Oleh : Denny JA
OPINI, Wartapembaruan.co.id --Mulai dari televisi hingga warung kopi, profesor di kampus hingga ibu rumah tangga di kampung, semua pernah mendengar kasus Ferdy Sambo.
Survei LSI Denny JA bulan Oktober 2022 menyatakan sebanyak 87.5 persen populasi Indonesia pernah mendengar kasus ini dan mengenal Ferdy Sambo.
Di jajaran bakal calon presiden 2024 saja, hanya Prabowo yang dikenal di atas 87.5 persen. Itupun dicapai Prabowo setelah tiga kali ikut pemilu presiden di tahun 2009 (sebagai Cawapres), 2014 dan 2019 (sebagai Capres) selama 15 tahun.
Anies, Ganjar, Puan, Airlangga yang sudah malang melintang menjadi gubernur, menteri lebih dari 5 tahun, mereka belum dikenal seluas Sambo. (1)
Sementara Sambo mencapai tingkat pengenalan sejauh itu hanya dalam hitungan bulan saja. Itu tak lain karena kasus sambo sejak tahun lalu menjadi berita setiap hari yang heboh.
Drama kasus ini, mulai dari isu polisi tembak polisi di rumah polisi, isu perselingkuhan, LGBT, tuduhan perkosaan, polisi yang berkomplot berbohong, turun drastisnya kepercayaan publik kepada korps polisi, semua adalah isu yang seksi.
Kisah yang benar- benar terjadi itu tak kalah seksi dan dramatis dibandingkan kisah sinetron dan opera soap paling hot sekalipun.
Bolehlah kita menyebut pengadilan atas Sambo sebagai Pengadilan Abad Ini di Indonesia. Ini pengadilan kasus yang susah dicari tandingannya dari sisi drama dan populeritasnya selama 100 tahun terakhir di Indonesia.
Di Amerika Serikat, pengadilan atas Oj Simpson di tahun 1994-1995 juga disebut sebagai Pengadilan Abad Ini di sana: The Trial Of Century.
Sama seperti kasus Sambo, kasus OJ Simpson juga seperti drama dalam opera soup. Ada kisah pembunuhan, percintaan, rasialisme, manuver pengacara, yang menarik perhatian publik Amerika Serikat yang luas.
Ketika mendengar Sambo dihukum mati, saya tersentak diam. Hakim memutuskan hukuman lebih tinggi dibandingkan yang dituntut oleh Jaksa Penuntut hanya hukuman seumur hidup.
Di era ini, hukuman mati tidak lagi populer. Sebanyak 109 negara sudah menghapuskan hukuman mati. Sebanyak 24 negara yang masih memiliki hukuman mati tidak menerapkannya di dunia nyata.
Amnesti Internasional pun mengecam hukuman mati. Menurut amnesty internasional: hukuman mati mengambil hak manusia paling asasi. Yaitu hak untuk hidup.
Hukuman tertinggi yang ditoleransi hak asasi manusia hanyalah hukuman seumur hidup. Jika belum mati, bukankan setiap manusia masih punya kesempatan berbuat baik dan bertobat?
Tapi para hakim memiliki pertimbangannya sendiri. Vonis hukuman mati sudah dijatuhkan atas Sambo.
Namun Sambo masih dapat lolos dari hukuman mati dengan dua strategi.
Pertama, ulur waktu eksekusi hukum dengan cara naik banding hingga level tertinggi. Dari pengadilan negeri, Sambo naik banding ke pengadilan tinggi, mahkamah agung, Peninjauan Kembali, hingga grasi Presiden.
Eksekusi hukum mati atas Sambo tak bisa dilakukan sebelum keputusan hukum atasnya final.
Naik banding hingga ke grasi presiden memakan waktu sekitar 3 tahun. Strategi ini diambil Sambo bukan karena vonis hukuman mati pasti berubah.
Strategi ini diambil hanya untuk mengulur waktu eksekusi saja.
Setelah lewat 3 tahun, di tahun 2026, maka KUHP baru berlaku.
Masuklah ke strategi kedua. Sambo bisa menggunakan kasusnya untuk tunduk kepada KUHP baru.
Dalam KUHP baru, hukuman mati itu juga tak langsung dijalankan. Sambo akan diberi waktu 10 tahun penjara dulu (Pasal 100 ayat 1 KUHP baru).
Jika dalam waktu 10 tahun, perangainya berubah, Sambo beritikad baik, hukuman Sambo bisa berubah menjadi hukuman seumur hidup. Prosedurnya, ini dilakukan lewat Keppres, atas usulan Mahkamah Agung.
Dua strategi ini bisa membuat Sambo akhirnya lolos dari hukuman mati.
Sambo adalah The Man Who Knows Too Much banyak kasus di korps Polisi yang melibatkan banyak petinggi kepolisian.
Karena dirinya divonis hukuman mati, mungkinkah Sambo buka suara mengungkap kasus gelap lainnya di Polri? Lalu Sambo dikenang ikut mempercepat pembersihan dan Reformasi korps Polri?
Jika Sambo bernyanyi, drama bernuansa soap opera dan sinetron akan mencuat lebih seru lagi.
Di tahun 1994-1995, ketika OJ Simpson disidang di Amerika Serikat, saya sedang kuliah di sana. Saya ikuti banyak berita sidang itu lewat aneka TV di sana.
Semaraknya kasus OJ Simpson yang disebut The Trial of Century di Amerika Serikat terulang kembali dengan kasus Ferdy Sambo, yang juga layak disebut sebagai pengadilan abad ini di Indonesia. ***
CATATAN
1. Sebanyak 87.5 persen populasi Indonesia mendengar kasus Ferdy Sambo, menurut survei LSI Denny JA