Penulis : Fitrawati, S.Pd.I (Ketua Panwaslu Kecamatan Lembah Melintang, Pasaman Barat)
Dalam kajian kepemiluan, istilah pemilu berintegritas termasuk baru populer beberapa tahun belakangan. Global Commision on Election, Democracy and Security mendefinisikan pemilu berintegritas sebagai pemilu yang berdasarkan atas prinsip demokrasi dari hak pilih universal dan kesetaraan politik seperti yang dicerminkan pada standar internasional dan perjanjian, profesional, tidak memihak dan transparan dalam persiapan dan tantangan utama pemilu berintegritas pengelolaannya melalui siklus pemilu (Global Comission 2012).
Sementara definisi lebih ringkas ditawarkan oleh Elklit dan Svensson (1997), yang mendefinisikan pemilu berintegritas sebagai pemilu yang menerapkan prinsip bebas dan adil.
Dalam pelaksanaannya, sebuah pemilu bisa dikatakan berintegritas jika seluruh elemen yang terlibat di dalamnya, baik penyelenggara maupun peserta, tunduk dan patuh pada nilai-nilai moral dan etika kepemiluan.
Sebaliknya, jika sebuah pemilu tidak dilaksanakan dengan basis integritas, maka akan berpotensi melahirkan penyelenggara dan peserta pemilu yang tidak bertanggung jawab, yang berimplikasi pada minimnya partisipasi politik dan hilangnya kepercayaan publik pada proses demokrasi (Nasef: 2012).
Di Indonesia, diskursus soal pemilu berintegritas ini sebenarnya telah digaungkan sejak dua dekade lalu. Pemilu 1999 bisa dibilang menjadi penanda dari dimulainya era pemilu yang bebas dan adil di Indonesia (setelah pemilu demokratis pertama pada tahun 1955). Namun dalam perkembangannya, diskursus pemilu berintegritas di Indonesia lebih banyak menyoroti tentang penyelenggara pemilu.
Ada setidaknya tiga alasan mengapa integritas penyelenggara pemilu menjadi perhatian utama dalam diskusi pemilu berintegritas di Indonesia.
Pertama, karena penyelenggara adalah pihak yang bertanggungjawab untuk menjamin adanya pemilu yang bebas dan adil, sehingga menjaga keyakinan publik terhadap proses demokrasi.
Kedua, semakin kompleksnya teknis penyelenggaraan pemilu di Indonesia seiring dengan diterapkannya pemilu eksekutif dan pemilu legislatif baik di tingkat nasional maupun lokal.
Ketiga, adanya berbagai potensi pelanggaran yang dilakukan oleh peserta dan penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki oleh penyelenggara pemilu.
Indonesia pertama kali mengadopsi konsep etika penyelenggara pemilu melalui Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 tahun 2012 dan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, yang didalamnya memuat kode etik penyelenggara pemilu yang sesuai dengan standar dan norma internasional, yakni kemandirian, imparsialitas, integritas, transparansi, efisiensi, profesionalitas, dan berorientasi pelayanan.
Namun dalam realitasnya, mewujudkan integritas penyelenggara pemilu ternyata bukan hal yang mudah. Riset Puskapol UI (2017) terkait pelanggaran etika penyelenggara pemilu menunjukkan bahwa sepanjang kurun waktu 2013-2017, terdapat 2.441 jumlah aduan pelanggaran etika yang diproses oleh DKPP sebagai Mahkamah Etik Pemilu.
Meskipun sebagian besar (53,2%) hasil persidangan memberikan putusan rehabilitasi nama baik penyelenggara pemilu yang menjadi teradu, namun variasi jenis sanksi yang juga diberikan selama kurun waktu tersebut juga beragam, mulai dari peringatan, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.
Menariknya, sebagian besar kasus aduan yang diproses dan diputuskan oleh DKPP adalah pelanggaran asas kemandirian dan keadilan penyelenggara pemilu. Modus pelanggaran etika yang terjadi juga beragam: manipulasi suara, pelanggaran hak pilih, perlakuan tidak adil, pelanggaran hukum, pembiaran, kelalaian pada proses tahapan pemilu, hingga pelanggaran netralitas dan keberpihakan.
Temuan ini sesungguhnya mengkonfirmasi bahwa mewujudkan penyelenggara pemilu yang profesional, tidak memihak dan senantiasa transparan dalam pelaksanaannya merupakan tantangan utama menuju pemilu berintegritas (Global Commission on Election, 2012: 6).
Ke depan, dengan dihadapkan pada Pemilu serentak antar Pilpres dan Pileg pada Februari 2024 serta Pilkada serentak pada November 2024, tentu integritas KPU dipertaruhkan demi mewujudkan Pemilu yang berintegritas.