelola WK SES yang mengalami terminasi masa kontrak dengan CNOOC SES Ltd.
Saat peralihan kontrak tersebut, produksi WK SES sebesar 31.000 BOPD dan gas sebesar 136 juta standar kaki kubik (MMSCFD). Dengan skema Production Sharing Contract (PSC) Gross Split, diperkirakan PT LEB akan menerima sekitar Rp300 miliar per tahun atas kepemilikan 5 persen participating interest. Namun penerimaan itu dimungkinkan bertambah seiring pada akhir 2021 Pertamina menemukan cadangan baru di WK SES sebesar 20 juta barel dengan proyeksi produksi 2000 (BOPD).
Untuk diketahui, sebelumnya PHE OSES telah menandatangani perjanjian pengalihan PI sebesar 5 persen untuk WK SES kepada PT LEB. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur PHE OSES, Wisnu Hindadari dan Direktur Utama PT LEB, Hermawan Eriadi di Kantor Pusat Regional Jawa, Jumat (16/9/2022).
Senada dengan Robert, Arjun Fatahillah juga mengungkapkan bahwa sebagai wujud pemenuhan keadilan bagi masyarakat Lampung, PT LEB harus memperhatikan pembangunan Lampung, terutama dari sisi pembangunan SDM.
“Harus digunakan untuk pembangunan Lampung, utamanya SDM. PT LEB ini kan dibiayai APBD, artinya dari uang rakyat, dan PI yang diperoleh PT LEB juga dari eksploitasi kekayaan alam Lampung, tentu masyarakat harus memperoleh manfaat yang lebih banyak dari PT LEB dan PI PHE OSES ini,” tegas mantan Presiden Mahasiswa Universitas Lampung ini.
Agar masyarakat segera merasakan manfaat keberadaan PT LEB dan PI 5 persen dari PHE OSES ini, Arjun menambahkan bahwa PT LEB harus dikelola dengan benar dan transparan, jangan sampai masalah-masalah yang pernah terjadi, baik di PT LEB maupun di PT LJU masih terjadi lagi.
“Kalau kita menilik ke belakang, PT LEB dan PT LJU ini kayak drama sinetron, banyak sekali masalah yang dibuat, baik masalah administrasi maupun masalah hukum, bahkan sejak baru dibentuk, sudah membuat banyak masalah. Mirisnya, menurut laporan Perwakilan BPKP Provinsi Lampung Tahun 2022, tidak ada satupun BUMD di Lampung yang cuan, tidak sehat semua,” ungkap Arjun ini.
Apalagi, lanjut Arjun, meski sudah ada penandatanganan perjanjian antara PT LEB dan PHE OSES, PT LEB masih belum bisa menerima PI 5 persen karena ada beberapa persyaratan yang masih harus dipenuhi oleh PT LEB, termasuk masalah keberadaannya yang masih dalam bentuk Raperda, belum lagi pemenuhan syarat-syarat dari pemerintah pusat.
“Harus dikejar tentunya, apalagi PT LEB ini sudah makan duit rakyat Lampung sejak 3 tahun lalu. Melihat track record Dirut PT LEB sekarang, saya optimis pasti PT LEB bisa dikelola dengan baik dan benar, dan pengelolaan PI 5 persen pasti akan digunakan sebesar-besarnya untuk pembangunan Lampung, terutama pembangunan SDM,” tutup Arjun.
Adapun WK SES sendiri pertama kali ditandatangani kontrak pada 6 September 1968 dengan skema Production Sharing Contract (PSC) Cost Recovery. Selanjutnya pada 2018, Pertamina mendapat penugasan dari pemerintah untuk mengelola WK SES yang mengalami terminasi masa kontrak dengan CNOOC SES Ltd.
Saat peralihan kontrak tersebut, produksi WK SES sebesar 31.000 BOPD dan gas sebesar 136 juta standar kaki kubik (MMSCFD). Dengan skema Production Sharing Contract (PSC) Gross Split, diperkirakan PT LEB akan menerima sekitar Rp300 miliar per tahun atas kepemilikan 5 persen participating interest. Namun penerimaan itu dimungkinkan bertambah seiring pada akhir 2021 Pertamina menemukan cadangan baru di WK SES sebesar 20 juta barel dengan proyeksi produksi 2000 (BOPD).
Untuk diketahui, sebelumnya PHE OSES telah menandatangani perjanjian pengalihan PI sebesar 5 persen untuk WK SES kepada PT LEB. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur PHE OSES, Wisnu Hindadari dan Direktur Utama PT LEB, Hermawan Eriadi di Kantor Pusat Regional Jawa, Jumat (16/9/2022).
Senada dengan Robert, Arjun Fatahillah juga mengungkapkan bahwa sebagai wujud pemenuhan keadilan bagi masyarakat Lampung, PT LEB harus memperhatikan pembangunan Lampung, terutama dari sisi pembangunan SDM.
“Harus digunakan untuk pembangunan Lampung, utamanya SDM. PT LEB ini kan dibiayai APBD, artinya dari uang rakyat, dan PI yang diperoleh PT LEB juga dari eksploitasi kekayaan alam Lampung, tentu masyarakat harus memperoleh manfaat yang lebih banyak dari PT LEB dan PI PHE OSES ini,” tegas mantan Presiden Mahasiswa Universitas Lampung ini.
Agar masyarakat segera merasakan manfaat keberadaan PT LEB dan PI 5 persen dari PHE OSES ini, Arjun menambahkan bahwa PT LEB harus dikelola dengan benar dan transparan, jangan sampai masalah-masalah yang pernah terjadi, baik di PT LEB maupun di PT LJU masih terjadi lagi.
“Kalau kita menilik ke belakang, PT LEB dan PT LJU ini kayak drama sinetron, banyak sekali masalah yang dibuat, baik masalah administrasi maupun masalah hukum, bahkan sejak baru dibentuk, sudah membuat banyak masalah. Mirisnya, menurut laporan Perwakilan BPKP Provinsi Lampung Tahun 2022, tidak ada satupun BUMD di Lampung yang cuan, tidak sehat semua,” ungkap Arjun ini.
Apalagi, lanjut Arjun, meski sudah ada penandatanganan perjanjian antara PT LEB dan PHE OSES, PT LEB masih belum bisa menerima PI 5 persen karena ada beberapa persyaratan yang masih harus dipenuhi oleh PT LEB, termasuk masalah keberadaannya yang masih dalam bentuk Raperda, belum lagi pemenuhan syarat-syarat dari pemerintah pusat.
“Harus dikejar tentunya, apalagi PT LEB ini sudah makan duit rakyat Lampung sejak 3 tahun lalu. Melihat track record Dirut PT LEB sekarang, saya optimis pasti PT LEB bisa dikelola dengan baik dan benar, dan pengelolaan PI 5 persen pasti akan digunakan sebesar-besarnya untuk pembangunan Lampung, terutama pembangunan SDM,” tutup Arjun.