Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Merespon Undang Undang anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR/ European Union Deforestation Regulation), petani sawit Indonesia sepakat melakukan Aksi Keprihatinan pada hari Rabu (29/3) di Jakarta.Perwakilan petani sawit yang melakukan Aksi Keprihatinan tersebut adalah Santri Tani NU, APKASIND0 (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), ASPEK-PIR (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat), SAMADE (Sawitku, Masa Depanku) dan FORMASI (Forum Mahasiswa Sawit) Indonesia yang berasal dari perwakilan 22 Provinsi Sawit Indonesia dengan total keanggotaan 17 juta petani sawit dan pekerja sawit.
Ketua Umum DPP Santri Tani NU H.T.Rusli Ahmad kepada awak media mengatakan bahwa Uni Eropa yang terdiri dari 27 Negara Beli CPO nya tidak seberapa, tapi protesnya banyak, padahal impornya 27 negara anggota UE hanya 4 juta ton per tahun dari total produksi Indonesia 47 juta ton.
*Sesungguhnya masalah bukan berasal dari luar negeri tapi dari dalam Negara ini sendiri sehingga membuka celah UE untuk kampanye negatif terkait sawit kita. Sumber masalah utama itu adalah masuknya kawasan hutan ke perkebunan sawit rakyat.
Kementerian LHK harus melihat ini suatu kenyataan bahwa sawit itu sudah merupakan sumber ekonomi masyarakat dan pemasukan devisa negara yang tahun lalu tercatat Rp610 Triliun. "Mengklaim itu kawasan hutan padahal sudah bukan hutan adalah pembohongan publik" tegasnya.
Kedepan Kementerian LHK ini harus digabungkan saja dengan Kementerian Perkebunan.
Biar selesai masalah klaim kawasan hutan. Sepanjang hal ini belum diselesaikan maka selamanya negara UE akan menekan Indonesia," sebut Ketum DPP Santri Tani NU
lanjut H.T.Rusli Ahmad,, Presiden Jokowi harus segara bertindak dengan menyelesaikan masalah klaim kawasan hutan ini, terkhusus untuk sawit tertanam sebelum tahun 2020 sebagaimana tertuang dalam UUCK dan menggesa pelaksanaan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Sebagaimana diketahui, Komisi Uni Eropa sudah menyetujui untuk memberlakukan Undang-undang anti deforestasi EUDR (EU Deforestation Regulation) pada 6 Desember 2022 lalu. Ketentuan ini akan mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa (UE) untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan dimana salah satu pasalnya mengelompokkan sawit sebagai tanaman beresiko tinggi.
"Undang-undang tersebut berlaku untuk sejumlah komoditas, antara lain minyak kelapa sawit, ternak, coklat, kopi, kedelai, karet dan kayu. Ini juga termasuk beberapa produk turunan, seperti kulit, cokelat, dan furniture," tutup H.T.Rusli Ahmad.(A-R)