Lingga, Wartapembaruan.co.id -- Menjabat sebagai orang nomor dua di Kabupaten Lingga, dan dua periode menjadi anggota Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Lingga, sejumlah jabatan strategis di DPRD Kabupaten Lingga pernah di embannya, bersama dengan partai terdahulu, mulai dari Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Lingga yang membidangi hukum dan pemerintahan, hingga Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Lingga yang konsen mengawasi pendidikan dan kesejahteraan rakyat.
Hingga sekarang menjadi Wakil Bupati Lingga dirinya menjadi satu-satunya politisi Nasdem yang tidak memasang baliho, dan mempromosikan diri sebagai kandidat Wakil Bupati Lingga, namun tetap di pilih oleh partai tersebut sebagai Wakil Bupati, setelah melalui perhitungan dan hasil survey yang matang dari internal maupun eksternal partai.
Namun dipertengahan jalan, saat menjabat sebagai Wakil Bupati dirinya berani meninggalkan zona nyaman, dan memilih Partai Perindo, partai yang notabennye non parlemen di pemerintah pusat, dan nol kursi di DPRD Kabupaten Lingga maupun DPRD Provinsi Kepulauan Riau.
Tentu bukan hal yang mudah, meninggalkan Partai yang sudah dibesarkannya dari sebelum tidak memiliki kursi DPRD hingga menjadi juara di DPRD Lingga dengan menguasai saparuh kursi parlemen di DPRD Lingga, tidak hanya di kabupaten tapi juga di level provinsi Kepri, Partai tempatnya bernaung duduk di salah satu kursi wakil ketua DPRD Provinsi Kepri.
Tidak hanya di Legislatif, partai tersebut juga menjadi pemimpin di Eksekutif dengan menempatkan kursi bupati dan wakil bupati, oleh kader sendiri yang tentunya menjadi barang langka di Indonesia tanpa koalisi partai lain, selama dua periode bupati dan wakil bupati dijabat oleh satu partai.
“Kami selalu mendapat pesan dari orang tua kami, dari pepatah oleh bugis nahkoda yang hebat bukan lahir dari arus yang tenang, tapi nahkoda yang hebat adalah nahkoda yang lahir dari gelombang dan badai yang ekstrim,” ujarnya beberapa tahun, setelah dilantik sebagai anggota DPRD Lingga, beberapa tahun yang lalu.
Hal itu telah pun dibuktikannya dengan berani meninggalkan zona nyaman, partai yang susah payah dibesarkannya kini sudah dinikmati kader-kader partai tersebut, namun dirinya memilih untuk berjuang dengan partai yang baru. Tanpa kursi di DPRD dan wakil di pemerintah pusat, di provinsi apalagi di ekskutif pemerintah Kabupaten Lingga.
Apakah hanya ambisi pribadi, atau ambisi kekuasaan dan maksud lainnya.? sebuah pertanyaan kami lontarkan, saat berbincang santai dengan sosok politisi muda Kabupaten Lingga dan Provinsi Kepri tersebut.
“Kalau bicara ambisi kekuasaan atau ambisi lainnya, tentu pilihan saya lebih baik memilih bertahan di partai lama, Kenapa? karena rumah yang lama sudah sangat besar, dan beragam fasilitas dari atas sampai kebawah, tinggal melanjutkan, semua sudah tersedia,” ujarnya sambil tersenyum.
Jawaban tersebut tidak hanya pemanis dari seorang politisi biasa, karena latar belakang Partai Nasdem tidak hanya mengenal sosok Neko Wesha Pawelloy sahaja. Dibelakangnya ada seorang Figur Alias Wello mantan Ketua DPRD Lingga dan juga Bupati Kabupaten Lingga, yang namanya sudah tidak asing di kancah politik lokal se level provinsi Kepri hingga level nasional sebagai politisi dan pengusaha.
Figur tersebut adalah ayah kandung dari Neko Wesha Pawelloy, yang memiliki peran sangat vital dalam menempanya menjadi seorang politisi yang handal, dan mendirikan Partai yang sebelumnya tempat dirinya menaung. Rasanya mustahil kalau ada yang berani menggeser sang putra mahkota bertahan di singgasana rumah besar tersebut.
Namun apa yang mendasari itu semua, rasa penasaran kami semakin khidmat ketika bertanya dengan sosok yang low profile dan rajin turun ke lapangan tersebut.
“Partai itu dibuat tentunya tujuannya untuk semua golongan, di era demokrasi ini partai yang mempertahankan kekuasaan dengan sistim kekaisaran pasti lambat laun akan punah, kita lihat sendiri PDI Perjuangan baru-baru ini mengumumkan Gubernur Jatim menjadi calon presiden, sebelumnya ada Presiden Jokowi yang bukan bagian dari keluarga sang pendiri partai, dan tidak memiliki trah Sukarno, atau kedekatan khusus,” ujarnya.
Menurutnya apa yang dilakukan oleh partai besar sekelas PDI Perjuang yang kini bertahan, di puncak menjadi pelajaran bagi dirinya selaku politisi. Bahwa dalam sebuah partai politik adalah bagaimana membentuk kaderisasi dan menciptakan suasana partai yang demokratis, yang tentunya dasar partai ini adalah harus dimiliki oleh semua kader dan semua kalangan masyarakat.
“Tidak harus diisi oleh keluarga, sanak saudara atau orang-orang terdekat, atau hanya berdasarkan kedekatan semata. Tapi yang terpenting adalah kemampuan dalam mendongkrak elektabilitas, dengan rajin turun, bekerja sepenuh hati, loyalitas, kredibilatas, dan kualitas, soal isi tas akan datang dengan sendirinya,” ujar Neko sambil tersenyum.
Ketika ditanya bagaimana dengan konsep Partai Perindo kedepan, dirinya mengatakan Partai Perindo sudah memiliki konsep demokrasi yang mirip dengan PDI Perjuangan, dimana keberanian seorang Harie Tanoe Soedibyo yang merupakan pendiri Partai Partai, menempatkan orang-orang yang tidak ada hubungan keluarga atau kedekatan semata dengannya.
“Kita lihat seorang TGB Zainul Majdi, begitu masuk Perindo langsung dapat tempat jadi ketua harian, seorang tokoh Politik ulama berlatar pendidikan Al Azhar, dan sebelumnya adalah Politisi Partai Demkrat dan Golkar, tapi oleh Ketua Umum sosok itu dijadikan sebagai ketua harian bahkan di gadang untuk duduk di posisi yang sangat berpengaruh, hingga dapat mengambil kebijakan,” ujarnya.
Tentu hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena ada beberapa kader partai Perindo yang memiliki kedekatan khusus dengan beliau tapi tetap tidak ditonjolkan, salah satunya anaknya sendiri yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Parekraf.
“Kemudian kita lihat sendiri Partai ini begitu sangat terbuka, Nasionalis Religius yang ditanamkan sejak awal oleh pendiri bangsa ini, sudah tercermin di Partai Perindo,” ujarnya.
Untuk itu dirinya meyakini, partai Perindo akan mendapat tempat di masyarakat Indonesia khususnya di Kepulauan Riau dan Kabupaten Lingga.