Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) telah mengeluarkan Permenaker 4 Tahun 2023 tentang jaminan sosial bagi pekerja migran Indonesia (PMI). Aturan ini mengganti Permenaker no. 18 tahun 2018.Legislator Fraksi PDI Perjuangan Edy Wuryanto mengapresiasi langkah pemerintah ini. “Aturan ini lebih baik karena adanya peningkatan manfaat bagi PMI kita. Baik sebelum berangkat, pada saat bekerja di luar negeri, hingga pada saat pulang,” ucap Edy Wuryanto.
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI, Permenaker anyar ini meningkatkan manfaat jaminan sosial Ketenagakerjaan. Khususnya Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Sayangnya program Jaminan Hari Tua (JHT) masih belum diwajibkan dalam Permenaker No. 4 Tahun 2023 ini.
“Program JHT pun menjadi kebutuhan bagi PMI agar PMI yang tidak mampu bekerja lagi karena alasan usia memiliki tabungan untuk menjamin kesejahteraannya di masa tua,Tujuannya ketika sudah tua, PMI tidak jatuh miskin," ujar Edy.
Selain itu, lanjut Edy, perlu diingat juga adanya Program Jaminan Sosial Kesehatan (JKN) yang disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Permenaker no. 4 Tahun 2023 ini belum dioptimalkan. Sebab BPJS Kesehatan beroperasi hanya di Indonesia. Dalam Inpres no. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Program JKN, instruksi Presiden kepada Kepala BP2MI adalah mewajibkan PMI yang bekerja di luar negeri kurang dari enam bulan untuk menjadi peserta aktif dalam Program JKN selama berada di luar negeri.
“Tentunya PMI yang masih kerja di luar negeri dan mengalami sakit bisa memanfaatkan JKN. Tentu harus memenuhi ketentuan INA CBGs dan bisa dibayarkan dengan sistem reimbursement,” kata Edy,
Edy menjeladkan, pada PMI yang mengalami kecelakaan kerja, aturannya sudah diatur dalam Pasal 30 ayat (1) yang menyebut manfaat program JKK bagi PMI selama bekerja diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan yang terdiri atas perawatan dan pengobatan akibat kecelakaan kerja di negara tujuan penempatan dan pelayanan kesehatan lanjutan akibat kecelakaan kerja bagi PMI yang dipulangkan ke Indonesia oleh pemberi kerja. Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, perawatan dan pengobatan lanjutan akibat kecelakaan kerja bagi PMI diberikan oleh pemberi kerja saat dirawat di Indonesia.
"Dengan ketentuan baru, PMI yang mengalami kecelakaan kerja di negara penempatan tidak harus pulang ke Indonesia dulu untuk mendapatkan penjaminan biaya perawatan, tapi bisa dibiayai perawatannya di negara penempatan dengan biaya maksimal Rp. 50 juta per kasus kecelakaan kerja,” jelas Edy.
Dia menyarankan agar aturan ini disosialisasikan kepada PMI.
Edy mengungkapkan, pemerintah juga harus betul-betul memberikan sosialisasi dan edukasi kepada calon PMI maupun PMI. Penegakan hukum bagi pelaksana penempatan kerja harus dilakukan dengan massif untuk memastikan seluruh PMI terlindungi di BPJS Ketenagakerjaan.
“Untuk memastikan proses sosialisasi dan edukasi serta pelayanan kepada PMI sudah seharusnya ada perwakilan BPJS Ketenagakerjaan di negara penempatan,” pungkas Edy Wuryanto, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dapil Jawa Tengah III. (Azwar)
“Program JHT pun menjadi kebutuhan bagi PMI agar PMI yang tidak mampu bekerja lagi karena alasan usia memiliki tabungan untuk menjamin kesejahteraannya di masa tua,Tujuannya ketika sudah tua, PMI tidak jatuh miskin," ujar Edy.
Selain itu, lanjut Edy, perlu diingat juga adanya Program Jaminan Sosial Kesehatan (JKN) yang disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Permenaker no. 4 Tahun 2023 ini belum dioptimalkan. Sebab BPJS Kesehatan beroperasi hanya di Indonesia. Dalam Inpres no. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Program JKN, instruksi Presiden kepada Kepala BP2MI adalah mewajibkan PMI yang bekerja di luar negeri kurang dari enam bulan untuk menjadi peserta aktif dalam Program JKN selama berada di luar negeri.
“Tentunya PMI yang masih kerja di luar negeri dan mengalami sakit bisa memanfaatkan JKN. Tentu harus memenuhi ketentuan INA CBGs dan bisa dibayarkan dengan sistem reimbursement,” kata Edy,
Edy menjeladkan, pada PMI yang mengalami kecelakaan kerja, aturannya sudah diatur dalam Pasal 30 ayat (1) yang menyebut manfaat program JKK bagi PMI selama bekerja diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan yang terdiri atas perawatan dan pengobatan akibat kecelakaan kerja di negara tujuan penempatan dan pelayanan kesehatan lanjutan akibat kecelakaan kerja bagi PMI yang dipulangkan ke Indonesia oleh pemberi kerja. Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, perawatan dan pengobatan lanjutan akibat kecelakaan kerja bagi PMI diberikan oleh pemberi kerja saat dirawat di Indonesia.
"Dengan ketentuan baru, PMI yang mengalami kecelakaan kerja di negara penempatan tidak harus pulang ke Indonesia dulu untuk mendapatkan penjaminan biaya perawatan, tapi bisa dibiayai perawatannya di negara penempatan dengan biaya maksimal Rp. 50 juta per kasus kecelakaan kerja,” jelas Edy.
Dia menyarankan agar aturan ini disosialisasikan kepada PMI.
Edy mengungkapkan, pemerintah juga harus betul-betul memberikan sosialisasi dan edukasi kepada calon PMI maupun PMI. Penegakan hukum bagi pelaksana penempatan kerja harus dilakukan dengan massif untuk memastikan seluruh PMI terlindungi di BPJS Ketenagakerjaan.
“Untuk memastikan proses sosialisasi dan edukasi serta pelayanan kepada PMI sudah seharusnya ada perwakilan BPJS Ketenagakerjaan di negara penempatan,” pungkas Edy Wuryanto, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dapil Jawa Tengah III. (Azwar)